Ahli Sebut Pengelolaan BUMN Cenderung Kapitalis dan Liberalis
Berita

Ahli Sebut Pengelolaan BUMN Cenderung Kapitalis dan Liberalis

Bagi ahli perusahaan holding BUMN memberi peluang besar kepada pemerintah melakukan privatisasi BUMN di luar kontrol atau persetujuan publik (DPR).

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Diterangkan Agus, UU BUMN telah mendorong secara subjektif keuntungan dan investasi pada beberapa rezim pemerintahan untuk memberi perizinan atau penyerahan tata kelola aset negara (sumber daya alam/SDA) pada kelompok kapitalis swasta dan asing.

 

Dalam penelitiannya, tahun 2018 berjudul “The Concept of Indonesia Raya Incorporated Conforms The Constitution of Economics” menunjukkan telah terjadi kesenjangan kepemilikan aset negara antara BUMN, BUMD dengan swasta. “Hal ini terjadi akibat liberalisasi tata kelola SDA di Indonesia yang menunjukkan angka kemiskinan di wilayah kekuasaan bisnis kelompok kapitalis,” kata dia.

 

Baginya, korupsi terbesar bukan hanya masalah tertangkap tangan oknum yang merampas  uang APBN atau suap, tetapi hilangnya aset negara (SDA) oleh oknum yang memberi perizinan kepada pihak kapitalis swasta. “Untuk itu, subjektivitas keuntungan dan investasi pengelolaan SDA pemerintah pusat dan daerah menyerahkan eksploitasi SDA kepada kapitalis swasta, bukan pada kedaulatan ekonomi rakyat,” tegasnya.

 

“Seharusnya seluruh masyarakat saat ini dapat memiliki saham di BUMN demi kedaulatan ekonomi rakyat.”

 

Menurutnya, kebijakan holdingnisasi BUMN yakni beralihnya saham pemerintah di BUMN ke anak perusahaan holding sangat subjektif dalam upaya pengelolaan privatisasi BUMN. Sebab, perusahaan BUMN yang dilepas sahamnya oleh pemerintah kepada perusahaan BUMN lain mengakibatkan kerugian langsung kepada negara. Diantaranya, kehilangan economic gain secara langsung karena value of asset berpindah ke sebuah holding, kehilangan hak langsung atas deviden sebuah perusahaan holding.

 

“Untuk itu, perusahaan holding BUMN memberi peluang besar kepada pemerintah melakukan privatisasi BUMN di luar kontrol atau persetujuan publik (DPR),” katanya. (Baca juga: Ahli Sebut Peran BUMN Cenderung Eksploitatif)

 

Sebelumnya, Albertus Magnus Putut Prabantoro dkk selaku Pemohon mendalilkan kedua pasal tersebut merugikan hak konstitusionalnya sebagai warga negara. Pemohon menyatakan keberadaan pasal-pasal tersebut telah diselewengkan secara normatif dan menyebabkan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham Perusahaan Persero.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait