Akademisi Berharap Jaksa Agung Tidak Dijabat Anggota Parpol
Berita

Akademisi Berharap Jaksa Agung Tidak Dijabat Anggota Parpol

Jokowi sudah melakukan kesalahan dengan menempatkan kader partai politik di posisi Menkumham.

ANT/RED
Bacaan 2 Menit

"Jokowi tidak boleh salah memilih jaksa agung mengingat pos jabatan tersebut sangat penting dan strategis dalam penegakan hukum. Jaksa agung harus berintegritas, memiliki kapasitas, paham teknis hukum, dan terbebas dari konflik kepentingan," katanya.

Menurut Rudolfus, harapan masyarakat yang telah diberikan kepada Jokowi dan Jusuf Kalla dalam konteks penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di negera ini, harus benar-benar dilaksanakan dan harus menjadi agenda pokok.

Oleh karena itu, katanya, hal tersebut harus diperlihatkan dalam sejumlah langkah strategis, termasuk penempatan pejabat di institusi penegakan hukum, seperti di Kejaksaan Agung tersebut. "Jadi Jokowi jangan hanya bicara soal penegakan hukum, tetapi juga harus bisa buktikan dengan laku tindakan saat penempatan pejabatnya," kata Rudolfus.

Secara kelembagaan, katanya, kejaksaan merupakan institusi yang "mengeksekusi" upaya penegakan hukum sehingga harus dipimpin oleh figur yang gigih berjalan di atas aturan. "Tidak mudah terpengaruh dan diintervensi dan punya integritas baik," katanya.

Dia mengatakan langkah awal Jokowi menempatkan Yasonna Hamonangan Laoly, seorang kader PDI Perjuangan sebagai Menteri Hukum dan HAM, menjadi suatu "kesalahan" sehingga tidak boleh lagi terulang di institusi penegak hukum lainnya, seperti Kejaksaan Agung.

"Saya kira Menkum HAM yang dijabat seorang anggota partai politik, harus menjadi catatan khusus dan harus terus diawasi," kata Rudolfus.

Sebelumnya, Koordiantor Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan menolak politisi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) HM Prasetyo sebagai jaksa agung.

Tags:

Berita Terkait