Advokat Harus Belajar dari Cicero dan Julius Caesar
Berita

Advokat Harus Belajar dari Cicero dan Julius Caesar

Menjaga agar orang yang bersalah diberikan sanksi sesuai dengan koridor kesalahannya, bukan membebaskan orang yang bersalah.

Ali
Bacaan 2 Menit
Otto Hasibuan. Foto: RES.
Otto Hasibuan. Foto: RES.

Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Prof. Otto Hasibuan mengisahkan seputar pembela ternama dari Romawi, Cicero dan Julius Caser, sebagai bahan pembelajaran bagi advokat di Indonesia.

Ini diutarakan oleh Otto dalam pidato pengukuhan gelar profesor kehormatan terhadap dirinya di Universitas Jayabaya, Jakarta, Selasa (14/10). Ia menyampaikan pidato bertajuk “Mewujudkan Cita-Cita Advokat Demi Tercapainya Rule of Law”.

Dalam pidatonya, Otto memaparkan sejarah profesi advokat yang berawal di era Romawi. Alkisah ada seorang pembela yang melegenda di era 340 Tahun Sebelum Masehi, kala Romawi sudah berbentuk republik. “Cicero namanya,” ujar Otto.

“Dia dikenal sebagai peletak dasar hadirnya profesi advokat. Profesi yang berkembang sekarang ini. Cicero adalah seorang praetor muda Romawi,” ujarnya.

Dalam buku bertajuk “The Magistrates of the Roman Republic” karya Robert S. Broughton, lanjut Otto, dikisahkanlah pembelaan Cicero yang melegenda itu. Ketika itu, seorang anak muda Romawi diadili. Namanya, Caius Populius Laenas. “Dia masih belia. Usianya sekitar 15 tahun,” ujarnya.

“Caius diadili karena dituduh menikam mata ayahnya hingga mati. Dia melakukannya dengan stilus logam,” tambahnya.

Persidangan itu menyedot perhatian warga Romawi. Cicero saat itu bertindak sebagai pedarius, jenjang sebelum praetor. Namun, Cicero tetap bertekad membela anak muda itu. Jika Cicero gagal membela dan tidak bisa memberi keyakinan kepada juri, anak muda itu bakal dihukum bersalah. Hukumannya pun sangat kejam.

“Ditelanjangi dan dihukum cambuk hingga berdarah. Lalu dimasukkan ke kurungan yang di dalamnya berisi anjing dan ular berbisa. Lalu dikurung dan dijahit rapat kemudian dilemparkan ke sungai Tiberias. Begitulah gaya hukuman di era Romawi,” ujarnya.

Otto menjelaskan, ketika itu Cicero membuat gebrakan dalam pembelaan. Cicero berpanjang lebar menyampaikan alibi bahwa anak muda Romawi itu tak bersalah. “Dia difitnah,” sebut Otto menirukan gaya Cicero.

Pembelaan Cicero ini, lanjut Otto, ternyata mengguncang Romawi. Jagad imperium itu terkesima. Enam ratus anggota Senat, terperangah dengan gaya pembelaan Cicero. “Akhirnya, kemudian Cicero dikisahkan berhasil membebaskan anak muda itu dari hukuman,” ujar Otto.

Namun, kisah kehebatan Cicero bukan tanpa lawan. Otto menjelaskan bahwa karier Cicero sebagai pembela juga pernah dikalahkan oleh praetor lain. “Dialah Julius Caesar, yang kemudian didaulat menjadi Kaisar Romawi. Caesar mengalahkan Cicero dalam kasus ‘Conspiracy of Catiline’ yang merupakan kasus politik upaya kudeta terhadap kaisar Romawi,” ujarnya.

Otto menilai bahwa advokat bisa belajar dari kisah Cicero dan Caesar yang telah mempertontonkan bagaimana menjadi praetor yang mulia. “Praetor (pembela,-red) berjuang demi menegakkan hukum yang sudah disusun sebelumnya,” ujarnya.

Lebih lanjut, Otto merinci tugas dari seorang praetor yang kini bisa disamakan dengan profesi advokat. Pertama, menjaga hukum agar tetap berjalan dan dipatuhi. Kedua, menjaga kewibawaan imperium di depan para rakyatnya. Ketiga, menjaga setiap orang Romawi cinta akan negerinya karena keberadaban bisa terjaga tanpa takut akan ketertindasan dari sang penguasa.

“Praetor tak bertugas membebaskan orang yang bersalah. Namun, menjaga agar orang yang bersalah itu diberikan sanksi sesuai dengan koridor kesalahannya. Tidak menambahi maupun mengurangi,” jelasnya.

“Peranan praetor membuat Romawi jadi angung dan menjelma jadi imperium yang tangguh,” pungkas Otto.

Tags:

Berita Terkait