Ada Kontribusi MA dalam Pertumbuhan Ekonomi
Berita

Ada Kontribusi MA dalam Pertumbuhan Ekonomi

Melalui beberapa kebijakan MA, diantaranya penerapan mekanisme gugatan sederhana di pengadilan; mendorong proses mediasi di pengadilan; penanganan sengketa pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum yang berkeadilan.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit

 

Selain itu, upaya mewujudkan keadilan restoratif melalui lembaga diversi sebagai prioritas nasional dalam RPJMN 2015-2019 dan 2020-2024, mendapatkan perhatian MA. Sebab, pada tahun 2019 terdapat 1.055 perkara yang diselesaikan melalui mekanisme diversi dan 264 perkara berhasil mencapai kesepakatan pada proses diversi tersebut.

 

Program prioritas nasional lain, kata Hatta, MA berhasil selesaikan penanganan sengketa pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Pada tahun 2019, jumlah keseluruhan perkara yang diterima sebanyak 72 perkara dan telah diputus sebanyak 68 perkara.

 

Peran hukum dalam ekonomi, lanjutnya, juga terlihat pada kontribusi keuangan negara melalui PNBP dari layanan penanganan perkara pada pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding yang meningkat dari 40,3 miliar pada tahun 2018 menjadi lebih dari 66 miliar pada tahun 2019.

 

Itu sama halnya, dari hasil eksekusi penjatuhan pidana denda dan pidana uang pengganti melalui putusan-putusan yang berkekuatan hukum tetap dalam perkara pelanggaran lalu lintas, pidana korupsi, narkotika, kehutanan, perlindungan anak, perikanan, pencucian uang dan perkara-perkara tindak pidana lainnya, MA berhasil menyetor dengan jumlah total lebih dari 44 triliun. Jumlah itu meningkat dari tahun 2018 dengan total 38,9 triliun.

 

“Semua perkara yang berperan bagi pertumbuhan ekonomi bagian dari 6.689.756 perkara yang di putus pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat banding di seluruh Indonesia pada tahun 2019 sebagai dharmabhakti lembaga peradilan kepada ibu pertiwi.”

 

Peran MA dalam pertumbuhan ekonomi, tidak lepas dari dukungan program modernisasi MA melalui e-court dan e-litigation serta program lainnya. “Kebijakan ini juga kontribusi lembaga peradilan untuk menjalankan mandat dalam rangka mendukung kemudahan berusaha (ease of doing business) di Indonesia, dan mendapatkan sambutan antusias dari para pencari keadilan,” kata Hatta.

 

Pada tahun 2019, lanjutnya, e-cout telah digunakan untuk menangani 47.244 perkara terkait sengketa perdata, perdata agama dan tata usaha negara. Kebijakan e-litigation telah berjalan dengan baik. Salah satunya ditandai dengan tingginya partisipasi pengguna lain (non-advokat) yang tercatat 22.641 pengguna, terdiri atas 21.431 pengguna perorangan, 172 pengguna Lembaga Pemerintahan, 972 pengguna badan hukum, dan 111 Pengguna dalam kapasitas sebagai kuasa insidentil.

 

“E-court dan E-litigation juga telah diadaptasi pada kebijakan-kebijakan terkait hukum acara diantaranya Perma No. 3 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan terhadap Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha,” katanya.

Tags:

Berita Terkait