Adu "Strategi" Setya Novanto VS KPK dan "Perdebatan" yang Tersisa
Fokus

Adu "Strategi" Setya Novanto VS KPK dan "Perdebatan" yang Tersisa

Meski Novanto telah berhasil didakwa penuntut umum ke pengadilan, masih ada dua perdebatan yang belum terselesaikan.

Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit

 

Baca Juga: Praperadilan Novanto Gugur, Tak Ada Upaya Hukum Lanjutan

 

Siapa mengulur waktu?

Sejak pembacaan surat dakwaan dua mantan petinggi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Maret 2017 lalu, KPK tak pernah sepi dari "hingar bingar" pemberitaan seputar kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP).

 

Mulai dari peristiwa penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK yang juga penyidik e-KTP, Novel Baswedan, "serangan" Panitia Khusus Hak Angket DPR, kematian salah seorang saksi penting e-KTP, pembatalan status tersangka Novanto, penetapan kembali Novanto sebagai tersangka, hingga "drama" penangkapan Novanto.

 

Tindak tanduk Novanto pun kerap menjadi perhatian publik. Ada saja alasan Novanto untuk tidak memenuhi panggilan KPK, baik ketika dipanggil sebagai saksi maupun tersangka. Selain tak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK beberapa kali, Novanto juga melakukan berbagai langkah hukum melalui pengacaranya.

 

Langkah hukum dimaksud adalah menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), uji materi UU KPK ke MK, melaporkan pimpinan KPK ke Polisi, meminta perlindungan ke institusi penegak hukum lain, serta mengajukan praperadilan kedua ke PN Jakarta Selatan, meski kini sebagian upaya itu telah kandas.

 

Novanto menjadikan uji materi ke MK sebagai salah satu alasan untuk tidak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK. Novanto juga pernah menjadikan aturan mengenai "izin presiden" untuk pemeriksaan anggota DPR dalam UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dan hak imunitas sebagai alasan tidak hadir memenuhi panggilan KPK.

 

Padahal, menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Pasal 58 UU MK secara tegas mengatur bahwa UU yang tengah diuji di MK tetap berlaku sebelum ada putusan yang menyatakan UU tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Karena itu, uji materi di MK tidak akan menghambat proses penanganan perkara e-KTP di KPK.

 

Terlebih lagi, sambung Febri, ketentuan mengenai hak imunitas anggota DPR yang diatur dalam Pasal 80 UU MD3 memiiliki batasan-batasan tertentu. Memiliki hak imunitas bukan berarti memiliki kekebalan hukum tanpa batas. Sebab, meski hak imunitas disebut dalam UUD 1945, harus dibaca lebih lanjut aturan Pasal 224 UU MD3.

Tags:

Berita Terkait