Ada Potensi Korupsi dalam Implementasi Perpres Kapitasi
Berita

Ada Potensi Korupsi dalam Implementasi Perpres Kapitasi

Pemda punya wewenang besar salurkan dana kapitasi.

ADY
Bacaan 2 Menit
Ada Potensi Korupsi dalam Implementasi Perpres Kapitasi
Hukumonline
Sampai saat ini pemerintah masih terus memperbaiki pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang digelar lewat BPJS Kesehatan. Salah satunya pembayaran klaim dari BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama seperti Puskesmas. Pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi JKN pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama milik Pemerintah Daerah.

Walau ditujukan untuk memperlancar penyelenggaraan program JKN namun Koordinator Advokasi BPJS Watch sekaligus Presidium KAJS, Timboel Siregar, melihat regulasi itu berpotensi membuka lahan korupsi baru bagi Pemda. Sebab, Pemda punya kewenangan yang besar mengatur penyaluran dana kapitasi kepada faskes.

Misalnya, Timboel melanjutkan, Pasal 6 ayat (3) Perpres Dana Kapitasi JKN mengatur rekening dana kapitasi pada setiap faskes tingkat pertama ditetapkan oleh Kepala Daerah. Sementara Pasal 6 ayat (4) Perpres Dana Kapitasi JKN menegaskan rekening itu merupakan bagian dari rekening Bendahara Umum Daerah (BUD).

Menurut Timboel regulasi itu memberi kewenangan besar kepada Kepala Daerah terkait penggunaan dana kapitasi. Ia khawatir wewenang besar ini mengganggu pelaksanaan pembiayaan program JKN. Harusnya rekening dana kapitasi tidak menjadi bagian dari rekening BUD, tapi terpisah, agar dana kapitasi dapat dilihat secara jelas yaitu seluruhnya untuk pelayanan JKN.

“Kehadiran Perpres Dana Kapitasi JKN yang diundangkan tanggal 21 April 2014 diduga rawan dikorupsi oleh pejabat Pemda,” katanya kepada hukumonline di gedung Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta, Senin (05/5).

Tak hanya itu, Timboel berpendapat kewenangan besar Kepala Daerah atas pengelolaan dana kapitasi terlihat pada proses pelaporan. Dalam pasal 8 Perpres Dana Kapitasi JKN menyebut bendahara dana kapitasi pada faskes tingkat pertama mencatat dan menyampaikan realisasi pendapatan serta belanja kepada kepala faskes tingkat pertama. Kemudian kepala faskes tingkat pertama menyampaikannya kepada satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dinas kesehatan dengan melampirkan surat pernyataan pertanggungjawaban.

Bagi Timboel hal itu terkait dengan sisa dana kapitasi yang belum digunakan pada tahun berjalan. Namun ia mengingatkan ketentuan itu berpotensi memunculkan terjadinya “pengkambinghitaman” kepada kepala faskes tingkat pertama ketika suatu saat terjadi korupsi atas dana kapitasi tersebut. Pasalnya, kepala faskes tingkat pertama yang membuat pernyataan tanggungjawab atas penggunaan dana kapitasi JKN.

Kondisi itu diperburuk oleh mekanisme pengawasan yang lemah. Sebab Timboel melihat pasal 11 Perpres Dana Kapitasi JKN itu mengamanatkan kepala SKPD dinas kesehatan dan faskes tingkat pertama itu sendiri yang melakukan pengawasan. Padahal mereka adalah bagian dari pejabat yang membuat laporan penerimaan dan pengeluaran dana kapitasi JKN.

Timboel mengusulkan agar Perpres Dana Kapitasi JKN mengatur faskes tingkat pertama untuk memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik kepada peserta. Menurutnya hal itu selaras dengan pasal 12 Perpres Dana Kapitasi JKN yang mengamanatkan dana kapitasi dimanfaatkan seluruhnya untuk jasa dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan. Lebih lanjut dalam Pasal 12 ayat (3) menyebut dukungan biaya operasional itu hanya meliputi obat, alat kesehatan, bahan medis habis pakai dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan lainnya.

Mestinya, Timboel menandaskan, pelayanan di faskes tingkat pertama mencakup pelayanan laboratorium seperti cek darah. Guna membenahi masalah tersebut Timboel mendesak Presiden SBY segera merevisi Perpres Dana Kapitasi JKN. Pengawasan penggunaan dana kapitasi JKN harus lebih independen dan jelas. Selain itu ia menyebut BPJS Watch mendesak DJSN, OJK dan KPK untuk aktif mengawasi penggunaan dana kapitasi JKN di seluruh daerah. Sebab, jika terjadi penympangan maka berpengaruh besar pada pelayanan yang diterima peserta BPJS Kesehatan.

Sebelumnya, Direktur Kepesertaan BPJS Kesehatan, Sri Endang Tidarwati, mengatakan Perpres Dana Kapitasi JKN itu pada intinya mengatur penggunaan dana Kapitasi untuk Puskesmas non-BLUD (Badan Layanan Umum Daerah). Perpres itu akan ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Kesehatan untuk mengatur hal yang sifatnya lebih teknis.

Lewat regulasi tersebut Endang mengatakan sekarang dana kapitasi bisa langsung disalurkan ke Puskesmas. Sedangkan pengalokasian dana kapitasi itu diutamakan untuk jasa pelayanan kesehatan. “Minimal 60 persen untuk jasa medik dan sisanya untuk menunjang operasional, itu nanti diatur dalam Permenkes,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait