Ahli: KPK Berwenang Menuntut TPPU
Berita

Ahli: KPK Berwenang Menuntut TPPU

Meski tidak diatur secara spesifik, KPK berwenang menuntut perkara TPPU.

NOV
Bacaan 2 Menit
Ahli: KPK Berwenang Menuntut TPPU
Hukumonline

Undang-undang No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) memberikan kewenangan KPK untuk menyidik perkara TPPU yang tindak pidana asalnya korupsi. Namun, UU itutidak mengatur secara spesifik kewenangan KPK dalam melakukan penuntutan perkara TPPU.

Hal tersebut membuat dua hakim anggota perkara Luthfi Hasan Ishaaq, I Made Hendra dan Joko Subagyo menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam putusan sela. Keduanya menganggap penuntut umum KPK tidak berwenang menuntut perkara TPPU, sehingga dakwaan TPPU Luthfi tidak dapat diterima.

Mengingat suara kedua hakim hanya minoritas, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta melanjutkan pemeriksaan perkara Luthfi dengan agenda pemeriksaan saksi. Pendapat kedua hakim ini menarik karena UU No.8 Tahun 2010 tidak mengatur secara khusus kewenangan KPK menuntut perkara TPPU.

Padahal, KPK telah melakukan penuntutan perkara TPPU Wa Ode Nurhayati yang sekarang putusannya sudah berkekuatan hukum tetap. Polemik kewenangan KPK dalam penuntutan perkara TPPU mendapat tanggapan dari mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein.

Dia mengatakan, meski tidak secara spesifik diatur dalam UU No.8 Tahun 2010, KPK berwenang melakukan penuntutan perkara TPPU sepanjang tindak pidana asalnya adalah korupsi. “Coba lihat ketentuan Pasal 75 UU No.8 Tahun 2010,” katanya kepada hukumonline, Minggu (21/7).

Pasal 75 UU No.8 Tahun 2010 mengatur, dalam hal penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asal, penyidik menggabungkan penyidikan tindak pidana asal dengan penyidikan tindak pidana pencucian uang dan memberitahukannya kepada PPATK.

Yunus melanjutkan, apabila KPK dianggap tidak berwenang menuntut perkara TPPU, untuk apa UU No.8 Tahun 2010 meminta penggabungan penyidikan tindak pidana asal dengan TPPU. Penuntut umum KPK merupakan penuntut umum yang berasal dari Kejaksaan. Keduanya, sama-sama penegak hukum.

Apabila mengacu pada Pasal 2 ayat (4) UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, sangat jelas disebutkan bahwa peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Penjelasan Pasal 2 mendefinisikan “sederhana” sebagai pemeriksaan dan penyelesaian perkara secara efisien dan efektif.

“Kalau dipisah-pisah alangkah tidak efisiennya. Padahal, sejak awal penyidikan, UU No.8 Tahun 2010 sudah meminta untuk digabung. Tiba-tiba penuntutannya dipecah, korupsinya ke KPK, TPPU-nya ke Kejaksaan. Apakah ini menjadi lebih efisien dan efektif? Dua-duanya kan penegak hukum juga,” ujar Yunus.

Kewenangan KPK menuntut perkara TPPU nantinya berkaitan dengan kewenangan Pengadilan Tipikor dalam mengadili perkara TPPU. Pasal 6 huruf b UU No.26 Tahun 2009 menyebutkan, Pengadilan Tipikor berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara TPPU yang tindak pidana asalnya korupsi.

Yunus menyatakan, pengadilan sudah mengakui kewenangan KPK dalam menuntut perkara TPPU. Sebagai contoh, ketika KPK melakukan penuntutan terhadap mantan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR, Wa Ode Nurhayati. Putusan Wa Ode yang sekarang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht), dapat dijadikan yurisprudensi.

Dia menambahkan, kewenangan KPK menuntut perkara TPPU lebih baik diatur secara spesifik dalam UU No.8 Tahun 2010, sehingga tidak mengundang perdebatan di kemudian hari. Namun, pada dasarnya KPK berwenang melakukan penuntutan perkara TPPU yang tindak pidana asalnya korupsi.

Senada, pengajar Pusat Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Kejaksaan RI, Adnan Pasliadja juga menyatakan KPK berwenang menuntut perkara TPPU. Dalam menjalankan kekuasaan negara di bidang penuntutan, jaksa adalah satu dan tidak terpisahkan. Jaksa yang boleh menjadi penuntut umum di KPK adalah jaksa dari Kejaksaan.

“TPPU harus ada tindak pidana asalnya. Sepanjang tindak pidana asalnya korupsi, yang menuntut TPPU-nya adalah penuntut umum yang menuntut tindak pidana korupsinya. Kalau tindak pidana korupsinya dituntut oleh KPK, maka KPK juga berwenang menuntut TPPU-nya yang berasal dari tindak pidana korupsi,” tuturnya.

Menurut Adnan, walau UU No.8 Tahun 2010 tidak mengatur spesifik, KPK tetap berwenang menuntut perkara TPPU yang tindak pidana asalnya korupsi. Sama halnya dengan Kejaksaan. Saat Kejaksaan melakukan penuntutan terhadap perkara korupsi, Kejaksaan pula yang melakukan penuntutan TPPU-nya.

“Jadi, siapa yang menuntut tindak pidana asalnya, maka dia jugalah yang menuntut TPPU. Kalau tindak pidana asalnya tindak pidana umum, yang menyidik adalah penyidik Polri. Setelah berkas dilimpahkan ke Kejaksaaan, penuntut umum Kejaksaan yang menuntut tindak pidana asalnya dan juga TPPU-nya,” tandasnya.

Tags:

Berita Terkait