Akademisi FHUI Ini Raih Predikat dengan Pujian dalam Promosi Doktor FH Unand
Terbaru

Akademisi FHUI Ini Raih Predikat dengan Pujian dalam Promosi Doktor FH Unand

Menjadi lulusan ke-87 dari Program Doktor Ilmu Hukum FH Universitas Andalas, Junaedi Saibih merupakan penyandang gelar Doktor hukum FH Unand pertama yang berasal dari kalangan dosen FH Universitas Indonesia.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit

Dari banyaknya korban yang berjatuhan dalam peristiwa itu, tentu diharapkan oleh sebagian besar korban atau keluarga korban atas penyelesaian yang lebih bermartabat dan mendekatkan negara dengan korban atau keluarga korban. Salah satu yang dilakukan ialah perjanjian islah.

Seperti diketahui, islah adalah perdamaian yang digagas oleh sebagian korban tragedi 12 September 1984 dengan sejumlah eks petinggi militer dan pemerintahan. Adapun penandatanganan piagam perdamaian di antara kedua belah pihak dilakukan pada 1 Maret 2001 silam.

“Dalam kaitannya dengan perkembangan terkini dengan sistem hukum nasional, Pasal 132 ayat (1) huruf g KUHP baru telah memberikan ruang bagi islah sebagai metode penyelesaian. KUHP nasional yang baru diatur bahwa kewenangan penuntutan dapat dinyatakan gugur jika telah dilakukan penyelesaian di luar sidang.”

Meski demikian, menurutnya metode islah harus diatur dalam UU tersendiri. Di dalamnya secara rinci mengatur proses penyelesaian sengketa berbasis korban. “Hal ini terkait dengan penerapan keadilan restoratif dalam proses penuntutan yang tercermin dalam Rencana Aksi Nasional dan pengarusutamaan Restorative Justice dalam pembangunan budaya hukum,” paparnya.

Junaedi merujuk pada pemerintah yang telah menerbitkan sejumlah aturan terkait keadilan restoratif. Seperti Peraturan Jaksa Agung No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif maupun Peraturan Kepolisian No. 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice).

Belum lagi, dalam Pasal 54 ayat (2) KUHP baru juga mengatur tentang judicial pardon. Melalui pasal ini, hakim diberikan kewenangan untuk tidak menjatuhkan pidana atau tidak mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.

“(Dalam hal ini) Piagam islah yang dilakukan korban itu tidak semata hanya untuk menyelesaikan perkara. Namun hal itu dalam rangka memulihkan keadaan korban, untuk dilakukan restorasi bagi korban. Konsep memulihkan atau memperbaiki keadaan korban akibat tindakan jahat yang mereka alami.”

Piagam islah dalam kasus Tanjung Priok 1984 didasarkan pada nilai-nilai agama berupa keikhlasan, kesabaran, dan kesucian hati. “Piagam islah menjadi salah satu bagian penting dalam penyelesaian terhadap korban,” terang salah satu Pendiri Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI – FHUI) itu.

Islah perlu dituangkan dalam bentuk akta islah yang harus berdasarkan atas persetujuan para pihak dalam menandatangani perjanjian. Didalamnya patut terkandung perihal program rehabilitasi terhadap korban yang terkait dengan peristiwa yang terjadi.

“Perlu adanya langkah fasilitasi dari pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk inisiatif terkait hak atas kebenaran. Diperlukan juga keterlibatan konteks politik daerah bagi penyelesaian yang memperhatikan kepentingan korban. Serta menciptakan model penyelesaian yang mementingkan korban pelanggaran HAM berat masa lal,” sarannya.

Tags:

Berita Terkait