Ahli: Dewan Pengawas Hancurkan Independensi KPK
Berita

Ahli: Dewan Pengawas Hancurkan Independensi KPK

Menurut Denny, Dewan Pengawas senyatanya harus dimaknai sebagai masuknya kontrol, terutama kontrol eksekutif dalam tubuh KPK.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit

 

Diungkapkan Busyro, pemberantasan korupsi perlu dilakukan secara intensif, profesional, dan berkesinambungan karena merugikan keuangan negara, menghambat pembangunan nasional, serta memiskinkan rakyat secara terstruktur, masif dan sistematis. “Dalam rangkaian ketatanegaraan yang kontemporer, KPK sebagai lembaga independen kedudukannya sejajar dengan lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif,” kata Busyro sebagai Ahli Pemohon Perkara Nomor 70/PUU-XVII/2019 yang dimohonkan Fathul Wahid dkk.

 

Sedangkan Ridwan menerangkan dari perspektif hukum administrasi. “Izin dalam konteks hukum administrasi adalah organ pemerintah berdasarkan peraturan perundangan yang disyaratkan untuk satu aktivitas memerlukan pengawasan khusus,” kata Ridwan yang merupakan Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

 

Dilihat dari perspektif ilmu yang dikuasainya, Ridwan menyebut KPK adalah institusi yang dibentuk melalui UU yang dalam pembentukannya dilekati wewenang. Untuk menjalankan wewenang tersebut, diperlukan fungsionaris yang akan melaksanakan wewenang pada jabatan itu, diantaranya Dewan Pengawas KPK.

 

“Dewan Pengawas dan Pimpinan KPK berada dalam satu institusi yang kedua-duanya bertindak untuk dan atas nama institusi KPK, yang ada pembedaan mengenai fungsinya. Pembedaan itu secara eksplisit disebutkan dalam undang-undang,” ujar Ridwan yang juga Ahli Pemohon Perkara Nomor 70/PUU-XVII/2019.

 

Seperti diketahui, pengujian Perubahan UU KPK ada sekitar enam permohonan. Permohonan pertama diajukan 25 orang yang berprofesi sebagai advokat yang mengajukan uji formil dan materil atas Perubahan UU KPK. Pengujian formil UU No. 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK dan pengujian materiil terhadap Pasal 21 ayat (1) huruf a UU ini terkait konstitusionalitas keberadaan Dewan Pengawas KPK.

 

Permohonan kedua, diajukan oleh Gregorius Yonathan Deowikaputra yang berprofesi sebagai pengacara. Dia merasa dirugikan dengan kinerja DPR yang telah dipilih dan diberi mandat menjalankan fungsinya, antara lain fungsi legislasi yang tidak melaksanakan amanah tersebut secara baik, jujur, adil, terbuka, itikad baik, dan bertanggung jawab.  

 

Gregorius menilai proses pembentukan Perubahan Kedua UU KPK dapat dikatakan telah dilakukan secara tertutup dan sembunyi-sembunyi tanpa melibatkan atau meminta masukan masyarakat luas. Karena itu, dalam petitum permohonannya, pemohon meminta Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan proses pembentukan UU a quo bertentangan dengan UUD 1945 dan oleh karenanya harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Baca Juga: 25 Advokat Perkuat Alasan Uji UU KPK

Tags:

Berita Terkait