Adakah Dampak Putusan Karen Agustiawan Terhadap Bisnis Pertamina?
Berita

Adakah Dampak Putusan Karen Agustiawan Terhadap Bisnis Pertamina?

​​​​​​​Pertamina tetap melanjutkan kegiatan akusisi dan mematuhi ketentuan hukum Indonesia, asing dan internasional.

Mochammad Januar Rizki/ANT
Bacaan 2 Menit
Karen Agustiawan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Karen Agustiawan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta telah menjatuhkan vonis pidana 8 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 4 bulan kurungan kepada mantan Direktur Utama PT Pertamina Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan pada Senin (10/6). Karen dianggap bersalah dalam keputusannya mengakuisisi Blok Migas Basker Manta Gummy di Australia yang menimbulkan kerugian negara.

 

Namun, vonis Karen ini menuai perdebatan karena keputusannya dianggap hanya aksi bisnis semata yang memiliki risiko kerugian. Seorang hakim ad hoc yang menjadi anggota majelis dalam persidangan ini, Anwar mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion).

 

Anwar menganggap Karen tidak bersalah dan harus dibebaskan dari semua dakwaan, baik dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 huruf b UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP maupun dakwaan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 huruf b UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Kondisi ini tentunya menjadi perhatian bagi jajaran petinggi Pertamina agar memastikan setiap kegiatan bisnisnya mematuhi hukum. Chief Legal Counsel and Compliance Pertamina, Aji Prayudi mengatakan, pihaknya tetap memasukkan rencana akuisisi domestik dan luar negeri. Dia memastikan setiap aksi bisnis tersebut mematuhi segala ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia dan asing.

 

“Diharapkan compliance terhadap aturan eksternal maupun internal tetap kami ikuti, terutama kondisi aturan maupun situasi eksternal yang berubah,” jelas Aji saat dihubungi hukumonline, Selasa (11/6). Kondisi perekonomian dan geopolitik menjadi acuan bagi Pertamina dalam melaksanakan akuisisi tersebut.

 

Khusus akusisi luar negeri, Aji menjelaskan, pihaknya juga mempertimbangkan dan mematuhi sistem hukum wilayah tersebut yang berbeda dengan Indonesia atau internasional. Selain itu, pihaknya juga mempertimbangkan aspek lain seperti finansial, perpajakan, nilai tukar, pemahaman teknis industri hulu migas serta kemanan negara tersebut.

 

Sehubungan dengan vonis Karen tersebut, Aji menambahkan pihaknya menghormati putusan Pengadilan Tipikor. Hingga kini, perkara tersebut masih bergulir di pengadilan lantaran pihak Karen mengajukan banding. Menurutnya, terdapat perbedaan pendapat antara majelis hakim yang menilai kasus ini dan perlu dicermati.

 

“Perkara Ibu Karen, sudah dalam ranah pengadilan, banyak pendapat-pendapat para ahli termasuk pendapat JPU (jaksa penuntut umum) dan PH (penasihat hukum) yang disampaikan pada proses persidangan. Bahkan ada hakim yang beda pendapat  yang memang dihargai. Saat ini proses banding dan belum berkekuatan hukum tetap. Kita lihat saja proses perkembangan di jalur hukumnya. Sudah banyak pendapat yang disampaikan. Bagaimana hakim pengadilan tinggi menilai perkara tersebut,” jelas Aji.

 

Baca:

 

Sikap Kejaksaan Agung

Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) belum menentukan upaya hukum lanjutan yang akan diambil terkait vonis Pengadilan Tipikor Jakarta terhadap Karen Agustiawan. "Kami menunggu putusan resmi pengadilan. Sesuai ketentuan KUHAP, para pihak diberikan waktu selama tujuh hari untuk mengambil sikap," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Mukri, seperti dikutip dari Antara.

 

Sebagaimana diketahui, vonis yang dijatuhkan majelis hakim terhadap Karen tersebut lebih rendah dari tuntutan tim jaksa penuntut umum  pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), yakni 15 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan, serta membayar uang pengganti sebesar Rp284,033 miliar subsidair 5 tahun penjara.

 

Sebelumnya tim JPU juga menjerat terdakwa Karen dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Sementara usai vonis, Karen Agustiawan langsung mengajukan banding dan meminta salinan putusan untuk membuat memori banding. "Kami secara tegas menyatakan banding, kami butuh salinan putusan, mohon salinan putusan dipercepat supaya kami bisa membuat memori banding dengan sempurna," kata pengacara Karen, Susilo Aribowo. (ANT)

Tags:

Berita Terkait