Ia juga mengatakan aktivitas online lainnya yang mengganggu akhir-akhir ini di internet adalah doxing atau membuka data diri seseorang dan membagikannya di ruang publik tanpa persetujuan si pemilik data diri.
Untuk hal itu, segala kegiatan pengolahan data pribadi harus dilakukan dengan melindungi keamanan data pribadi dari berbagai tindak pidana, seperti akses dan pengungkapan tanpa izin, penyalahgunaan, perusakan dan atau penghapusan data pribadi.
Pada kesempatan yang sama, dosen hukum pidana FH UB, Dr Yuliati mengatakan dalam praktiknya, pembobolan data pribadi sering kali mengarah pada bentuk kejahatan yang serius. Oleh karena itu penting untuk mengakomodir konsep dan prinsip pencegahan kejahatan dalam Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).
“Pada dasarnya UU PDP mengatur mengenai pencegahan kejahatan, meskipun tidak diatur secara khusus dalam bab tersendiri. Hakikat pencegahan kejahatan dapat dilihat pada ketentuan pasal 16 ayat 46 yang mewajibkan pengendali data pribadi memberitahukan kegagalan perlindungan data pribadi secara tertulis paling lambat 3x24 jam kepada subjek dan lembaga data pribadi,” tuturnya.
Sejalan dengan kebijakan pencegahan kejahatan, ketentuan ini bertujuan untuk memitigasi risiko kebocoran data dan mendorong perusahaan untuk memperkuat keamanan data dan mengambil tindakan untuk memulihkan kerugian.
Untuk memperkuat aturan dalam UU PDP, ia merekomendasikan agar pemerintah menambahkan peraturan tentang pemberitahuan pelanggaran data untuk juga memasukkan pengecualian terhadap persyaratan pemberitahuan. UU PDP telah mengatur penyelesaian perselisihan dan menempatkan pengadilan sebagai salah satu lembaga yang akan menyelesaikan perselisihan.