Agenda Privatisasi Terancam Molor
Utama

Agenda Privatisasi Terancam Molor

Lantaran belum disetujui oleh DPR, Meneg BUMN belum bisa memutuskan privatisasi beberapa perusahaan pelat merah. Kinerja beberapa BUMN ternyata memuaskan.

Ycb
Bacaan 2 Menit

 

Dana sebesar itu terdiri dari dua cara. Pertama, melempar saham baru (right issue) senilai Rp3-4 triliun. Kedua, secondary offering yang juga sebesar Rp3-4 triliun. Langkah pertama untuk menambah modal internal. Supaya struktur modalnya ideal, tak terlalu dibebani utang, jelasnya. Sedangkan langkah kedua, yah itu tadi, setor ke Pemerintah untuk APBN.

 

Sugi pun mengiyakan. Dalam waktu satu-dua hari ini, Sugi memastikan bakal mengantongi nama perusahaan penjamin biaya privatisasi alias underwriter BNI. BNI sudah berpengalaman dalam divestasi sebelumnya, ujar Sugi seusai membuka pameran produk sejumlah BUMN itu. Sebelumnya, divestasi BNI ditangani oleh Bahana Securities dan JP Morgan.

 

Namun, baik Sugi maupun Sigit mengingatkan, besaran dana yang hendak diraih sangat dipengaruhi oleh mekanisme pasar. Tergantung timing, sizing, dan pricin, ujar Sugi. Ungkapan yang sering dipakai Sugi jika ditanya soal divestasi.

 

Sayangnya, Sigit agak pesimis divestasi ini bisa segera terlaksana. Saya kira sulit mengingat kondisi sekarang ini, ujarnya lesu. Menurut Sigit, perkiraan realistisnya jatuh pada Agustus atau semester kedua. Namun, yang jelas Sugi menjamin tahun ini harus terlaksana. Makin cepat makin baik, ujarnya.

 

Berbeda dengan BNI yang sudah jelas gambaran ke depannya, Wika dan Jasa Marga justru masih kabur nasibnya. Wika yang bergerak di bidang konstruksi dan Jasa Marga yang ngurusi jalan tol hingga kini belum memperoleh underwriter.

 

Alasannya, DPR belum mengamini. Sudah keburu reses. Padahal sebelumnya kita sudah berusaha mendapatkan surat persetujuannya, keluh Sugi. Sugi berharap, ketika kalangan parlemen aktif kembali pada Mei, dia sudah bisa mengantongi restu tersebut.

 

Jasa Marga sebenarnya sudah menyampaikan rencana privatisasinya kepada Komisi XI DPR pada 13 Maret lalu. Di depan komisi yang menangani keuangan dan anggaran negara ini, Dirut Frans Satyaki Sunito ini membeberkan rencana penambahan dana baru, baik dari utang maupun terbit saham pertama kalinya (Initial Public Offering, IPO).

Halaman Selanjutnya:
Tags: