Adakah Sanksi Hukum Memblokir Jalan untuk Pesta Pernikahan? Simak Penjelasannya
Terbaru

Adakah Sanksi Hukum Memblokir Jalan untuk Pesta Pernikahan? Simak Penjelasannya

Sang pemilik hajat harus mengantongi izin terlebih dahulu, dan disertai dengan syarat-syarat tertentu.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi acara pernikahan. Foto: RES
Ilustrasi acara pernikahan. Foto: RES

Menutup jalan umum untuk kepentingan pribadi seperti pesta pernikahan merupakan hal lumrah di Indonesia. Namun tentunya penutupan jalan tersebut harus mempertimbangkan kepentingan orang banyak agar tidak menghambat jalur transportasi. Jika tidak, maka hal tersebut akan menimbulkan konflik di masyarakat.

Persoalan pentupan jalan untuk pesta pernikahan tersebut pernah viral pada tahun 2021 lalu. Adalah seorang pemilik akun TikTok @agah777 menyampaikan unek-uneknya lantaran sang tetangga menutup jalan untuk kepentingan pesta pernikahan. Si pemilik akun mengklaim jika pihak tetangga tidak meminta izinnya untuk menutup jalan. Akibatnya dirinya tidak bisa keluar rumah karena tertutup tenda yang dipasang selama dua hari tersebut.

Pada dasarnya sah-sah saja jika masyarakat ingin penggunaan jalan untuk kepentingan pribadi seperti pesta pernikahan. Namun tentu sang pemilik hajat harus mengantongi izin terlebih dahulu, dan disertai dengan syarat-syarat tertentu.

Baca:

Dikutip dari artikel Klinik Hukumonline “Aturan Penggunaan Jalan untuk Pesta Pernikahan dan Kepentingan Pribadi Lainnya”, pesta pernikahan dengan memasang tenda yang menghalangi sebagian jalan raya termasuk sebagai penggunaan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas. Mengenai hal ini dapat dilihat ketentuannya dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 10 Tahun 2012 tentang Pengaturan Lalu Lintas Dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan Selain Untuk Kegiatan Lalu Lintas (Perkapolri 10/2012). Penggunaan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas adalah kegiatan yang menggunakan ruas jalan sebagian atau seluruhnya di luar fungsi utama dari jalan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 9 Perkapolri 10/2012.

Penggunaan jalan untuk pesta pernikahan termasuk sebagai penggunaan jalan untuk kepentingan pribadi. Penggunaan jalan yang bersifat pribadi antara lain untuk pesta perkawinan, kematian, atau kegiatan lainnya (Pasal 16 ayat (2) Perkapolri 10/2012). Jalan yang dapat digunakan untuk kepentingan pribadi ini adalah jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa (Pasal 127 ayat (3) UU LLAJ dan Pasal 15 ayat (2) Perkapolri 10/2012).

Jika penggunaan jalan untuk kepentingan pribadi tersebut mengakibatkan penutupan jalan, maka penggunaan jalan dapat diizinkan apabila ada jalan alternatif (Pasal 128 ayat (1) UU LLAJ dan Pasal 15 ayat (3) Perkapolri 10/2012). Pengalihan arus lalu lintas ke jalan alternatif tersebut harus dinyatakan dengan rambu lalu lintas sementara (Pasal 128 ayat (2) UU LLAJ dan Pasal 15 ayat (4) Perkapolri 10/2012).

Andai penggunaan jalan tersebut mengakibatkan penutupan jalan, harus ada izin penggunaan jalan yang diberikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagaimana diatur dalam Pasal 128 ayat (3) UU LLAJ dan Pasal 17 ayat (1) Perkapolri 10/2012. Polri nantinya akan bertanggung jawab menempatkan petugas pada ruas jalan untuk menjaga keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan (Pasal 129 ayat (2) Perkapolri 10/2012). Sedangkan pengguna jalan di luar fungsi jalan ini bertanggung jawab atas semua akibat yang ditimbulkan (Pasal 129 ayat (1) UU LLAJ).

Adapun untuk memperoleh izin penggunaan jalan tersebut adalah dengan mengajukan permohonan secara tertulis sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (2) Perkapolri 10/2012.  Pengajuan tertulis diajukan kepada:

a.    Kapolda setempat yang dalam pelaksanaannya dapat didelegasikan kepada Direktur Lalu Lintas, untuk kegiatan yang menggunakan jalan nasional dan provinsi;

b.    Kapolres/Kapolresta setempat, untuk kegiatan yang menggunakan jalan kabupaten/kota;

c.    Kapolsek/Kapolsekta untuk kegiatan yang menggunakan jalan desa.

Permohonan tersebut diajukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum waktu pelaksanaan dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut (Pasal 17 ayat (3) Perkapolri 10/2012):

a.    foto kopi KTP penyelenggara atau penanggung jawab kegiatan;

b.    waktu penyelenggaraan;

c.    jenis kegiatan;

d.    perkiraan jumlah peserta;

e.    peta lokasi kegiatan serta Jalan alternatif yang akan digunakan; dan

f.     surat rekomendasi dari: satuan kerja perangkat daerah provinsi yang membidangi urusan pemerintahan perhubungan darat untuk penggunaan jalan nasional dan provinsi; satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota yang membidangi urusan pemerintahan perhubungan darat untuk penggunaan jalan kabupaten/kota; atau kepala desa/lurah untuk penggunaan jalan desa atau lingkungan.

Setelah proses ini dilalui, maka pihak penyelenggara harus menunggu apakah permohonan izin ini diterima atau ditolak oleh pihak kepolisian

Khusus bagi penggunaan Jalan untuk prosesi kematian, permohonan izin dapat diajukan secara tertulis maupun lisan kepada pejabat Polri, tanpa memperhitungkan batas waktu pengajuan sebagaimana disebutkan dalam persyaratan di atas (Pasal 17 ayat (4) Perkapolri 10/2012).

Jadi, pada dasarnya seseorang dapat mengadakan pesta pernikahan dengan memasang tenda yang menghalangi sebagian jalan raya selama dia telah mendapatkan izin penggunaan jalan selain untuk kegiatan lalu lintas.

Bagaimana jika persyaratan tersebut tidak dipenuhi? Maka akan ada sanksi administratif maupun pidana yang bisa dikenakan kepada penyelenggara kegiatan yang menutup jalan. Sanksi administratif berupa: (a) peringatan tertulis; (b) penghentian sementara pelayanan umum; (c) penghentian sementara kegiatan; (d) denda administratif; (e) pembatalan izin; dan/atau (f) pencabutan izin. 

Sanksi yang lebih berat bisa dijatuhkan bila seseorang merintangi suatu jalan umum yang berimplikasi dapat mendatangkan bahaya bagi keselamatan lalu lintas. Pasal 192 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengancam pidana maksimal sembilan tahun penjara kepada orang yang melakukan perbuatan tersebut.

Tags:

Berita Terkait