Hasil akhir perolehan suara di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 masih berproses karena KPU dan jajarannya belum tuntas melakukan rekapitulasi suara secara berjenjang di berbagai daerah. Kendati metode hitung cepat (quick count) hasil pemungutan suara Pemilu 2024 sudah dilansir sejumlah lembaga dan menunjukan salah satu pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden (Capres-Cawapres) yang meraih suara tertinggi, meninggalkan 2 paslon lainnya.
Sejak awal pemilu bergulir dugaan kecurangan santer disuarakan mayarakat sipil Kini, hal itu diteriakan lantang tim sukses 2 pasangan calon lain yakni pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-M Mahfud MD.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan hasil hitung cepat itu tidak bisa disalahkan, karena mengutip hasil penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS). Tapi yang perlu dikejar itu tinddakan atau perbuatan yang melahirkan hasil. Menurut Fickar hal itu yang dikualifikasi sebagai kecurangan.
Modus kecurangan acapkali terjadi di setiap perhelatan hajatan demokrasi, tak terkecuali Pemilu 2024. Dia mencatat sedikitnya ada 7 modus kecurangan pemilu. Pertama, vote buying atau beli suara. Modus ini tergolong konvensional karena umum terjadi setiap pemilu dan dipastikan juga terjadi dalam pemilu 2024. Pemilih biasanya dijanjikan imbalan dari tim sukses jika memilih kandidat tertentu.
“Vote buying terjadi di semua tingkatan dan marak di daerah yang minim pengawasan,” katanya dikonfirmasi, Senin (19/2/2024).
Baca juga:
- Koalisi Kecam Pelaporan 3 Aktor dan Sutradara Film 'Dirty Vote' Ke Polisi
- Lewat Film Dirty Vote, 3 Pakar HTN Bongkar Indikasi Pemilu Tidak Netral
Kedua, menyuap petugas penyelenggara pemilu. Fickar melihat modusnya para petugas ditawarkan imbalan agar mau mengalihkan perolehan suara dari kandidat yang tidak punya saksi di TPS. Jika modus ini ketahuan biasanya dalih yang digunakan adalah petugas telah melakukan kekeliruan dan salah tulis.