Ada Notaris dan Advokat di Pusaran Kasus Bos Sentul City
Utama

Ada Notaris dan Advokat di Pusaran Kasus Bos Sentul City

Saksi diminta Swie Teng bertemu Bunda untuk meminta advice.

Bacaan 2 Menit
Bos Sentul City Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng saat menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, beberapa waktu lalu. Foto: RES.
Bos Sentul City Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng saat menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, beberapa waktu lalu. Foto: RES.

Dua anak buah Bos Sentul City, Kwee Cahyadi Kumala alias Swie Teng, Dian Purwheny dan Tina S Sugiro mengaku dibawa bertemu Bunda usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam perkara FX Yohan Yap di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Belakangan diketahui Bunda adalah Suryani Zaini, notaris yang juga Komisaris Utama PT Indosiar Visual Mandiri.

Tina mengatakan, setelah menjalani pemeriksaan di KPK, ia dijemput menantu Swie Teng, Steven untuk bertemu seseorang di lantai 7, Gedung Menara Kuningan, Jl HR Rasuna Said Blok X-7 Kavling 5, Jakarta Selatan. Meski tidak mengetahui siapa orang yang hendak ia temui, Tina tetap mengikuti permintaan Steven.

"Belakangan kita manggilnya Bunda. Saya hanya ditanya pemeriksaannya apa saja, ya saya sampaikan apa yang ditanya (penyidik KPK) dan saya jawab apa yang ditanyakan. Ada Pak Cahyadi. Beliau duduk di pojok dan tidak ada interaksi apa-apa," katanya saat diperiksa sebagai saksi dalam perkara Swie Teng di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/3).

Beberapa waktu setelah pertemuan itu, Tina kembali mendapat surat panggilan dari KPK. Usai menjalani pemeriksaan, Tina dijemput Steven untuk bertemu Bunda. Tina mengaku Bunda hanya menanyakan pemeriksaan di KPK. Namun, Tina membantah jika Bunda mencoba mengarahkan Tina dalam memberikan keterangan di KPK.

Usai bertemu Bunda, Tina menyatakan dirinya sempat berpapasan dengan rekannya, Dian dan Roselly Tjung alias Sherley Tjung. Ternyata, Dian dan Sherley juga diperintahkan Swie Teng untuk bertemu Bunda. Dian yang juga menjadi saksi bersamaan dengan Tina menjelaskan, ia diminta Swie Teng untuk meminta nasihat dari Bunda.

"Saya datang ke sana sebelum pemeriksaan di KPK. Saat itu saya ketakutan. Saya belum punya bayangan nanti ditanya seperti apa. Saya diminta Pak Cahyadi, 'Sudah Dian jangan takut, nanti ada Bunda yang akan beri advice'. Bunda hanya memberi tahu saya jangan takut, sampaikan saja yang sebetul-betulnya ke KPK," ujarnya.

Setelah itu, Dian kembali mendapat surat panggilan dari KPK. Usai diperiksa di KPK, Dian diperintahkan Swie Teng bertemu Bunda di Gedung Istana Kana, Jl RP Soeroso No.24, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat. Namun, lagi-lagi Dian mengaku hanya meminta nasihat dari Bunda. Ia membantah jika Bunda mencoba mengarahkan.

Selain bertemu Bunda, Tina mengaku sempat bertemu pengacara Swie Teng, Dodi Abdulkadir sebelum memenuhi panggilan pemeriksaan KPK. Tina menceritakan, ketika itu, ia baru mendapatkan surat panggilan dari KPK. Ia berinisiatif untuk menemui Dodi di Kantor Pengacara MRP Grand Wijaya Center Blok B 8-9, Jl Wijaya II, Jakarta Selatan.

Tina menampik jika dalam pertemuan itu turut hadir Swie Teng. Ia juga menampik jika Swie Teng disebut memerintahkan dirinya agar tidak membawa-bawa namanya dalam pemeriksaan di KPK. Menurut Tina, ia hanya berdua dengan Dodi. Ia bermaksud meminta nasihat Dodi selaku advokat yang biasa digunakan Swie Teng.

"Jadi, waktu itu saya terima panggilan. Saya tidak tahu mesti bagaimana dan kemana. Makanya saya ke tempatnya Pak Dodi. Pak Dodi itu salah satu lawyernya Pak Cahyadi. Itu lawyer perusahaan. Kalau setiap kita ada perjanjian atau apa yang memerlukan opini, biasanya kita nanya ke timnya Pak Dodi," tuturnya.

Mendengar pernyataan Tina, penuntut umum KPK Surya Nelli tidak begitu saja percaya. Pasalnya, berdasarkan keterangan saksi lain dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), saat pertemuan di Kantor Pengacara MRP, Swie Teng memerintahkan agar saksi tidak melibatkan namanya, melainkan nama adiknya, Haryadi Kumala alias Asie.

