Akademisi FH Undip Dorong Pembentukan Regulasi tentang Artificial Intelligence
Utama

Akademisi FH Undip Dorong Pembentukan Regulasi tentang Artificial Intelligence

Pengaturan AI sangat diperlukan karena menyentuh hampir di seluruh aspek kehidupan manusia. Penggunaan teknologi AI bisa berdampak positif dan negatif, sehingga diperlukan aturan spesifik.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
 Moderator Aminah dan Dosen Hukum Perdata FH Undip Ery Agus Priyono dalam webinar 'Fenomena Penggunaan Artificial Intelligence Sebagai Hak Kekayaan Intelektual dalam Penjaminan Pada Kontrak Bisnis di Indonesia', Jumat (21/6/2024). Foto: Tangkapan Zoom
Moderator Aminah dan Dosen Hukum Perdata FH Undip Ery Agus Priyono dalam webinar 'Fenomena Penggunaan Artificial Intelligence Sebagai Hak Kekayaan Intelektual dalam Penjaminan Pada Kontrak Bisnis di Indonesia', Jumat (21/6/2024). Foto: Tangkapan Zoom

Teknologi digital hampir menyentuh semua aspek kehidupan masyarakat di manapun. Perkembangan teknologi semakin canggih, salah satunya kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Perkembangan kecerdasan buatan menjadi sebuah keniscayaan seiring perkembangan teknologi.

Dosen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (FH Undip), Ery Agus Priyono mengatakan secara umum AI adalah teknik untuk menjadikan suatu mesin memiliki kecerdasan seperti manusia. Sehingga mesin tersebut dapat menyelesaikan masalah kompleks dengan cara berpikir manusia.

Saking canggihnya AI, Ery menjelaskan teknologi ini berbeda dari program algoritma yang umum dalam sistem komputer. Menurutnya, AI bisa belajar secara mandiri, mengumpulkan pengalaman, hingga menghasilkan solusi berbeda berdasarkan analisis dari berbagai situasi. Mengingat kecerdasan AI yang mendekati kemampuan manusia, muncul pemikiran apakah AI bisa memiliki kedudukan sebagai subjek hukum.

Hasil berbagai penelitian terpenting mengatur AI secara spesifik. Sebab saat ini, hampir seluruh sendi kehidupan masyarakat bersentuhan dengan teknologi AI dari yang sederhana sampai rumit. Sekalipun teknologi AI memberi manfaat untuk membantu kegiatan masyarakat, tapi Ery mengingatkan ada juga risikonya.

Baca juga:

Tercatat sebuah perusahaan motor di Jepang yang menggunakan teknologi robot berbasis AI ternyata melakukan kesalahan, sehingga mencelakakan pekerja sampai tewas. Potensi serupa juga ditemukan dalam teknologi AI untuk keperluan medis seperti pengingat pasien untuk meminum obat. Berdasarkan beragam peristiwa itu diusulkan untuk dibentuk regulasi yang mengatur AI.

“Melihat perkembangan penggunaan teknologi AI bisa berdampak positif dan negatif maka perlu diatur lebih lanjut,” kata Ery dalam diskusi bertema ‘Fenomena Penggunaan Artificial Intelligence Sebagai Hak Kekayaan Intelektual Dalam Penjaminan Pada Kontrak Bisnis di Indonesia’, Jumat (21/6/2024).

Pengaturan terhadap AI menurut Ery penting, karena teknologi tersebut sangat dekat dengan kehidupan masyarakat. Setidaknya pengaturan itu memuat 3 aspek. Yakni substansi, struktur dan kultur. Untuk substansi beberapa hal penting yang harus diperhatikan terkait dengan hukum yang berlaku di Indonesia, hukum yang hidup di masyarakat (living law) dan hukum terkait agama. Pemenuhan terhadap berbagai aspek itu diharapkan dapat menghasilkan aturan yang adil, memberi manfaat, dan kepastian hukum.

“Tanpa kepastian hukum, teknologi yang bermanfaat malah berpotensi merugikan manusia. Maka perlu dipikirkan aturan spesifik tentang AI di mana aspek moral, dan etika menjadi hal mendasar,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama Dosen Hukum Perdata FH Undip, Siti Malikhatun Badriyah menambahkan, perdebatan hukum tentang AI yang paling mencuat antara lain tentang status teknologi ini apakah sebagai subjek atau objek hukum. Ai sudah digunakan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Walau penggunaan teknologi AI masif, tapi aturannya tergolong minim bahkan absen.

“Belum ada peraturan tentang AI yang cukup jelas di berbagai negara termasuk Indonesia,” imbuhnya.

Minimnya aturan tentang AI itu menurut Siti memunculkan silang pendapat dan perdebatan serta kontroversi di masyarakat. Ketidakjelasan status hukum AI berdampak pada penggunaan AI. Misalnya di sektor keuangan, di mana bank dan lembaga keuangan sudah menggunakan teknologi mutakhir abad ke-21 ini dalam beberapa hal seperti analisis kredit, penagihan dan lainnya. Saking cerdasnya AI bahkan dianalogikan seperti manusia.

“Yang terjadi kurang kepastian dan perlindungan hukum karena status AI belum jelas apakah sebagai subjek atau objek hukum,” urainya.

Tapi yang jelas sampai saat ini AI belum dapat diposisikan sebagai subjek hukum. Sebab aturan yang ada saat ini jelas menyebut subjek hukum merupakan orang atau badan usaha. Paling memungkinkan AI statusnya sebagai objek hukum karena sifatnya yang memiliki nilai ekonomis, dan bisa dikuasai subjek hukum. AI merupakan perangkat elektronik hasil karya manusia. AI bisa dikategorikan sebagai benda karena dalam pengawasan dan diprogram oleh manusia.

“AI memenuhi syarat sebagai benda karena punya nilai ekonomis dan bisa dikuasai subjek hukum. Maka AI bisa dikategorikan sebagai suatu benda yang dapat menjadi objek jaminan kebendaan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait