Ada Peran Pegawai KPK Tak Lulus Tes ASN di OTT Bupati Nganjuk
Utama

Ada Peran Pegawai KPK Tak Lulus Tes ASN di OTT Bupati Nganjuk

Perkara ini akhirnya ditangani Polri.

Aji Prasetyo
Bacaan 4 Menit
Jumpa pers di KPK terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Nganjuk. Foto: RES
Jumpa pers di KPK terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Nganjuk. Foto: RES

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Badan Reserse dan Kriminal Polri melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) bersama terhadap Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat berkaitan dengan jual-beli jabatan. Dalam operasi tersebut, kedua lembaga itu menemukan barang bukti uang yang diduga berkaitan dengan perkara senilai Rp647,9 juta.

Namun yang menjadi perhatian dalam pelaksanaan penangkapan ini yaitu adanya peran Harun Al Rasyid, satu dari 75 pegawai KPK yang dikabarkan tidak lulus dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sebagai syarat pengalihan status sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Tak tanggung-tanggung, posisi Harun dalam perkara itu Harun merupakan Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Penyelidik, meskipun pada akhirnya perkara tersebut ditangani Polri.

Dalam Pasal 43 UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK menyebut Penyelidik KPK dapat berasal dari kepolisian, kejaksaan, instansi pemerintah lainnya, dan/atau internal KPK.   

Dalam Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 7 Tahun 2020 tentang Organisasi Tata Kelola (Ortaka) Satuan Tugas Pasal 55 ayat (3) Bagian Penyelidikan menyebut Satuan Tugas dibentuk oleh Direktur yang ditetapkan dengan keputusan Deputi. Sementara di Bagian Satuan Tugas Wilayah Pasal 64 ayat (2) dan (3) menyebutkan Satuan Tugas merupakan jabatan fungsional dan dibentuk atas keputusan pimpinan.

Sementara definisi Satuan Tugas sendiri ada di Perkom Nomor 1 Tahun 2015 tentang Ortaka. “Satuan Tugas atau Satgas adalah sekelompok pegawai fungsional dan administrasi yang dibentuk berdasarkan Keputusan Deputi untuk melaksanakan sebagian tugas dari Direktorat dalam menjalankan tugasnya dikoordinasikan oleh Kepala Satuan Tugas yang memiliki tingkat jabatan paling rendah Fungsional Madya Menengah,” bunyi Perkom tersebut.

Saat dihubungi, Harun tidak membantah jika dirinya merupakan Kasatgas. “Insya Allah,” tuturnya, Senin (11/5). (Baca: KPK Beri Penjelasan Soal Polemik Tes Wawasan Kebangsaan)

Mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah pun ikut bicara. Febri mengatakan bila sebagian dari nama-nama pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai ASN itu selama ini memiliki peran penting dalam OTT kasus-kasus korupsi besar yang ditangani KPK.

"Jadi gini, OTT kasus besar yang masih selamatkan muka KPK pasca-revisi UU dan Pimpinan baru ternyata ditangani penyelidik atau penyidik yang justru terancam disingkirkan gara-gara tes wawasan kebangsaan yang kontroversial. Misal: OTT KPU, Bansos Covid19, Benur KKP, Cimahi, Gub Sulsel, Nganjuk dll,” ujar Febri melalui akun Twitter @febridiansyah.

Kronologis

Terkait dengan perkara ini, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menjelaskan Sejak sekitar akhir Maret 2021, KPK menerima laporan adanya dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pengisian jabatan perangkat desa dan camat di lingkungan Pemkab Nganjuk, Jawa Timur. Tim Pengaduan Masyarakat KPK menindaklanjuti laporan masyarakat dimaksud.

Selanjutnya saat unit Koordinasi dan Supervisi Penindakan KPK berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri diperoleh Informasi bahwa Bareskrim Mabes Polri juga menerima laporan pengaduan masyarakat yang sama terkait hal tersebut. Untuk menghindari tumpeng tindih maka disepakati akan dilakukan kerja sama untuk menindak lanjuti laporan masyarakat dimaksud baik terkait dengan pengumpulan bahan keterangan (Pulbaket) maupun kegiatan penyelidikan.

Bareskrim Mabes Polri dan KPK juga akan melakukan penyelidikan di mana KPK akan support penuh informasi dan data kepada tim Bareskrim terkait kasus dimaksud. Pelaksanaan kegiatan di lapangan dilakukan bersama oleh Tim Gabungan KPK bersama Bareskrim Mabes Polri. “Penyelesaian penanganan perkara akan dilakukan oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri,” ujar Lily dalam konferensi pers di kantornya.

Kronologis penangkapan ini menurut Lili bermula pada Minggu, 9 Mei 2021 Tim Gabungan KPK dan Bareksrim Mabes Polri mendapatkan informasi akan adanya penyerahan uang oleh pihak-pihak terkait dengan proses pengisian jabatan perangkat desa dan camat di jajaran Pemerintah Kabupaten Nganjuk. Tim Gabungan kemudian menindaklanjuti dan selanjutnya mengamankan 4 orang camat di wilayah Kabupaten Nganjuk beserta barang bukti uang.

“Setelah dilakukan permintaan keterangan diperoleh fakta bahwa dugaan penerimaan sejumlah uang dimaksud dikumpulkan atas arahan Bupati Nganjuk,” jelas Lili.

Tim Gabungan juga menemukan fakta adanya beberapa dugaan para camat telah menyerahkan sejumlah uang kepada Bupati Nganjuk melalui ajudannya. Selanjutnya Tim Gabungan KPK dan Bareskrim Mabes Polri mengamankan Bupati Nganjuk untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Ditangani Polri

Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan pihaknya berkomitmen untuk terus menjalin kerja sama dengan KPK berkaitan dengan perkara korupsi, apalagi jika informasi yang diperoleh berasal dari sumber yang sama, seperti dalam kasus Bupati Nganjuk. “Informasi yang kita peroleh, sumbernya bisa sama, yang menginformasikan kejadian di wilayah, ini selalu kita komunikasikan jajaran kepolisian dan KPK,” terangnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri Brigjen Djoko Poerwanto mengatakan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengisian jabatan pada perangkat desa dan camat di lingkungan Pemkab Nganjuk. Selain Novi, ada 6 orang lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka.

“Saudara NRH (Novi Rahman Hidayat), Bupati Nganjuk yang diduga sebagai penerima atau janji,” jelasnya.

Ia disangkakan Pasal Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP.

Sementara sebagai pemberi yaitu Durpriono (DR) Camat Pace, Edie Srijato (ES) Camat Tanjunganom dan sebagai Plt. Camat Sukomoro, Haryanto (HY) Camat Berbek, Bambang Subagio (BS) Camat Loceret, Tri Basuki Widodo (TBW) Mantan Camat Sukomoro dan terakhir M. Izza Muhtadin (MIM) yang merupakan ajudan Bupati Nganjuk.

Keenam orang ini disangkakan n Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP.

Tags:

Berita Terkait