Ahli: Fungsi Legislasi DPD Dikebiri Secara Sistematis
Berita

Ahli: Fungsi Legislasi DPD Dikebiri Secara Sistematis

Perlu ada penafsiran yang tepat terkait Pasal 22 ayat (2) UUD 1945.

ASH
Bacaan 2 Menit
Pakar Hukum Tata Negara Prof Saldi Isra berpendapat fungsi legislasi DPD dikebiri secara sistematis  . Foto: Sgp
Pakar Hukum Tata Negara Prof Saldi Isra berpendapat fungsi legislasi DPD dikebiri secara sistematis . Foto: Sgp

Pakar Hukum Tata Negara Prof Saldi Isra berpendapat praktik fungsi legislasi yang terjadi selama ini menempatkan DPD sebagai sub-ordinasi DPR. Padahal, sesungguhnya jika dicermati Pasal 22D UUD 1945, DPD memiliki fungsi yang sama DPR. Hal itu tercermin dalam fungsi yakni DPD dapat mengajukan RUU, DPD ikut membahas RUU, DPD dapat melakukan pengawasan, dan DPD dapat memberikan pertimbangan ke DPR atas RUU APBN.

“Namun, dalam praktik fungsi legislasi yang berlangsung selama ini menempatkan DPD benar-benar menjadi subordinasi,” kata Saldi saat memberi keterangan sebagai ahli dalam sidang lanjutan pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3), di Gedung MK, Rabu (19/12).            

Saldi mengatakan bentuk subordinasi itu bisa dilihat adanya kewenangan DPD mengajukan RUU kerap diposisikan sejajar (atau bisa lebih rendah) dengan usul RUU yang disampaikan anggota DPR. Padahal, UUD 1945 memberikan konstruksi yang berbeda, untuk mengajukan RUU bagi DPD dan usul RUU bagi anggota DPD.

“Alas konstitusional apa yang dipakai untuk mempersamakan antara pengajuan RUU dan usul pengajuan RUU bagi DPD dan anggota DPR?” kata Saldi.                

Ditegaskan Saldi, pengaturan kewenangan DPD dalam UU (UU MD3) terdapat pengembirian secara sistematis terhadap fungsi legislasi DPD. Pengebirian semakin parah apabila ditambah dengan praktik legislasi yang terjadi antara DPR dan DPD. Penyebabnya, tak adanya tafsir objektif dalam UU MD3 tentang fungsi legislasi DPD.

Apabila melihat keberadaan UU yang diharapkan mengesahkan fungsi itu, tidak ada satupun UU yang menempatkan DPD memiliki kedudukan yang sama dengan DPR. UU tersebut kebanyakan menempatkan DPR sebagai satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan legislasi.

“Kalaupun diturunkan ke tingkat UU, sejumlah UU yang ada dan pernah ada tidak pernah menempatkan DPD sebagai lembaga legislatif, terutama memberikan fungsi legislasi sebagai salah satu kamar di lembaga legislatif,” kata Saldi.

Karena itu, ia menyarankan desain fungsi legislasi DPD ke depan harus diupayakan memberi tafsir yang tepat merujuk pada wewenang legsilasi DPD menurut Pasal 22D UUD 1945. Dengan memberi tafsir yang tepat, wewenang DPD tidak hanya sebatas mengajukan dan ikut membahas RUU seperti yang dijalankan DPR dan Presiden.

“Apabila MK mau memberi tafsir yang lebih progresif makna persetujuan juga dinilai sebagai konsekwensi  dari pembahasan bersama, tidak keliru apabila DPD dilibatkan dalam proses pembentukan UU sampai pada proses persetujuan bersama,” kata ahli yang dihadirkan pemohon ini.

Ahli pemohon lainnya, Pakar Filsafat Hukum Universitas Parahyangan Bandung, Sidharta mengatakan, keberadaan DPD merupakan keinginan bersama dari segenap rakyat Indonesia. Menurut dia, DPD merupakan representasi keinginan rakyat saat mengikuti pemilihan umum.

“Mereka (rakyat) tidak ingin representasi mereka hanya menjadi simbol semata, seperti pernah terjadi dengan label utusan daerah selama 50 tahun dan berlanjut pada sekian tahun terakhir ini pascareformasi. Sangat berdosa jika membiarkan harapan masyarakat kandas begitu saja pada setiap kali pemilihan umum dengan dana milyaran terbuang,” kata Shidharta, yang juga menjadi dosen FH Universitas Diponegoro ini. 

Untuk diketahui, 18 anggota DPD dan beberapa warga negara memohon pengujian sejumlah pasal dalam UU MD3 dan UU PPP terkait kewenangan DPD dalam proses penyusunan rancangan undang-undang. Mereka berdalih kedua undang-undang itu telah mereduksi kewenangan DPD tanpa melibatkan DPD mulai dari pengajuan RUU hingga persetujuan RUU.

Padahal, RUU yang dibahas itu menyangkut kewenangan DPD. Mulai dari otonomi daerah, hubungan pemerintahan pusat dan daerah, hingga pertimbangan keuangan pusat dan daerah. Kewenangan DPD dijamin Pasal 22 ayat (2) UUD 1945. Karenanya, DPD meminta MK mempertegas penafsiran kewenangan DPD sebagai lembaga perwakilan daerah di pusat

Tags: