Agar Indover Tidak Bankroet
Berita

Agar Indover Tidak Bankroet

DPR setuju Indover diselematkan. Dalam hasil rapat Bank Indonesia dengan DPR terungkap Bank Indonesia akan menambah modal Bank Indover sekitar Rp7 triliun. Namun, ada resiko yang bakal ditanggung. Uang sebesar itu kemungkinan tidak kembali.

Sut/CRU
Bacaan 2 Menit
Agar Indover Tidak Bankroet
Hukumonline

Bak buah simalakama. Tidak diselamatkan salah, diselamatkan juga beresiko. Inilah yang terjadi pada Indonesische Overzeese Bank NV Amsterdam (Indover). Bank komersial yang berbadan hukum Belanda ini sedang sulit bernafas akibat krisis keuangan global. Kini status bank yang 100 persen sahamnya dimiliki oleh Bank Indonesia ini masuk dalam daftar pengawasan De Nederlansche Bank, bank sentralnya negeri kincir angin.

 

Lantas apa yang akan dilakukan oleh Bank Indonesia? Nampaknya bank sentral sepakat untuk menyelamatkan Indover dari kebangkrutan. Langkah Bank Indonesia ini diamini DPR. Tadi malam (23/10), DPR akhirnya menyetujui langkah penyelamatan Indover.

 

Dari bahan pertemuan Bank Indonesia dengan DPR tanggal 20 Oktober 2008 disebutkan, jika Indover tidak diselamatkan maka dampaknya berimbas pada kredibilitas Bank Indonesia, selaku pemegang saham Indover. Dimana pelaku pasar domestik maupun internasional akan berpandangan negatif terhadap otoritas moneter sekaligus pengawas perbankan nasional itu.

 

Potensi lainnya adalah turunnya peringkat (rating) lembaga keuangan Indonesia maupun rating pemerintah Indonesia di mata dunia. Kemudian, diperkirakan premi asuransi gagal bayar kredit (credit default swap) semua pinjaman luar negeri akan mahal. Dampak lainnya adalah potensi terjadinya imbas gagal bayar (cross default) karena pasar mempersepsikan default Indover sebagai default Bank Indonesia.

 

Potensi-potensi itu dapat mempengaruhi ketersedian dana bagi pelaku ekonomi dan lebih meningkatkan pembiayaan perdagangan (trade financing) yang sudah meningkat sejak terjadinya krisis keuangan global. Lalu terjadi peninjauan ulang atau renegosiasi penagihan awal, penghentian fasilitas perpanjangan deposito secara otomatis (roll-over), dan pembatasan fasilitas pinjaman luar negeri Indonesia.

 

Resiko tersebut akan menghambat kegiatan transaksi keuangan, memperburuk kondisi perbankan nasional, mengganggu kelancaran ekspor-impor, dan kegiatan sektor riil pada umumnya. Intinya, jika Indover tidak dibantu, maka dampak yang ditumbulkan cukup dasyat. Dengan kata lain, krisis keuangan seperti tahun 1997/1998 bakal terulang.

 

Makanya, dalam dokumen tersebut, Bank Indonesia sepertinya keukeuh untuk menggolkan rencana bantuan terhadap bank yang sumber dananya bergantung pada pasar uang (money market) ini.

 

Tak tanggung-tanggung, penambahan atau penyertaan dana yang akan digelontorkan untuk modal Indover sebesar EUR545,66 juta atau sekitar Rp7 triliun. Dana yang tidak sedikit memang. Uang itu rencananya digunakan untuk membeli kembali semua kewajiban-kewajiban pihak ketiga Indover di luar Bank Indonesia.

 

Langkah ini merupakan langkah paling kredibel dari sudut pandang pasar, sehingga dapat memperbaiki persepsi sovereign default yang telah dikenakan kepada Indonesia, demikian salah satu kalimat yang diunduh dari bahan pertemuan tersebut.

 

Dana tidak kembali

Ironisnya, dana tambahan itu berpotensi tidak sepenuhnya dapat diperoleh kembali. Alasannya, pertama, kondisi keuangan global yang masih bergejolak, sehingga aset yang dimiliki Indover jauh di bawah nilai wajar. Jika surat-surat berharga (collateralized dan non collateralized) Indover dijual dalam kondisi pasar yang tidak kondusif, maka berpotensi terdiskon. Kedua, kemungkinan kredit yang disalurkan Indover akan menurun kualitasnya. Artinya kredit macet (non performing loan–NPL) akan meningkat.

