Advokat Asing, Suatu Pemetaan dan Rekomendasi
Kolom

Advokat Asing, Suatu Pemetaan dan Rekomendasi

Kehadiran advokat asing di Indonesia sulit untuk dibendung.

Bacaan 2 Menit

Ketiga, kantor hukum asing mendirikan kantor hukum di Indonesia dengan “kedok” sebagai perusahaan konsultan berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT). Keempat, kantor hukum abu-abu, dimana pemegang saham utama sebuah kantor hukum warga negara Indonesia namun terdaftar sebagai advokat di negara lain. Kelima, secara terang-terangan membentuk kantor hukum dengan nama campuran (Indonesia dan asing). Keenam, model Ali Baba, dimana kantor hukum Indonesia menjadi nominee kantor hukum asing termasuk manajemennya. Ketujuh, advokat asing memberikan jasa konsultasi hukum Indonesia di negara asalnya atau negara lain selain Indonesia baik dengan tatap muka langsung maupun melalui korespondensi surat elektronik.

Penyimpangan-penyimpangan tersebut terjadi selain disebabkan pengawasan yang tidak optimal, adalah akibat kurang mendetail/spesifiknya regulasi mengenai advokat/kantor hukum asing dan relasinya dengan advokat/kantor hukum Indonesia.

Tawaran Solusi
Melihat fenomena tersebut dapat dikatakan kehadiran advokat asing di Indonesia sulit untuk dibendung. Satu pintu ditutup, pintu yang lain terbuka. Hal yang paling rasional dan strategis untuk dilakukan adalah mempersiapkan diri. Tanpa persiapan, sebuah tantangan dapat menjadi bencana. Sebaliknya, dengan persiapan, tantangan dapat ditaklukkan menjadi anugerah.

Solusi yang ditawarkan dan sepatutnya dapat dilakukan adalah membuka akses jasa hukum terhadap advokat asing secara bertahap, penguatan kapasitas advokat Indonesia, dan penguatan profesi advokat sebagai pengawas. Solusi tersebut tentu dapat dilaksanakan apabila dilakukan perubahan terlebih dahulu terhadap UU Advokat dan Keputusan Menteri Hukum dan Ham No. M.11-HT.04.02 Tahun 2004.

Pembukaan secara bertahap dilandasi pada upaya untuk mendorong adanya fase evaluasi. Hal ini penting sebagai ajang penilaian apa saja yang sudah dijalankan dan dimana kelebihan juga kekurangannya. Untuk itu, sangat penting disusun suatu peta jalan (roadmap) yang dapat memberikan panduan dalam membuka akses advokat asing di Indonesia. Pengalaman Jerman dan negara-negara lain dalam membuka jasa hukumnya dapat dijadikan bahan pembelajaran.

Baik sebelum, selama, maupun sesudah membuka akses terhadap advokat asing di Indonesia, hal yang tidak boleh dilupakan adalah penguatan kapasitas advokat serta calon advokat Indonesia agar dapat bersaing secara global. Perlu diadakan review terhadap kurikulum dan metode pengajaran Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) sembari mendorong pendidikan hukum berkelanjutan (continuing legal education) bagi advokat Indonesia. Begitu juga, pilar fundamental yang harus diperhatikan bersama adalah pendidikan tinggi hukum sebagai dapur pencetak sarjana hukum Indonesia.

Dalam konteks pengawasan, terdapat tiga lembaga yang berperan dalam pengawasan advokat asing yaitu Kementerian Hukum dan HAM, PERADI, dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Namun, seyogyanya PERADI tampil sebagai garda terdepan dalam pengawasan dan perannya harus lebih menonjol. Terkait dengan peran dua lembaga pengawas lainnya, PERADI perlu memperkuat kerjasama dan kesepahaman dalam konteks pengawasan advokat asing. Secara internal, perlu dipertimbangkan untuk dibentuk unit khusus pengawasan terhadap advokat dan kantor hukum lokal maupun asing.

Besok akan terlalu terlambat, sekarang saatnya Indonesia berbenah dan mempersiapkan diri. Amat Victoria Curam (Victory Loves Preparation)!

*Penulis adalah Peneliti di Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK).

Tulisan ini merupakan rangkuman dari penelitian bersama Giri Ahmad Taufik dan Muhammad Faiz Aziz berjudul “Kajian Pengaturan Advokat Asing dan Kantor Hukum Asing Terkait dengan Liberalisasi Jasa Profesional (PSHK 2012)”.

Tags:

Berita Terkait