Advokat Minta KPK Awasi Proses Pengesahan RUU Advokat
Berita

Advokat Minta KPK Awasi Proses Pengesahan RUU Advokat

FAIPK menduga ada kompromi antara anggota dewan dengan pihak-pihak yang tidak menginginkan pengesahan RUU Advokat.

NOV
Bacaan 2 Menit
Anggota Forum Advokat Indonesia Pengawal Konstitusi Dicky Siahaan usai menyerahkan laporan ke KPK, Selasa (23/9). Foto: NOV.
Anggota Forum Advokat Indonesia Pengawal Konstitusi Dicky Siahaan usai menyerahkan laporan ke KPK, Selasa (23/9). Foto: NOV.

Sejumlah advokat yang tergabung dalam Forum Advokat Indonesia Pengawal Konstitusi (FAIPK) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengawasi tindakan para anggota Komisi III DPR selaku panitia khusus (Pansus) dan pihak-pihak yang bermaksud menunda atau tidak menginginkan pengesahan RUU Advokat.

Salah seorang anggota FAIPK, Dicky Siahaan mengatakan berdasarkan UU KPK, lembaga anti rasuah ini berwenang untuk memonitor penyelenggaraan pemerintahan negara. “Kami khawatir Pansus tidak menyelesaikan RUU Advokat karena ada sesuatu. Makanya kami minta KPK mengawasi,” katanya di KPK, Selasa (23/9).

Ia menjelaskan, RUU Advokat ini merupakan inisiatif DPR. Awalnya, pengesahan RUU Advokat direncanakan masuk dalam agenda rapat paripurna DPR pada 24 September 2014. Belakangan, rencana pengesahan RUU tersebut tidak masuk dalam agenda rapat paripurna hingga selesainya masa jabatan anggota DPR periode 2009-2014.

Dicky menduga telah terjadi kompromi antara anggota dewan dengan pihak-pihak yang tidak menginginkan pengesahan RUU Advokat. Padahal, pembahasan RUU Advokat sudah belangsung cukup lama, yaitu sejak 2009-2014. Bahkan, untuk penggodokan RUU Advokat sendiri sudah memakan biaya hingga belasan miliar.

Apabila RUU Advokat tidak jadi disahkan karena ada sesuatu antara anggota DPR dengan pihak-pihak yang tidak menginginkan pengesahan RUU Advokat, Dicky menganggap telah terjadi pelanggaran hukum. “Kami duga ada penerimaan sesuatu, makanya ini berubah. Jadi, kami laporkan daripada kita ribut,” ujarnya.

Selain melaporkan ke KPK, Dicky mengaku bisa mengajukan gugatan terhadap para anggota dewan. Anggota Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini berpendapat, tindakan para anggota dewan yang tidak menepati janjinya untuk mengesahkan RUU Advokat sebagai suatu bentuk pengingkaran terhadap Konstitusi.

Oleh karena itu, Dicky berharap DPR menepati janjinya untuk segera mengesahkan RUU Advokat. Pasalnya, RUU Advokat bukan semata untuk kepentingan elit organisasi, melainkan demi kepentingan seluruh advokat di Indonesia. Ia menilai RUU Advokat dapat menyelesaikan semua permasalahan advokat.

Dicky mengungkapkan advokat yang menjadi anggota FAIPK tidak hanya berasal dari organisasi, seperti KAI dan IKADIN. Ada pula beberapa advokat dari PERADI. Meski tidak mau menyebutkan nama anggota Peradi tersebut, ia mengatakan, sebenarnya RUU Advokat ini hanya permasalahan para petinggi organisasi.

“Sementara, yang di bawah itu jadi kesulitan. Ini kan masalah perut. Orang mau cari duit dengan profesinya. Tapi, untuk urusan legalitas, ngapain sih berantem, kan sama-sama advokat. Ini urusan kesetaraan kenapa harus dipermasalahkan? Mari kita mempersoalkan substansi dari apa yang kita kerjakan,” tuturnya.

Senada, anggota IKADIN yang juga tergabung dalam FAIPK, Haris Aritonang juga merasa penjegalan pengesahan RUU Advokat telah melanggar hak Ekonomi Sosial dan Budaya (Ekosob). Hal ini dikarenakan masih ada pengadilan yang mempermasalahkan advokat-advokat yang bukan berasal dari organisasi tertentu.

Ia berpendapat, RUU Advokat merupakan solusi dari permasalahan yang kerap dihadapi advokat di lapangan. Manakala ada pihak-pihak yang merasa keberatan dengan pengesahan RUU Advokat, seharusnya mereka tidak berupaya menjegal pengesahan RUU Advokat. “Nanti ajukan saja judicial review,” tuturnya.

Sebagaimana diketahui, berdasarkan informasi yang tertera di website www.dpr.go.id, RUU Advokat tidak masuk dalam agenda rapat paripurna ke-6, 7, 8, dan 9. Agenda rapat paripurna ke-6, 7, 8, dan 9 ini merupakan empat agenda rapat paripurna terakhir sebelum habisnya masa jabatan anggota DPR periode 2009-2014.

Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Advokat Sarifuddin Sudding beralasan tidak masuknya RUU Advokat dalam agenda rapat paripurna karena masih banyak persoalan dalam RUU Advokat yang mesti dibahas secara mendalam. Meski waktu yang tersisa tinggal sedikit, ia mengaku Panja akan tetap melakukan pembahasan.

Sudding mengungkapkan, pemerintah memberikan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang tidak sedikit. Ia yang juga berprofesi advokat mengaku Panja masih harus melakukan pembahasan terhadap ratusan DIM. Apalagi pembahasan RUU Advokat masih menuai perdebatan panjang karena terdapat beberapa isu krusial.

Sementara, Anggota Panja RUU Advokat Nudirman Munir menjelaskan, walau RUU Advokat tidak masuk dalam jadwal paripurna, bukan berarti tidak berpeluang untuk diboyong ke paripurna. Menurutnya, dalam praktik, ada beberapa RUU yang sudah masuk jadwal paripurna, tapi ketika mendekati waktu paripurna, RUU itu dikeluarkan.

“Bahkan yang belum masuk, ternyata masuk. Jadi ini ditentukan dalam rapat Bamus. Jadi kalau kita selesai, lalu masuk Bamus dan ditetapkan. Jadi kita masih ada tanggal 30 itu, dan hari Senin (29/9) kita akan berusaha. Kalau tidak, tentu takdir Allah SWT ini seni dan takdir dunia advokat akan berjalan sesuram seperti sebelumnya,” tandasnya.

Tags:

Berita Terkait