Ahli: Penggunaan Sistem Noken Harus Dihargai
Berita

Ahli: Penggunaan Sistem Noken Harus Dihargai

KPU Papua bantah kalau banyak TPS di Papua pasangan Jokowi-JK mendapat 100 persen suara.

ASH
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan perselisihan hasil pemilu presiden dan wakil presiden (PHPU) dengan agenda pemeriksaan saksi, Rabu (13/9). Kali ini, yang mendapat kesempatan menghadirkan saksi adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku Termohon. Selain saksi, KPU menghadirkan seorang ahli bernama Sangaji yang menerangkan pelaksanaan sistem noken (ikat/kesepakatan) yang berlaku di Papua.

Mantan Anggota KPU Provinsi Papua ini mengatakan pemungutan suara dengan sistem noken merupakan kearifan lokal yang perlu diberi ruang bagi masyarakat Papua. Sebab, penggunaan sistem noken sudah diterapkan sejak Pemilu 1971 pertama di Irian Jaya hingga Pemilu 2014 ini.

“Sejak Pemilu 1971 hingga Pemilu 2009 tak pernah dipersoalkan sistem noken ini. Kalaupun pernah dipersoalkan dalam sengketa Pemilu 2009 di MK, tetapi melalui putusan bernomor 47-48/PHPU.A/VI/2009 tanggal 9 Juni 2009, MK tidak membatalkan hasil pemungutan suara dengan sistem noken di daerah pendalaman Papua,” kata Sangaji di ruang sidang MK, Rabu (13/8).

Dia mengakui penggunaan sistem noken tidak sesuai asas langsung dan rahasia.  Namun, nilai budaya lokal di Papua terkait penggunaan sistem noken ini harus dihormati yang tidak boleh diabaikan oleh penyelenggara pemilu. “Kalau sistem noken ini ditolak penyelenggara pemilu di tingkat TPS, PPS, PPD, masyarakat adat pegunungan di Papua tidak menggunakan hak pilihnya,” kata Sangaji.      

Menurutnya, penggunaan sistem noken sebagai kearifan lokal perlu dilihat dari sisi pengertian demokrasi yang lain. Yakni, bagaimana memadukan berbagai kesepakatan yang muncul dari kehendak masyarakat adat untuk memilih calon pemimpinnya.

“Marilah kita beri tempat sistem noken sebagai kearifan lokal di pedalaman Papua untuk memperkaya budaya bangsa. Proses sistem noken ini perlu dimasukkan dalam UU Pemilu karena selama ini sistem noken inisiatif masyarakat,” usulnya.

Dia menjelaskan penggunaan sistem noken, sebagai pengganti pemungutan suara, tidak seragam untuk masing-masing kabupaten di daerah-daerah pegunungan. Tetapi, umumnya pemilihan dengan sistem noken didasarkan kesepakatan bersama sekelompok orang yang dipimpin tokoh masyarakat/kepala suku.

“Model sistem noken tergantung penyebaran penduduk dan  kondisi georafis setiap kampung itu. Kalau daerah terisolir penggunaan sistem noken akan ditarik ke tingkat PPD.”    

Dia melanjutkan proses penggunaan sistem noken bervariasi. Ada sekelompok orang yang dipimpin kepala sukunya datang ke TPS, lalu Kepala sukunya meminta sekelompok orang tertentu memilih pasangan tertentu dan memasukkan surat suara ke dalam noken. “Berapa untuk pasangan A dan berapa untuk pasangan B, setelah dimusyawarahkan,” katanya.  

Selain itu, sistem noken dengan model ikat dimana pemilih sekelompok di kampung tertentu langsung memberikan suaranya kepada parpol atau pasangan tertentu sesuai DPT. “Dalam praktiknya sistem noken lebih banyak di tingkat PPS daripada tingkat PPD dan biasanya disertai dengan berita acaranya,” katanya.

Kuasa hukum pemohon, Maqdir mempertanyakan apakah penggunaan sistem noken antara Pemilu 2004 dan Pemilu 2014 itu sama? Sangaji menjawab sama. “Daerah pedalaman di kabupaten A, distrik x dari tahun ke tahun proses pemilihannya sama. Tetapi, dengan kabupaten B distrik y tentunya berbeda prosesnya,” jelasnya.

Sebelumnya, kubu Prabowo-Hatta mempersoalkan ada sekitar 14 kabupaten di Papua tidak menggelar pilpres. Akan tetapi, justru pemungutan suara dilakukan dengan sistem noken (ikat), sehingga menyebabkan 1.596.277 suara tidak bisa menggunakan hak pilihnya dalam Pilpres 2014.

Sebelumnya, Ketua MK Hamdan Zoelva pernah menyatakan kalau sistem perwakilan pemilih atau noken tidak bisa digunakan untuk pemilu maupun pemilukada daerah lainnya. MK mengakui kalau sistem noken itu konstitusional. Tetapi, sistem itu tidak bisa digeneralisasi berlaku di seluruh daerah di Indonesia.

Bantahan
Dalam persidangan ini, saksi dari KPU Provinsi Papua membantah tudingan kesaksian Novela kalau di Kampung Awaputu, Paniai Timur tidak ada Pilpres. “Itu perkataannya sebagai orang dalam partai,sebagai penyelenggara dan mendapatkan data itu (perolehan suara) dilaksanakan. Versi dia adalah versi yang salah, nanti Ketua KPU Paniai akan menjelaskan,” kata saksi dari KPU bernama Beatrix Wanane.

Lalu, Hakim Konstitusi Patrialis Akbar menanyakan pada Pilpres 9 Juli lalu, Kabupaten Paniai menggunakan pemilihan langsung atau sistem noken (adat)? “Dari 16 kabupaten dari 29 kabupaten di Papua menggunakan sistem noken termasuk kabupaten Paniai,” jawab Beatrix.

Beatrix juga membantah kalau banyak TPS di Papua yang perolehan suara pasangan Prabowo-Hatta mendapat 0 persen, sementara Jokowi-JK mendapat 100 persen. “Saya membantah dan menolak karena dari 29 kabupaten, itu hanya terjadi di Kabupaten Dogiyai dimana Prabowo-Hatta memperoleh 0. 28 kabupaten lainnya perolehan suara kedua pasangan berimbang,” katanya.

Bahkan, perolehan suara pasangan nomor urut satu mencapai 100 persen terjadi di Kabupaten Yahukimo dan Lanijaya. “‎Yahukimo itu di sana pasangan calon nomor urut dua itu nol. Di Lanijaya, dua distrik yang juga pasangan calon nomor urut dua itu nol. Dari 29 kabupaten, 2 kabupaten diantaranya pasangan calon nomor urut satu unggul,” ujar Beatrix.

Sementara Ketua KPU Kabupaten Dogiyai, Digimus Dogomo mengungkapkan saat rekapitulasi di tingkat kabupaten pada 17 Juli dia mempersilahkan Bupati Dogiyai memberi kata sambutan untuk memberi pemahaman politik. “Pidato itu atas permintaan bupati,” kara Digimus.

Saat berpidato itu, tutur Digimus, sang bupati menyatakan jika suara diberikan kepada pasangan Prabowo-Hatta ada uang yang membuat rakyat Dogiyai marah. “Sebagian rakyat di luar sidang pleno mengamuk, ini suara rakyat Dogiyai, kami tidak membutuhkan uang,” katanya menirukan ucapannya.    

“Saat rekap, ada usulan Panwaslu agar 2 kecamatan harus dihitung ulang, tetapi tidak kita lakukan karena kesulitan pengiriman logisltik.”

Tags: