Ahli Sebut Jamsos TNI dan Polri Sebaiknya Tetap Harus Dibedakan
Berita

Ahli Sebut Jamsos TNI dan Polri Sebaiknya Tetap Harus Dibedakan

Hal wajar bila para pemohon mendapat kompensasi jaminan sosial yang berbeda dengan pegawai pada umumnya karena pengabdiannya seumur hidup kepada bangsa dan negara.

Aida Mardatillah
Bacaan 4 Menit
Gedung MK. Foto. RES
Gedung MK. Foto. RES

Sidang lanjutan pengujian Pasal 65 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) terkait rencana pemerintah bakal mengalihkan PT Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan pada 2029 yang dipersoalkan sejumlah purnawirawan. Pemohonnya, Mayjen TNI (Purn) Endang Hairudin; Laksamana TNI (Purn) M. Dwi Purnomo; Marsma TNI (Purn) Adis Banjere; dan Kolonel TNI (Purn) Ir. Adieli Hulu. Agenda sidang mendengarkan dua ahli para pemohon.

Dalam keterangannya, Imam Supriadi selaku ahli pemohon menilai pengabdian prajurut TNI dan anggota Polri seumur hidup yang membedakan peserta Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) dengan pensiunan BPJS Ketenagakerjaan. Persamaan keduanya sama-sama menyandang sebagai pensiunan.

Secara implisit, pemerintah mengakui para pemohon tidak bisa disamakan dengan pegawai pada umumnya. Dengan demikian, para pemohon perlu diberikan jaminan sosial (jamsos) yang berbeda sebagai bentuk penghargaan terhadap pengabdian seumur hidup sejak memasuki dinas militer hingga meninggal dunia. Hal wajar bila para pemohon mendapat kompensasi jaminan sosial yang berbeda karena pengabdian seumur hidup kepada bangsa dan negara.

Apakah para Pemohon akan menerima manfaat pensiun yang berbeda dengan BPJS Ketenagakerjaan? Sebagai contoh, manfaat pensiun ke-13. Jika jawabannya ya, berarti ada ketidakseragaman program jaminan pensiun yang tidak sesuai dengan keinginan Presiden dan BPJS Ketenagakerjaan untuk mewujudkan jaminan sosial berdasarkan prinsip gotong royong tanpa membedakan profesi warga negara Indonesia.

“Kalau jawabannya tidak, pensiunan BPJS Ketenagakerjaan akan memperoleh manfaat yang sama dengan para Pemohon. Kondisi ini menciderai rasa keadilan bagi para pemohon karena tidak adanya perbedaan antara pensiunan BPJS Ketenagakerjaan dengan para pemohon,” ujar Imam dalam persidangan, Kamis (18/9/2020) seperti dikutip laman MK. (Baca Juga: Peralihan Asabri ke BPJS Tak Kurangi Manfaat Peserta)

Ahli Pemohon lain, Djoko Sungkono menanggapi pernyataan BPJS Ketenagakerjaan (Pihak Terkait) dalam sidang pada 23 Juli 2020 yang menyatakan para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dan permohonan para pemohon bersifat prematur.

“Permohonan para pemohon sangat beralasan, tidak bersifat prematur, dan dapat ditinjau dari sisi manfaat selaku peserta PT Asabri (Persero). Kita ketahui Asabri memiliki jaminan hari tua, jaminan kematian, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan pensiun serta pinjaman uang muka KPR dan pinjaman polis,” kata Djoko. 

Djoko menjelaskan risiko yang besar dari tugas TNI dan Polri memerlukan nilai jaminan sosial yang disebut gugur, yang tidak terdapat pada BPJS Ketenagakerjaan. Jaminan program yang saat ini menjadi fokus permohonan para pemohon adalah jaminan pensiun dan jaminan hari tua. Hal ini berkaitan erat dengan kondisi para pemohon sebagai purnawirawan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun, jaminan pensiun adalah jaminan sosial untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi peserta atau ahli warisnya dengan memberi penghasilan setelah peserta memasuki masa pensiun, mengalami cacat total, atau meninggal dunia.

Melihat perbandingan manfaat program jaminan pensiun yang diberikan PT Asabri (Persero) dengan BPJS Ketenagakerjaan, diketahui jumlah maksimal gaji pensiun yang diterima PT Asabri yaitu 75 persen dari gaji pokok. Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan hanya 40 persen dari gaji pokok.

“Bila diilustrasikan dengan gaji PNS golongan IVa sebesar 5 juta rupiah, maka peserta jaminan pensiun PT Asabri (Persero) akan menerima gaji maksimal 3.750.000 rupiah. Sedangkan peserta pensiun BPJS Ketenagakerjaan akan menerima gaji maksimal 2 juta rupiah. Dari hal ini terlihat perbedaan yang cukup signifikan,” bebernya.

Di sisi lain, nilai manfaat santunan kematian yang diberikan PT Asabri meliputi prajurit TNI, anggota Polri, PNS Kementerian Pertahanan, dan Polri untuk peserta aktif, pensiun dan keluarga. Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan terbatas pada tenaga kerja aktif saja. Beberapa karakteristik yang melekat pada peserta PT Asabri yang tidak bisa dianggap kecil, seperti adanya pensiun ke-13 yang belum diterapkan BPJS Ketenagakerjaan.

Djoko menerangkan pada kasus tertentu seperti usia pensiun prajurit tamtama, bintara, dan perwira, serta PNS Kementerian Pertahanan dan Polri, apakah bisa sesuai seperti usia pensiun di BPJS Ketenagakerjaan yang setiap tiga tahun dinaikkan satu tahun?

Belum lagi, dalam PP No. 45/2015 disebutkan iuran program pembayaran pensiun akan ditinjau setiap tiga tahun, dimulai pada 2019. Peningkatan iuran program pensiun BPJS Ketenagakerjaan diprediksi tidak mudah dilakukan karena kondisi ekonomi makro belum sebagaimana diharapkan, ketidaksetujuan pegawai iuran pembayaran pensiun dinaikkan, serta kondisi tak terduga lain seperti adanya pandemi Covid-19 saat ini.

Sebelumnya, para pemohon mempersoalkan Pasal 65 UU BPJS. Mereka menganggap hak konstitusionalnya akan dirugikan karena ada potensi penurunan manfaat program jika dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan. Padahal, mereka selama ini telah menikmati manfaat prima yang diberikan oleh PT Asabri.

Selengkapnya, Pasal 65 ayat (1) berbunyi, “PT Asabri (Persero) menyelesaikan pengalihan program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat tahun 2029.” 

Asabri bentuk wujud keadilan pemerintah atas perlindungan jaminan sosial yang memadai bagi TNI dan Polri sehubungan risiko kematian (gugur atau tewas) dalam melaksanakan tugas. Ketentuan penyelenggaraan program asuransi sosial angkatan bersenjata ini dilakukan terpisah dari asuransi PNS yang diatur PP No. 44 Tahun 1971 tentang Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata.

Menurutnya, data pribadi peserta baik prajurit TNI maupun Polri harus dijaga kerahasiaannya karena menyangkut profesi jabatan yang diemban. Sifat ketenagakerjaan prajurit TNI dan anggota Polri berbeda dengan sifat ketenagakerjaan yang diatur UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.  Seperti, jam kerja, lembur, upah, cuti, kebebasan berserikat.

Baginya, UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang memberi jaminan kebutuhan dasar hidup layak setiap peserta dan/atau anggota keluarganya berdasarkan asas-asas umum, seperti asas manfaat yang selama ini telah diperoleh dan dirasakan para anggota TNI dan Polri baik aktif ataupun pensiunan PT Asabri. Karena itu, ketentuan Pasal 65 ayat (1) UU BPJS bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Tags:

Berita Terkait