Advokat Laporkan Menkumham ke KPK
Utama

Advokat Laporkan Menkumham ke KPK

Menkumham mengaku belum menandatangani draf pengesahan kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Ancol.

NOVRIEZA RAHMI/ANT
Bacaan 2 Menit
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly. Foto: RES
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly. Foto: RES

Dua advokat, Muhammad Sattu Pali dan Samsuddin melaporkan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keduanya menganggap Yasonna telah melakukan korupsi kebijakan karena mengeluarkan pengesahan kepengurusan DPP Partai Golkar versi Munas Ancol, Jakarta.

Sattu mengatakan dirinya tidak mewakili kepentingan pengurus DPP Partai Golkar versi Munas Bali maupun Ancol. "Kami berdua hanya masyarakat umum. Selaku advokat, kami prihatin dengan tindakan-tindakan pejabat yang tidak taat hukum dan melanggar kewenangan yang diamanatkan undang-undang," katanya di KPK, Jum'at (20/3).

Dalam laporannya, Sattu menduga Yasonna melakukan penyalahgunaan wewenang sebagaimana ketentuan Pasal 23 UU Tipikor jo Pasal 421 KUHP. Sebelumnya, Sattu juga ikut mendampingi pengurus DPP Partai Golkar versi Munas Bali, John Kennedy Azis  melaporkan Yasonna ke Bareskrim Mabes Polri dengan Pasal 421 KUHP.

Pasal 23 UU Tipikor mengatur, dalam perkara korupsi, pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 220, Pasal 231, Pasal 421, Pasal 422, Pasal 429, atau Pasal 430 KUHP dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama enam tahun dan/atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp300 juta.

Sattu mengaku dirinya turut menyertakan sejumlah dokumen sebagai bukti. Beberapa diantaranya, laporan polisi John Kennedy, putusan Mahkamah Partai, surat DPP Partai Golkar dari Munas Ancol yang ditujukan kepada Menkumham terkait pengesahan kepenguruan Munas Ancol,  dan surat Menkumham terkait penundaan proses pengesahan.

"Terakhir, surat tanggal 10 yang menegaskan isi putusan mahkamah partai adalah mengabulkan atau memenang Munas Ancol. Padahal, putusan mahkamah partai tidak pernah memutuskan terkait kepengurusan mana yang ada di Partai Golkar. Selain dokumen, ada pula saksi-saksi yang akan diajukan ke KPK," ujarnya.

Pihak-pihak yang kemungkinan diajukan sebagai saksi, menurut Sattu, berjumlah empat orang. Pertama, Sekjen Partai Golkar Idrus Marham, kedua Ketua Komisi III DPR sekaligus anggota Fraksi Golkar Azis Syamsudin, ketiga Nurdin Halid, dan keempat John Kennedy Azis selaku pelapor Yasonna ke Bareskrim Mabes Polri.

Selain itu, Sattu juga akan menyertakan surat Menkumham yang mengakui susunan pengurus DPP Partai Golkar periode 2009-2015 hasil Munas Riau, dimana Aburizal Bakrie sebagai Ketua Umum dan Idrus Marham sebagai Sekjen. Sattu berharap KPK dapat menindaklanjuti laporan tersebut. "(Kalau tidak) Kami mempertanyakan ke KPK," tuturnya.

Sementara, dalam kesempatan berbeda, Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan bahwa pelaporan terhadap dirinya ke KPK merupakan hal yang mengada-ngada. "Apa hubungannya KPK sama Golkar? cari-cari  saja itu," kata Yasonna singkat usai rapat tentang ketenagakerjaan di Kantor Wakil Presiden, Jakarta.

Yasonna mengaku belum menandatangani draf pengesahan kepengurusan Partai Golkar hasil Munas Ancol Jakarta karena masih ada berkas yang belum lengkap. Terkait klaim Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar kubu Agung Laksono, Yorrys Raweyai, Yasonna menegaskan belum mengesahkan kepengurusan Partai Golkar kubu mana pun.

Sebelumnya, Yorrys Raweyai membenarkan rumor yang menyebutkan Yasonna akan menerbitkan surat pengesahan DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol pekan ini. Menurut Yorrys, sudah ada komunikasi antara DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol dengan Menkumham, sehingga mereka sudah mempersiapkan diri.

Setelah terbitnya surat pengesahan dari Menkumham, Yorrys menyatakan, DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol akan segera melakukan perombakan struktur kepengurusan Fraksi Partai Golkar di DPR. Mendengar klaim Yorrys, Bendahara Umum DPP Partai Golkar versi Munas Bali Bambang Soesatyo meradang.

Bambang mengancam akan melaporkan Yasonna jika menerbitkan Surat Keputusan (SK) Kepengurusan Partai Golkar sebelum proses pengadilan berkekuatan hukum tetap. "Jika Menkumham mengesahkan tanpa menunggu putusan pengadilan, kami akan melaporkan ke KPK dan Kejaksaan Agung," ujarnya.

Anggota Komisi III DPR ini  menduga ada pemalsuan dokumen surat mandat pengurus DPD I dan DPD II selama Munas Partai Golkar kubu Agung Laksono berlangsung di Ancol, Jakarta. "Menkumham tidak boleh memihak kepada salah satu kubu Partai Golkar sebelum ada keputusan pengadilan," tandasnya.

Tags:

Berita Terkait