Advokat Ini Laporkan Fadli Zon Dkk Terkait Kebohongan Ratna ke MKD
Utama

Advokat Ini Laporkan Fadli Zon Dkk Terkait Kebohongan Ratna ke MKD

MKD akan menelaah terlebih dahulu laporan APK ini sebelum mengambil sikap.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Saor Siagian (berbaju putih) dan Sugeng Teguh Santoso (berpeci hitam) memberi keterangan pers usai melaporkan empat anggota dewan ke MKD di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (4/10). Foto: RFQ
Saor Siagian (berbaju putih) dan Sugeng Teguh Santoso (berpeci hitam) memberi keterangan pers usai melaporkan empat anggota dewan ke MKD di Komplek Gedung Parlemen, Kamis (4/10). Foto: RFQ

“Sandiwara kebohongan” penganiayaan yang dialami aktivis Ratna Sarumpaet berbuntut panjang. Pasalnya, dua pimpinan DPR Fadli Zon dan Fahri Hamzah, serta anggota DPR Rachel Maryam dan Mardani Ali Sera dilaporkan ke Majelis Kehormatan Dewan (MKD). Pelapornya, sejumlah advokat yang mengatasnamakan Advokat Pengawal Konstitusi (APK).

 

APK beranggapan keempat anggota DPR turut menyebarkan berita bohong alias hoaks ke publik terkait pengakuan (bohong) penganiayaan yang dialami Ratna melalui kicauan di akun media sosialnya atau media massa. Tindakan mereka itu, dianggap melanggar kode etik sebagai anggota DPR. Sebelum ke BKD, APK juga telah melaporkan Fadli Zon dan Prabowo Subianto ke Bareskrim Polri atas dugaan tindak pidana turut menyebarkan berita bohong. 

 

“Laporan kita layangkan ke MKD terhadap Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Fahri Hamzah dan anggota DPR Rachel Maryam, Mardani Ali Sera. Mereka menyebarkan berita bohong ke publik atas sandiwara Ratna menjadi pemicu suasana keruh di tengah masyarakat. Meskipun Ratna belakangan telah mengakui dugaan penganiayaan yang dialaminya adalah bohong,” ujar Perwakilan APK Saor Siagian di ruang MKD Komplek Parlemen, Kamis (4/10/2018).

 

“Yang kami sesalkan Wakil Ketua DPR, Fadli Zon dan Fahri Hamzah ini, mereka tidak bisa cermat menjaga tindak perilakunya sebagai anggota dewan.”

 

Menurutnya, keempat orang terlapor itu semestinya mencermati terlebih dahulu soal informasi kebohongan Ratna yang merasa dianiaya untuk kemudian disampaikan ke publik. “Tindakan mereka bukan saja sebagai politisi, tetapi seolah bertindak sebagai hakim, apalagi informasi yang disebarkan akhirnya kebohongan,” ujarnya.

 

Bagi APK, kata Saor, kasus dugaan pelanggaran etik beberapa anggota DPR itu merupakan hal serius dan mesti ditindaklanjuti MKD sebagai alat kelengkapan dewan yang mengurusi persoalan etik anggota DPR. Ia berharap majelis MKD dapat segera memproses laporan APK ini agar dapat diketahui dugaan pelanggaran etika yang dilakukan keempat terlapor itu.  “Semoga lekas diproses, karena ini menyangkut marwah lembaga kita,” pintanya.

 

Anggota APK lain, Sugeng Teguh Santoso meminta MKD mesti memproses setiap laporan masyarakat agar komunitas anggota dewan dapat terjaga kehormatan dan marwahnya. Sebaliknya, jika tidak diproses, kepercayaan publik terhadap MKD bakal menurun. Karena itu, Sugeng berharap laporan ini mesti direspon secara patut baik oleh kepolisian maupun MKD.

 

“Kita akan mendatangkan ahli untuk memberi pendapat terhadap tindakan sejumlah anggota dewan itu dalam menyikapi peristiwa yang tanpa jelas kebenarannya,” kata Sugeng.

 

Dalam laporannya, APK menilai keempat terlapor itu diduga melanggar Pasal 3 ayat (1) dan (4) Peraturan DPR No.1 Tahun 2015 tentang Kode etik. Ayat (1) menyebutkan, “Anggota  harus menghindari perilaku tidak pantas atau tidak patut yang dapat merendahkan citra dan kehormatan DPR baik di dalam gedung DPR mapun di luar gedung DPR menurut pandangan etika dan norma yang berlaku di masyarakat”. Ayat (4) menyebutkan, “Anggota harus menjaga nama baik dan kewibawaan DPR.”

 

Selain itu, terlapor dinilai melanggar Pasal 9 ayat (2) yang menyebutkan, “Anggota dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya, tidak diperkenankan berprasangka buruk atau biasa terhadap seseorang atau suatu kelompok atas dasar alasan yang tidak relevan, baik dengan perkataan maupun tindakannya.”

 

Sekjen Peradi kubu Luhut MP Pangaribuan ini menambahkan anggota dewan memiliki standar etika yang umumnya berpendidikan sarjana dan bekerja di wilayah pembentuk UU. Dengan begitu, semestinya mengetahui ketika adanya dugaan penganiayaan segera melaporkan ke pihak kepolisian. “Bukannya melaporkan (polisi), justru menyatakan setuju dengan pengakuan korban, iya kalau keterangan Ratna benar sebagai korban,” katanya.

 

Telaah terlebih dahulu

Terpisah, Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad menghargai sikap para advokat ini yang melaporkan sejumlah anggota DPR ke Bareskrim dan MKD. “Ya tidak apa-apa. Setiap orang berhak menempuh langkah hukum kalau merasa dirugikan. silakan saja,” ujarnya melalui sambungan telepon kepada Hukumonline.

 

Namun, perihal ditindaklanjuti atau tidaknya laporan para advokat itu di MKD bergantung  pemeriksaan berkas terlebih dahulu. Pihaknya, bakal melakukan telaah secara hati-hati terlebih dahulu, apakah laporan ini layak atau tidak untuk ditindaklanjuti. Apalagi, kata Dasco, saat ini tahun politik, persoalan kecil pun bisa dibesar-besarkan.

 

“Ini tahun politik, kita harus hati-hati. Nanti kita lihat apakah unsur-unsurnya memenuhi atau tidak sebelum kita mengambil sikap atas laporan APK,” katanya.

 

Terpisah, Fahri Hamzah mempersilakan jika ada masyarakat melaporkan dirinya atas kasus kebohongan Ratna baik di Bareskrim Polri maupun ke MKD. “Silakan saja melaporkan, itu hak Polri dan MKD menindaklanjuti. Tidak ada masalah, tetapi kalau dari sisi saya, setahu saya itu kita dibohongi ya kan?” kata Fahri.

 

Menurutnya, bila tindakannya itu dianggap sebagai bentuk kejahatan, pihak yang dibohongi adalah penjahat. Artinya, hampir semua rakyat Indonesia (yang termakan isu dugaan penganiayaan Ratna) telah melakukan kejahatan. “Kalau seperti ini, pemerintah berbohong kepada rakyat karena karena dibohongi adalah kejahatan. Apa mau kita bilang begitu? Sudah jelas-jelas kok orangnya ngaku bohong,” katanya.

 

Sebelumnya, dalam beberapa hari ini, masyarakat dihebohkan pemberitaan dugaan penganiayaan terhadap aktivis Ratna Sarumpaet oleh sejumlah orang tak dikenal di Bandung, Jawa Barat, pada 21 September 2018 lalu. Berita ini bermula adanya postingan sejumlah foto seseorang yang diduga mirip Ratna beredar di media sosial dengan wajah bengkak.

 

Dalam foto tersebut, diduga Ratna berada di sebuah ruangan di rumah sakit, sehingga membuat para politisi di Tanah Air menyatakan simpati dan mengecam tindakan tersebut. Singkat cerita, Rabu (3/10) sore kemarin di rumahnya, Ratna akhirnya mengakui bahwa dirinya tidak mengalami penganiayaan dan membenarkan luka lebam di wajahnya karena melakukan prosedur bedah plastik.

Tags:

Berita Terkait