Advokat Minta Mekanisme ‘Hak Imunitas’ Diperjelas
Berita

Advokat Minta Mekanisme ‘Hak Imunitas’ Diperjelas

Memperjelas mekanisme hak imunitas ini semata-mata untuk melindungi advokat dalam menjalankan fungsi profesinya, khususnya pembelaan dan pemberian nasihat kepada kliennya.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Tim kuasa hukum pemohon uji materi UU Advokat usai mendaftarkan permohonan di Gedung MK, Senin (25/6). Foto: AID
Tim kuasa hukum pemohon uji materi UU Advokat usai mendaftarkan permohonan di Gedung MK, Senin (25/6). Foto: AID

Secara praktis hak imunitas (kekebalan) advokat hingga saat ini dinilai belum memiliki mekanisme/prosedur perlindungan secara jelas. Sebab, profesi advokat saat menjalankan tugas profesinya potensial dikriminalisasi dan digugat ke pengadilan atau dikenal tindakan obstruction of justice, meskipun saat membela kliennya baik di dalam maupun di luar sidang sudah dilakukan dengan itikad baik.

 

Atas dasar itu, para advokat yang bernaung dalam organisasi advokat Peradi dan KAI kembali mangajukan uji materi Pasal 16 UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat terkait perlindungan profesi advokat yang tidak bisa dituntut secara pidana atau perdata. Tercatat sebagai pemohon yakni Yohanes Mahatma Pambudianto, Hermawanto, Herwanto, Tubagus Ikbal Nafinur Aziz, Firly Noviansyah yang semuanya berprofesi sebagai advokat.     

 

“Dalam menjalankan tugasnya, profesi advokat sangat rentan masuk unsur-unsur yang melanggar ketentuan norma perdata ataupun pidana walaupun sudah dilakukan dengan itikad baik,” ujar salah satu kuasa hukum para Pemohon, Victor Santoso Tandiasa usai mendaftarkan pengujian Pasal 16 UU Advokat ini di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (25/06).

 

Pasal 16 UU Advokat menyebutkan “Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan.” Namun, melalui putusan MK No. 26/PUU-XI/2013 atas pengujian Pasal 16 UU Advokat, MK memperluas hak imunitas/perlindungan advokat yang tidak bisa dituntut secara pidana atau perdata dalam rangka kepentingan pembelaan klien baik di dalam maupun di luar persidangan.

 

Selengkapnya amar putusan MK itu berbunyi “Pasal 16 UU Advokat bertentangan dengan UUD 1945, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, ‘Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan’.” (Baca Juga: Akhirnya, Advokat Dapat Perlindungan di Luar Sidang)

 

Victor menilai selama ini pemanggilan dan pemeriksaan ataupun gugatan/tuntutan pidana terhadap advokat tanpa melalui mekanisme pemeriksaan “itikad baik” oleh Dewan Kehormatan Organisasi Advokat, tetapi oleh Pengadilan. Pemeriksaan “itikad baik” tanpa melalui mekanisme Dewan Kehormatan Organisasi Advokat tidak sesuai jaminan perlindungan yang diberikan Pasal 16 UU Advokat.

 

“Ini telah mencoreng kehormatan profesi advokat (Officium Nobile), telah melanggar norma Pasal 16. Dan mengakibatkan para pemohon (advokat) mengalami ketidakpastian hukum terhadap berlakunya Pasal 16 UU Advokat. Karena itu, diperlukan mekanime pemeriksaan yang lebih jelas untuk mengetahui etikad baik advokat dari hasil pemeriksaan sidang Dewan Kehormatan,” harapnya.

 

Menurutnya, Pasal 16 UU Advokat telah memberi jaminan adanya hak imunitas yang menekankan pada “itikad baik”, bukan pada kepentingan pembelaan terhadap kliennya, sesuai putusan MK No. 7/PUU-XVI/2018 mengenai pengujian Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor. “Pasal 16 UU Advokat ini telah melanggar hak konstitusional para pemohon yang dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28G ayat (1) UUD 1945,” tegasnya. (Baca Juga: Begini Alasan MK Tolak Pasal Obstruction of Justice)

 

Seharusnya, kata dia, hak imunitas Advokat dipandang sejalan, setara dengan hak imunitas anggota DPR seperti diatur UU No. 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). Dan sejalan, setara dengan hak imunitas anggota BPK seperti diatur UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

 

Dia memaparkan hak imunitas advokat juga diakui dan diperkuat oleh ketentuan-ketentuan norma internasional, diantaranya Basic Principles on the Role of Lawyers, International Bar Association Standards, dan World Conference of the Independence of Justice. “Memperjelas mekanisme hak imunitas ini semata-mata untuk melindungi advokat dalam menjalankan fungsi profesinya, khususnya pembelaan dan pemberian nasihat kepada kliennya,” lanjutnya.

 

Karena itu, para pemohon meminta MK agar kembali menyatakan Pasal 16 UU Advokat dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Dengan menyatakan frasa “tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik” dalam Pasal 16 UU Advokat bertentangan dengan UUD Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “pengajuan Permohonan Gugatan Perdata ataupun Proses Pemanggilan dan permintaan keterangan sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana kepada Advokat yang sedang menjalankan tugas profesinya dapat dilakukan setelah mendapatkan hasil pemeriksaan dari Dewan Kehormatan Profesi Advokat.”

Tags:

Berita Terkait