Agar Bisa Penetrasi ke Asia, Firma Hukum Indonesia Harus “Bersatu”
Berita

Agar Bisa Penetrasi ke Asia, Firma Hukum Indonesia Harus “Bersatu”

Wacana merger sesama firma hukum mengemuka dalam diskusi Tea Talk With Lawyers.

Ali
Bacaan 2 Menit

Ketiga, para law firm ini tidak ada yang mau mengalah. Ia mengatakan ego yang tinggi masih dimiliki para partner law firm-law firm tersebut. “Ini bagaimana? Benar nggak?” tanyanya mencoba mengkonfirmasi kepada para peserta diskusi yang mayoritas partner di law firm-law firm corporate ternama di Indonesia.

Sementara, Managing Partner Bahar & Partners Wahyuni Bahar menambahkan hambatan lainnya adalah rata-rata law firm besar mayoritas partnernya berusia di atas 50 tahun. Para partner itu, lanjutnya, sudah berada di comfort zone (zona nyaman) sehingga tidak berpikir lagi untuk berkembang dengan melakukan merger.

Habis atau Bersaing
Managing Partner dari Assegaf Hamzah and Partners (AHP) Ahmad Fikri Assegaf mengatakan firma-firma hukum di Indonesia perlu melihat tren law firm di beberapa negara sekitar Asia untuk memahami pentingnya merger. Di beberapa negara Asia, ada law firm lokalnya yang mati, dan ada juga law firm lokal yang mampu berkompetisi dengan law firm asing.

“Lihat saja, Hongkong dan Thailand itu sudah ‘habis’ law firm lokalnya. Kalau di China dan Korea Selatan bisa bersaing. Kita mau seperti siapa?” ujarnya.

Dalam diskusi ini, Fikri memang dianggap sebagai pelaku sejarah merger antar law firm di Indonesia. Law firm yang dipimpinnya, AHP melakukan merger dengan salah satu law firm ternama di bidang competition law, Rizkiyana & Iswanto. Seluruh partners dan lawyer yang ada di Rizkiyana & Iswanto bergabung dengan AHP.

Fikri awalnya mengaku bingung dengan konsep merger ini ketika mendapat tawaran dari pendiri Rizkiyana & Iswanto, Rikrik Rizkiyana. “Kami bingung dengan merger karena kami nggak pernah dengar sebelumnya (tentang merger law firm di  Indonesia,-red). Apalagi partner kami juga sudah lumayan banyak,” ujarnya.

Namun, setelah memikirkan kemampuan Rizkiyana & Iswanto di bidang competition law yang dianggap nomor wahid di Indonesia, AHP akhirnya memutuskan menerima tawaran merger itu. “Ini sesuatu yang terbaik. Apalagi kita dengar Rikrik sudah ngomong dengan orang (firma hukum,-red) lain,” ujarnya lagi.

Fikri menuturkan bahwa proses merger pun berlangsung cukup mudah dan cepat. Ia mengatakan belum adanya aturan yang spesifik untuk merger antar firma justru memudahkan proses tersebut. “Caranya gampang sekali,” ujarnya.

Lebih lanjut, Fikri mengatakan bahwa merger ini merupakan capaian yang luar biasa. Ia mengungkapkan merger bisa membuat law firm-nya semakin hidup, setelah sebelumnya sudah mulai terlihat monoton. “Ini luar biasa. Apalagi awalnya partner kami cenderung monoton. Tiba-tiba ada seniman ini,” selorohnya sambil menunjuk Rikrik Rizkiyana yang mengenakan pakaian gamis ala Timur Tengah.

Tags:

Berita Terkait