Agar Bisa Bersaing, Industri Perlu Standar dan Spesifikasi
AEC 2015:

Agar Bisa Bersaing, Industri Perlu Standar dan Spesifikasi

Sosialisasi komunitas ekonomi ASEAN 2015 dinilai masih kurang.

FNH
Bacaan 2 Menit
Agar Bisa Bersaing, Industri Perlu Standar dan Spesifikasi
Hukumonline

Menghadapi Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) 2015 mendatang tentu harus dipersiapkan sedini mungkin. Begitu mulai berlaku, produk impor akan membanjiri pasar domestik pertanda dimulainya AEC.

Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurti optimis, Indonesia tak akan kalah dibanding negara tetangga ASEAN. "Sejauh ini, persiapan kita menghadapi AEC 2015 sudah 83 persen," kata Bayu di Jakarta, Kamis (16/5).

Persiapan 83 persen ada di sektor finansial, barang, dan imigrasi. Ketiga sektor ini, lanjut Bayu, sudah masuk sebagai bagian dari free trade flow. Tetapi, 17 persen sisanya menjadi kunci penting bagi Indonesia untuk memperkuat diri menuju AEC 2015.

Salah satu strategi yang disiapkan pemerintah adalah dengan membuat suatu standar dan sertifikasi produk khusus dalam negeri. Standar dan sertifikasi ini penting guna memperkenalkan ciri Indonesia ke dunia internasional. Lagipula, lanjut Bayu, AEC memungkinkan tiap negara untuk menggunakan kekhasan dalam negeri masing-masing untuk dibahas ditingkat ASEAN dan untuk disepakati.

Standar dan sertifikasi ini dibuat oleh tiap industri. Hal ini dihimbau kepada seluruh industri untuk segera menyelesaikan standar dan sertifikasi, kemudian diserahkan kepada Kemendag untuk dibahas dan disepakati. Jika tidak, maka Indonesia dipastikan tidak akan bisa menonjolkan ciri negara sendiri karena mengikuti kesepakatan yang juga telah dibuat oleh negara yang ikut berpartisipasi dalam AEC.

"Apapun itu, jasa, barang, itu harus memiliki standar dan sertifikasi. Standar Indonesia saat ini masih rendah ketimbang negara lain," imbuhnya.

Sejauh ini, produk dan sektor usaha yang belum memiliki standar dan sertifikasi masih banyak. Contohnya, dokter, dosen, serta jenis tenaga kerja yang diperbolehkan masuk ke Indonesia belum memiliki standar dan sertifikasi. Meski mengaku tak begitu mengingat secara pasti berapa sektor yang sudah disepakati antar negara AEC, salah satu yang sudah disepakati adalah penggunaan satuan ukuran.

Satuan ukuran sudah disepakati adalah menggunakan satuan ukuran sesuai dengan yang selama ini dipergunakan di Indonesia. Tidak ada perubahan satuan ukuran pada AEC 2015 nanti. Perhitungan tetap menggunakan kilogram, liter dan sebagainya.

Jika industri tidak melaporkan standar dan sertifikasi kepada Kemendag, maka dipastikan tidak bisa ikut serta dalam AEC 2015. Namun Bayu optimis, hingga akhir 2014 nanti, semua persiapan sudah maksimal dan mencapai 100 persen.

Kendalanya hingga saat ini adalah pemahaman masing-masing industri dalam menghadapi AEC 2015. Bayu mengingatkan industri untuk tak mengeluhkan soal kesiapan. Industri dalam negeri harus siap dan optimis dapat bersaing asalkan dengan persiapan dan strategi yang matang. Untuk itu, pemerintah membuka pintu dialog bagi industri yang ingin berdiskusi soal AEC.

Pengamat Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM), Denni Puspa Purbasari menilai pemerintah kurang melakukan sosialisasi kepada industri dalam negeri. Buktinya, dari hasil survei terhadap negara perserta AEC, sebagian besar CEO industri yang tidak mengetahui dan memahami tentang AEC 2015. "Kalau Indonesia masuk ke dalam negara yang mayoritas tidak memahami AEC 2015, bagaimana caranya mau merespon dan mempersiapkan diri?," katanya.

Jika industri tak dibekali dan disosialisasikan oleh pemerintah mengenai AEC 2015, maka industri tak akan siap. Padahal, sosialisasi menjadi sesuatu hal yang terpenting bagi industri untuk mempersiapkan diri. Banyak hal yang harus diketahui oleh tiap industri di negara ASEAN seperti sektor investasi.

Agar sosialisasi sampai kepada seluruh elemen masyarakat, Denni menilai sebaiknya pemerintah melakukan sosialisasi secara massif melalui iklam di televisi. "Sebaiknya iklan ini dilakukan sesering mungkin dan berulang," pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait