Advokat Indonesia di Tengah Perkembangan Hukum Bisnis Internasional
Fokus

Advokat Indonesia di Tengah Perkembangan Hukum Bisnis Internasional

Perkembangan hukum bisnis di Indonesia turut dipengaruhi perkembangan hukum internasional. Wilayah kerja advokat Indonesia makin melebar, dan sekaligus akan bersaing dengan advokat asing.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Seminar internasional DPN Peradi-USU di Medan, Senin (23/4). Foto: MYS
Seminar internasional DPN Peradi-USU di Medan, Senin (23/4). Foto: MYS

Perkembangan hukum bisnis di Indonesia tak bisa dilepaskan dari kesepakatan internasional yang relevan. Melalui UU No. 7 Tahun 1994, Indonesia telah meratifikasi Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Ratifikasi ini memulai dunia baru perdagangan internasional yang sangat mempengaruhi rezim hukum di masing-masing negara. Untuk Indonesia, kesepakatan-kesepakatan yang dicapai Masyarakat Ekonomi ASEAN semakin menghilangkan batas-batas negara. Termasuk pemberian jasa hukum.

 

Pemberian jasa hukum lintas negara akan semakin sering terlihat. Advokat asing datang ke Indonesia, atau sebaliknya advokat Indonesia memberikan jasa hukum di negara lain; atau juga kerjasama firma hukum lintas negara. Dengan merujuk pada definisi ‘service trade and modes of supply’ pada Organisasi Perdagangan Dunia, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi), Fauzie Yusuf Hasibuan, mengatakan subsektor jasa hukum dalam kompetisi global akan mencakup empat hal.

 

Pertama, dari wilayah suatu negara anggota ke wilayah negara anggota lainnya (from the territory of one Member into the territory of any other Member). Ini disebut dengan perdagangan lintas perbatasan, cross border trade. Dalam hal ini, pemberian jasa hukum melintasi batas-batas geografis negara. Kedua, apa yang disebut consumption abroad, dalam wilayah suatu negara untuk konsumen jasa dari negara anggota lainnya (in the territory of one member to the service consumer of other member). Ketiga, model commercial presence, dalam arti oleh penyedia jasa suatu negara anggota, melalui keberadaan usaha pemasok jasa di wilayah negara anggota lain (by a service supplier, through commercial presence in the territory of any other member). Keempat, model presence of natural persons, dalam arti oleh penyedia jasa suatu negara anggota, melalui keberadaan orang di wilayah negara anggota lain (by a service supplier of one member, through the presence of natural persons of a member in the territory of any other member).

 

Menurut Fauzie, rezim perdagangan internasional tak mungkin lagi dihindari saat ini. Imbasnya juga akan terasa kepada para penegak hukum termasuk advokat. Itu sebabnya, tanggung jawab mempersiapkan segala sumber daya dan infrastruktur bukan hanya ada di tangan Pemerintah, tetapi juga profesi hukum seperti advokat. Sumber daya manusia advokat Indonesia juga harus dipersiapkan dengan baik untuk memasuki lalu lintas jasa hukum antarnegara. Sebagai organisasi advokat, kata Fauzie, Peradi ikut berperan meningkatkan kualitas lebih kurang 45 ribu anggota yang tersebar di 102 cabang dan 57 Pusat Bantuan Hukum (PBH). ”Peradi berkomitmen pada peningkatan kualitas advokat Indonesia,” kata Fauzie dalam seminar internasional yang diselenggarakan DPN Peradi dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara di Medan, Senin (23/4) lalu.

 

(Baca juga: Advokat dan Akademisi Harus Siap Memasuki Globalisasi Hukum Bisnis)

 

Sejalan dengan pandangan Fauzie, Rektor Universitas Sumatera Utara, Runtung Sitepu, juga menyinggung pentingnya kalangan civitas academica untuk mempersiapkan diri memasuki kompetisi global. Persaingan antarnegara merambah ke banyak sektor, termasuk ke bidang jasa-jasa hukum dan pendidikan hukum. Bagi akademisi misalnya, penting untuk bisa berkiprah melahirkan karya yang diakui dunia internasional (jurnal internasional).

 

Persoalan ini pula yang mengemuka dalam seminar internasional Peradi bertema ‘Internationalizing Business Movement in the Globalization of Markets and Economics from the Perspective of the Indonesian Business Law’ itu. Sebut misalnya, bagaimana memastikan kontrak internasional yang dibuat benar-benar bisa melindungi kepentingan bersama. Perkembangan teknologi telah memudahkan pembuatan kontrak lintas negara. Salah satu yang harus bisa dipastikan, menurut Nicholas M. Watson, Foreign Legal Consultant pada Irianto Andreas & Partners Law Office, adalah hukum mana yang akan berlaku dalam perjanjian internasional.

 

Hal lain yang mengemuka dan dipertanyakan peserta adalah bahasa dalam perjanjian. Kehadiran UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang negara Serta Lagu Kebangsaan dan kasus-kasus yang diputus pengadilan memperlihatkan pentingnya membuat kontrak dwibahasa. Jika kontrak dibuat di Indonesia, maka kontrak harus menggunakan bahasa Indonesia. Meskipun demikian, kemampuan berbahasa asing bagi seorang advokat sangat penting di era globalisasi seperti sekarang.