 

Ketiga, telah terjadi pelunasan yang lebih cepat oleh debitur (early redemption) terhadap bank maupun perusahaan peminjam, terutaa saat pasar menghadapi tekanan (market distressed). Akibatnya, nilai pengembalian akan kurang dari 100 persen.

 

Dampak seperti inilah yang dikhawatirkan semua pihak. Makanya anggota Komisi XI DPR Drajad Wibowo, sebelumnya meminta agar masalah ini tidak hanya diselesaikan Bank Indonesia dan DPR saja. Saya minta Presiden ikut ambil alih dalam proses ini, ujar anggota dewan dari fraksi Partai Amanat Nasional ini.

 

Keinginan Drajad dan sebagian besar anggota komisi yang menangani bidang keuangan negara dan perbankan itu dapat dipahami. Sebab, DPR juga tak mau disalahkan. Konsekuensinya untung atau rugi itu langsung terjadi. Ketika rugi, nanti orang menilai wah DPR menyetujui bantuan tersebut, kata Drajad.

 

Hanya, keinginan Drajad ini tak terwujud. Pasalnya, pemerintah sendiri tak mau ikut campur dalam masalah ini. Pemerintah enggan berkomentar mengenai masalah Indover, karena itu adalah wewenang Bank Indonesia, tegas Andi Mallarangeng, juru bicara kepresidenan.

 

Terhambat aturan

Sebenarya, sebelum Pengadilan Amsterdam membekukan Indover pada 7 Oktober lalu, De Nederlandsche Bank berulangkali meminta agar Bank Indonesia menambah modal Indover. Namun permintaan tersebut tidak dapat dipenuhi lantaran terbentur dua pasal dalam UU No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia.

 

Pertama, pasal 64 ayat (1) UU Bank Indonesia. Pasal itu menyebutkan, Bank Indonesia hanya dapat melakukan penyertaan modal pada badan hukum atau badan lainnya yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Dana itu hanya dapat diambil dari dana cadangan tujuan Bank Indonesia (ayat 2). Artinya, Bank Indonesia tidak mungkin dengan seketika bisa menambah dana untuk Indover tanpa persetujuan DPR.

 

Dalam dokumen pertemuan itu disebutkan bahwa jumlah cadangan tujuan saat ini mencukupi kebutuhan Bank Indonesia, sehingga tidak akan mempengaruhi Bank Indonesia dalam menjalankan tugas utamanya.

 

Pasal kedua yang dianggap menghambat proses penalangan dana untuk Indover adalah pasal 77. Pasal itu mengatur bahwa Bank Indonesia wajib melepaskan seluruh penyertaannya pada badan hukum atau badan lainnya yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 64 ayat (1), selambat-lambatnya 5 tahun. Jika melihat tanggal berlakunya UU No. 3 Tahun 2004, yakni tanggal 15 Januari 2004, maka Bank Indonesia harus melakukan divestasi unit usahanya  paling lambatnya 15 Januari 2009. Hanya, Bank Indonesia mengaku belum dapat melaksanakan divestasi Indover karena berbagai hal.

 

Terlepas dari hambatan itu, ekonom M. Ikhsan Modjo, tidak sependapat jika Bank Indonesia menyuntikan dana ke Indover. Itu salah besar. Uang BI, uang masyarakat, tegas pengamat dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef) ini, Kamis (23/10).

 

Untuk itu Ikhsan meminta DPR agar menolak usulan Bank Indonesia tersebut. Apalagi, kata dia, yang terjadi di Indover tak sekedar masalah likuiditas semata. Ada indikasi bahwa Indover juga menjadi tempat money laundering (pencucian uang), ujarnya.

 

Yang harus diperjelas, kata dia, kenapa aset BUMN dan bank-bank di Indonesia menempatkan uangnya di negeri Belanda. Kenapa tidak disimpan di dalam negeri? tanyanya.

 

Oleh karena itu, Ikhsan mendesak pemerintah dan DPR mengusut kasus gagal bayar Indover. Kenapa mereka (Indover) ikut terkana krisis? Manajemen Indover juga mesti bertanggung jawab, cetusnya.

 

Kritikan ini bukan hanya datang dari Ikhsan. Sejumlah pengamat ekonomi juga pasti akan menanyakan kebijakan Bank Indonesia ini. Soalnya dana Rp7,3 triliun bukan angka kecil. Angka ini setengah dari total dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) tahun 2008. Dan yang lebih penting lagi adalah agar kasus BLBI tidak kembali terulang di Indover.

Tags: