|
Selain data center, permalasahan yang juga disoroti yaitu mengenai tingkat suku bunga pinjaman fintech. Saat ini, aturan tingkat suku bunga pinjaman fintech di Indonesia belum ada regulasinya baik dalam POJK dan kode perilaku Asosiasi Fintech Indonesia. Sehingga, setiap perusahaan fintech dapat menentukan sendiri besaran suku bunga pinjaman kepada nasabah.
(Baca Juga: Demi Kepastian Berusaha, Pemerintah Akan Atur Klasifikasi Data Elektronik)
Kondisi ini berbeda dibandingkan dengan negara lain seperti Korea yang mengatur secara jelas mengenai tingkat suku bunga pinjaman. Dalam kesempatan yang sama, Convergence Service Support Team Manager KISA, Kim Jin Man menjelaskan Korea telah memiliki aturan dalam penetapan suku bunga. Dia menjelaskan pemerintah Korea mematok bunga pinjaman fintech maksimal 24 persen.
Namun, dia menjelaskan perusahaan fintech Korea mayoritas sudah menetapkan suku bunga di bawah acuan pemerintah. “Paling sekitar 10 persen rata-rata bunga pinjamannya atau di antara bank dan shadow banking,” kata Kim.
Angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan Indonesia yang rata-rata tingkat suku bunga pinjaman fintech mencapai sekitar 20 persen. Dengan tingginya tingkat suku buga tersebut, Kim menilai kondisi ini akan berdampak buruk bagi nasabah. Tingginya tingkat suku bunga akan memperbesar risiko gagal bayar pinjaman.
Kim juga menjelaskan sebelumnya Korea juga tidak mematok tingkat suku bunga pinjaman fintech. Namun, kondisi tersebut justru meningkatkan terjadinya praktik penagihan intimidatif dan teror perusahaan fintech kepada nasabahnya. Sehingga, Korea mengambil kebijakan untuk menetapkan suku bunga acuan bagi fintech.
“Kalau awal-awal memang banyak masalah (penagihan). Tapi, sekarang tidak lagi karena sudah dijaga sama goverment. Selain itu, Korea juga ada aturan batasan pinjaman bagi nasabah sehingga sudah jarang terjadinya pinjaman bermasalah,” jelas Kim.