Ahli: Masa Konsesi Penguasaan Jalan Tol Open Legal Policy
Berita

Ahli: Masa Konsesi Penguasaan Jalan Tol Open Legal Policy

Bayu menganggap Pasal 50 ayat (6) UU Jalan tidaklah bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD Tahun 1945. Justru, Pasal 50 ayat (6) UU Jalan mengandung kepastian hukum yang adil dan bermanfaat bagi orang banyak.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi Jalan Tol. Foto: Sgp
Ilustrasi Jalan Tol. Foto: Sgp

Sidang lanjutan pengujian Pasal 50 ayat (6) Undang-Undang (UU) No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan (UU Jalan) terkait konsesi penguasaan jalan tol kembali digelar. Sidang kali ini giliran mendengarkan keterangan ahli dari pihak pemerintah. Salah satu ahli yang dihadirkan adalah Dosen Hukum Tata Negara Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono.

 

Dalam pandangannya, Bayu menilai frasa “jangka waktu tertentu” dalam Pasal 50 ayat (6) UU Jalan terkait konsesi penguasaan jalan tol merupakan open legal policy (kebijakan  hukum terbuka). Artinya, ada kebebasan pembentuk UU untuk mengatur atau tidak mengatur materi tertentu dalam UU yang dikategorikan sebagai kebijakan hukum terbuka.

 

“Pembentuk UU dikatakan bersifat terbuka ketika UUD 1945 sebagai norma yang lebih tinggi tidak mengatur atau tidak memberi batasan yang jelas mengenai apa dan bagaimana materi tertentu diatur oleh UU,” kata Bayu di ruang sidang MK, Selasa (24/4/2018). (Baca Juga: Begini Tanggapan Pemerintah Atas Pengujian Aturan Konsesi Jalan Tol)

 

Sebaliknya, kata dia, kebijakan hukum tertutup manakala UUD Tahun 1945 telah memberi batasan jelas mengenai apa dan bagaimana suatu materi harus diatur dalam UU. Menurutnya, kebijakan hukum terbuka dapat diartikan pembentuk UU menentukan subjek, objek, perbuatan, peristiwa dan akibat yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

 

“Terdapat kebebasan pembentuk UU untuk mengambil kebijakan hukum karena UUD tidak mengatur batasan yang jelas,” jelasnya.  

 

Baginya, ketika norma UU masuk dalam wilayah kebijakan hukum terbuka dianggap sesuai konstitusi dan tidak bertentangan dengan UUD Tahun 1945. “Selama ini menurut MK norma tersebut masuk sesuai UUD Tahun 1945 dan tidak bertentangan.”  

 

Karena itu, menurutnya Pasal 50 ayat (6) UU Jalan masuk dalam konteks sesuai UUD 1945 dan tidak bertentangan dengan UUD 1945. Sebab, UUD Tahun 1945 memang tidak mengatur atau memberi batasan yang jelas mengenai jangka waktu penguasaan konsensi jalan tol. “Pasal 50 ayat 6 merupakan kebijakan dari pembentuk UU dalam rangka melengkapi peraturan UUD 1945,” katanya.

 

Dia melanjutkan kuncinya sesuai beberapa putusan MK, kebijakan hukum terbuka tetap perlu diberi batasan-batasan agar tidak menimbulkan kesewenang-wenangan negara. Dalam konteks ini, kebijakan pembentuk UU yang memilih tidak menentukan jangka waktu konsesi penguasaan jalan tol dalam UU tidak melanggar nilai moral, ketertiban umum, tuntutan yang adil.  

 

Menurutnya, sungguh tidak adil bila menyamakan masa konsensi penguasaan bagi setiap jalan tol. “Karena, adanya perbedaan variable penghitungan investasi antara satu ruas jalan tol dengan ruas jalan tol lain, kemampuan bayar jalan tol, volume lalu lintas, dan pengguna jalan tol,” dalihnya.

 

Selain itu, frasa “jangka waktu tertentu” dalam Pasal 50 ayat (6) UU Jalan memiliki kepastian hukum. Karena itu, ia berkeyakinan bahwa frasa “jangka waktu tertentu” itu tidaklah bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD Tahun 1945. “Justru, Pasal 50 ayat (6) UU Jalan mengandung kepastian hukum yang adil dan bermanfaat bagi orang banyak,” tegasnya.

 

Sebelumnya, Pemohon Mohammad Taufik Makarao dan Abdul Rahman Sabar melalui kuasa hukumnya Arifudin, mempersoalkan Pasal 50 ayat (6) UU Jalan terkait konsesi penguasaan jalan tol yang dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum karena jangka waktu konsesi jalan tol tidak jelas.

 

Menurut Pemohon yang berprofesi sebagai PNS ini, menganggap pembayaran tol yang dibebankan masyarakat pengguna jalan tol tidak pernah dipersoalkan. Padahal, beban biaya atas pemakaian jalan tol tanpa ada kejelasan batas waktu konsesi berakibat pada ketidakpastian beban biaya yang ditanggung Pemohon dan masyarakat pengguna jalan tol.

 

Pasal 50 ayat (6) UU Jalan menyebutkan, “konsesi pengusahaan jalan tol diberikan dalam jangka waktu tertentu untuk memenuhi pengembalian dana investasi dan keuntungan yang wajar bagi usaha jalan tol.”

 

Pemohon menilai frasa “dalam jangka waktu tertentu” dalam Pasal 50 ayat (6) UU Jalan ini tidak tepat dan tidak jelas, sehingga dapat mengakibatkan kerugian bagi negara dan masyarakat. Sebab, dihubungkan dengan Pasal 39 ayat (6) UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang berbunyi “Izin, Dispensasi, atau Konsesi tidak boleh menyebabkan kerugian negara.”

 

Karena itu, Pemohon meminta MK menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 apabila frasa “dalam jangka waktu tertentu” dalam Pasal 50 ayat (6) tidak dimaknai “dalam jangka waktu paling lama 20 tahun” untuk memenuhi dana investasi dan keuntungan bagi pengusaha jalan tol. 

Tags:

Berita Terkait