Ahli Sebut Kewenangan MKD Langgar Konstitusi
Berita

Ahli Sebut Kewenangan MKD Langgar Konstitusi

Kewenangan MKD juga melanggar putusan MK No. 76/PUU-XII/2014.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Menurutnya, apabila kewenangan MKD memberi pertimbangan ingin dipertahankan seharusnya normanya diberi batas waktu tertentu. “Seperti UU lain yang memberi batas waktu terhadap kewenangan tertentu. Hanya cara ini yang paling tepat secara konstitusional bila ingin mempertahankan norma ini,” katanya. (Baca Juga: Ahli: Pemanggilan Paksa DPR Mesti Dimaknai Pengawasan terhadap Pemerintah)

 

Sidang uji materi Pasal 73 ayat (3) dan ayat (4) huruf a dan c, Pasal 122 huruf k, dan Pasal 245 ayat (1) UU MD3 ini diajukan empat pemohon yakni Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK); Partai Solidaritas Indonesia (PSI); Zico Leonard Djagardo Simanjuntak dan Josua Satria Collins; Ketua Umum PB PMII Agus Mulyono Herlambang, Muhammad Hafidz dan Abda Khair Mufti; Osmas Mus Guntur, Andreas Joko, Elfriddus Petrus Mega melalui kuasa hukumnya Bernadus Barat Daya; Soelianto Rusli, Sandra Budiman, Tirtayasa melalui kuasa hukumnya Rinto Wardana.

 

Ketiga pasal tersebut mengatur hak DPR memanggil paksa dengan bantuan polisi; melaporkan semua elemen masyarakat yang merendahkan kehormatan DPR; dan hak imunitas ketika ada dugaan tindak pidana di luar tugasnya sebagai anggota DPR yang “menghidupkan” kembali peran Majelis Kehormatan Dewan (MKD) dalam UU MD3 itu.

 

Pada umumnya, para Pemohon mendalilkan pasal-pasal tersebut merupakan bentuk upaya menghadap-hadapkan institusi DPR dengan warga masyarakat selaku pemegang kedaulatan. Hal ini menjadi kontradiktif dengan desain konstitusional DPR yang dihadirkan sebagai instrumen untuk mengontrol perilaku kekuasaan (pemerintahan), bukan mengontrol perilaku rakyatnya.  

Tags:

Berita Terkait