Begitu pula saat pertemuan dengan Suryani di Gedung Menara Kuningan pada 22 Mei 2014 dan di Gedung Istana Kana pada 1 Juni 2014. Sesuai uraian dakwaan penunut umum, pertemuan tersebut dimaksudkan untuk mengarahkan para saksi agar tidak menyebut keterlibatan Swie Teng dalam pemeriksaan perkara Yohan.

Bahkan, dalam surat dakwaan, Swie Teng dan Suryani juga disebut membuat simulasi pemeriksaan dan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang mungkin akan diajukan penyidik KPK kepada para saksi dalam penyidikan perkara FX Yohan Yap. Oleh karena itu, Surya Nelli meminta Tina memberikan keterangan yang sebenarnya.

Akan tetapi, Tina mengaku sudah memberikan keterangan yang benar di persidangan. Sama halnya dengan Dian. Kedua saksi itu mengatakan Swie Teng maupun Suryani tidak pernah mengarahkan, apalagi memerintahkan untuk memberikan keterangan yang tidak benar dalam pemeriksaan perkara Yohan di KPK.

Membereskan Dokumen

Kemudian, Surya Nelli menanyakan keterangan Tina dalam BAP yang menyebutkan pernah diperintahkan Swie Teng untuk memindahkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan proses pengurusan rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan atas nama PT Bukit Jonggol Asri (BJA) agar tidak dapat dilacak KPK.

Tina langsung buru-buru meluruskan dan meralat keterangannya. Ia menyatakan Swie Teng sebenarnya sudah memerintahkan pemindahan dokumen sejak lama karena kantor akan dipindahkan ke Sentul. Namun, perintah itu belum dapat dilaksanakan dan baru dapat dilaksanakan pada malam hari di tanggal 7 Mei 2014.

Anehnya, pemindahan dokumen itu dilakukan di hari yang sama setelah Yohan Yap tertangkap tangan KPK. Tina lalu membenarkan pada malam setelah kejadian penangkapan Yohan, Swie Teng meneleponnya untuk kembali ke kantor. Tina yang sedang berada di jalan pulang diperintahkan Swie Teng membereskan dokumen untuk dipindahkan.

Tina mengungkapkan, saat mengepak dokumen, ia melihat Dian, Sherley, dan Lusiana. Ia juga sempat melihat ada dokumen yang dihancurkan, tetapi tidak mengetahui isi dokumen tersebut. Tina hanya fokus membereskan dokumen-dokumen yang terkait dengan tugas-tugasnya untuk selanjutnya dipindahkan.

Senada, Dian juga pernah diperintahkan Swie Teng untuk kembali ke kantor pasca penangkapan Yohan. Ia diminta membantu mengepak dokumen untuk dipindahkan. Namun, ia mengaku rencana pindah itu sebenarnya sudah lama. "Lagipula, dokumen (yang dipindahkan) tidak ada hubungannya (dengan BJA)," katanya.

Ternyata, setelah KPK melakukan penyitaan, dokumen-dokumen itu justru terkait dengan kasus pengurusan rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan atas nama PT AJB yang melibatkan Yohan dan Bupati Bogor Rachmat Yasin. KPK menyita dokumen tersebut dari sejumlah tempat, diantaranya Golden Butik Hotel dan Sentul City.

Penyitaan itu diamini pula oleh Direktur Golden Butik Rachmat Arifin. Ia mengatakan, pada malam hari, dirinya mendapat telepon dari adik Swie Teng, Haryadi Kumala. Haryadi meminta Rachmat menyiapkan mobil untuk mengambil arsip-arsip yang selanjutnya dititipkan di Golden Butik Hotel.

Namun, ketika itu, Rachmat mengaku belum mengetahui ada peristiwa penangkapan Yohan. Ia baru mendengar Yohan ditangkap KPK pada pagi harinya melalui media. Ia menjelaskan, Haryadi sudah biasa menitipkan barang-barang di Golden Butik Hotel. "Waktu itu, (dari Golden Butik Hotel) disita 33 kardus dan 3 koper," ujarnya.

Sementara, Lukito Hadi Siswanto yang bertugas sebagai pengamanan lahan Sentul City mengaku dari lokasinya, KPK menyita 48 kardus, 1 kardus, dan 1 kontainer. Lukito menerangkan, saat malam hari, ia ditelepon staf Swie Teng bernama Liauw untuk menerima pengantaran dokumen. Ia membenarkan jika dokumen itulah yang disita KPK.

Sebagaimana diketahui, selain didakwa menyuap Rachmat Yasin, Swie Teng juga didakwa menghalang-halangi atau merintangi penyidikan perkara Yohan Yap. Swie Teng dianggap melakukan sejumlah perbuatan mulai dari mengarahkan saksi, memindahkan dokumen, dan membuat perjanjian palsu untuk mengelabui KPK.

Tags:

Berita Terkait