 

(Baca juga: Polemik UU Bahasa dan Konsekuensi ‘Batal Demi Hukum’)

 

Perkembangan hukum bisnis yang tak kalah menariknya dalam lalu lintas perdagangan global adalah merger dan akuisisi. Semakin gencarnya Pemerintah membuka keran investasi, semakin besar pula terjadinya merger dan akuisisi, baik yang menyangkut saham maupun bisnis. Banyak hal yang harus dipahami advokat dalam pelaksanaan merger dan akuisisi, termasuk pada masalah konflik kepentingan. Pasal 126 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menegaskan perbuatan hukum penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan wajib memperhatikan kepentingan perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan; kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan; dan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

 

Cross-border insolvency adalah masalah lain yang harus mendapat perhatian advokat di era kompetisi global. Advokat Ricardo Simanjuntak menjelaskan pasar negara-negara Asia Tenggara akan menjadi tunggal akibat integrasi ekonomi yang telah disepakati dalam pertemuan-pertemuan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Pasal 5 ayat (1) Asean Charter tegas menyebutkan lalu lintas barang, orang dan modal yang tak bisa dihindari: “to create single and production base which is stable, prosperous, highly competitive and economically integrated with effective facilitation for trade and investment in which there is free flow of goods, services and investment, facilitated movement of business persons, professionals, talents and labor, and freer flow of capital”.

 

Pemberian jasa hukum dalam rangka kepailitan perusahaan lintas negara sulit dihindari karena perusahaan multinasional memiliki aset di beberapa negara sekaligus. Pertanyaan dasarnya adalah apakah aset perusahaan yang dinyatakan pailit oleh pengadilan Indonesia bisa dieksekusi jika asetnya berada di negara Asia Tenggara lainnya?

 

Pasal 212 dan 213 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) menyebutkan kreditor yang setelah putusan pailit diucapkan mengambil pelunasan atau sebagian piutangnya dari benda yang termasuk harta pailit yang terletak di luar wilayah Indonesia, yang tidak diperikatkan kepadanya dengan hak untuk didahulukan wajib mengganti kepada harta pailit segala apa yang diperolehnya. Kreditor yang memindahkan seluruh atau sebagian piutangnya terhadap debitor pailit kepada pihak ketiga, dengan maksud supaya pihak ketiga mengambil pelunasan secara didahulukan daripada orang lain atas seluruh atau sebagian piutangnya dari harta pailit yang berada di luar negeri, wajib mengganti apa yang diperolehnya.

 

(Baca juga: Aspek Hukum Cross Border Insolvency dalam Undang-Undang Kepailitan)

 

Jika terjadi kepailitan yang boedel perusahaan pailit berlokasi di beberapa negara, tugas seorang kurator dan pengacara semakin kompleks. Sangat mungkin advokat Indonesia harus melakukan litigasi atau meminta bantuan advokat negara setempat untuk mengurusnya.

 

Peran Peradi

Di tengah kompetisi dan lalu lintas perdagangan global, peningkatan kualitas advokat Indonesia menjadi suatu keniscayaan. Perhimpunan Advokat Indonesia telah menggelar beberapa kali seminar internasional untuk membekali anggotanya pengetahuan dan pemahaman mengenai perkembangan hukum bisnis. Terakhir, digelar di Medan, 23 April lalu. Ini sejalan dengan visi 2015-2020 Peradi, yakni mewujudkan kualitas pelayanan jasa hukum yang profesional berkeadilan dan bermartabat.

 

Ketua Umum DPN Peradi, Fauzie Yusuf Hasibuan, mengatakan organisasi advokat berperan besar dalam mempersiapkan advokat Indonesia memasuki era kompetisi global yang mempengaruhi jasa-jasa hukum. Peran pertama berkaitan dengan peningkatan mutu pelayanan hukum yang diberikan advokat. Kepercayaan adalah kunci bagi pemberian jasa advokat kepada klien. Semakin berkualitas layanan yang diberikan advokat dan firma hukumnya semakin puas klien.

 

Kedua, Peradi punya tanggung jawab untuk mengatur pengabdian advokat Indonesia. Termasuk menerbitkan kartu dan mengatur pemberian bantuan hukum cuma-cuma. Ketiga, Peradi juga berperan dalam penerbitan rekomendasi dan kelulusan advokat asing. Para advokat asing harus mendapatkan rekomendasi dari organisasi advokat dan lulus ujian advokat. Peran ini bisa menjadi saringan atas masuknya advokat asing yang tak sesuai kebutuhan di lapangan. Meskipun terbuka bagi advokat asing memberikan jasa hukum di Indonesia, tetapi mereka belum bisa menjalankan litigasi di pengadilan. Keempat, Peradi menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga di dalam dan di luar negeri.

 

Salah satu pekerjaan rumah organisasi advokat yang belum terjamah dalam perkembangan terbru bisnis global adalah membuat panduan mengenai bisnis dan hak asasi manusia. Merujuk pada panduan yang dibuat Dewan HAM Perserikatan Bangsa Bangsa, International Bar Association (IBA) telah menerbitkan IBA Practical Guide on Business and Human Rights for Business Lawyers. Panduan ini mengarahkan apa yang harus diperhatikan dan dilakukan para pengacara perusahaan saat melakukan due diligence.

 

(Baca juga: Kenali Panduan Praktik Ala Asosiasi Advokat Sejagat)

 

Sesuai pedoman yang dikeluarkan Dewan HAM PBB, para advokat harus memperhatikan aspek perlindungan hak asasi manusia. Kisruh hasil kelapa sawit Indonesia di Eropa menjadi salah satu masalah termutakhir yang menunjukkan betapa berpengaruhnya isu hak asasi manusia dalam menjalankan bisnis global. Lantas, apakah advokat Indonesia akan mengabaikan perkembangan itu?

Tags:

Berita Terkait