Ada Kompromi Penting dalam RUU Ormas
Berita

Ada Kompromi Penting dalam RUU Ormas

Masyarakat sipil menawarkan solusi pembuatan RUU Perkumpulan.

CR15
Bacaan 2 Menit
Ada Kompromi Penting dalam RUU Ormas
Hukumonline

Anggota Pansus RUU Ormas Muhammad Najib mengatakan telah ada konsinyering yang memperbaiki RUU Ormas. Dalam konsinyering terakhir telah membawa perubahan penting. Ormas yang sudah mendapat pengakuan hukum sebelum UU ini disahkan tetap diakui tidak perlu mendaftar kembali.

Menurut Najib, aturan peralihan tersebut adalah bentuk kompromi yang sangat penting di tengah pro kontra atas RUU Ormas. Ia menilai RUU ini tetap melindungi kebebasan berserikat dan berkumpul.

“Kebebasan berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat adalah satu dari enam agenda reformasi. Kebebasan yang kami perjuangkan itu sekarang banyak dinikmati begitu banyak ormas termasuk partai politik yang baru berdiri. RUU ini penting agar kebebasan jangan sampai disalahgunakan,” ujar Najib di sela-sela diskusi akhir pekan bertajuk “RUU Ormas, Kok Bikin Cemas?” di Jakarta, Sabtu (29/6).

Senada, anggota Tim Perumus RUU Ormas yang juga Tenaga Ahli Kementerian Dalam Negeri Firdaus Syam beralasan RUU Ormas tetap penting untuk disahkan sebagai bentuk kehadiran negara dalam era reformasi. Ia menekankan, reformasi yang bergerak saat ini berjalan secara bebas dan tidak terkendali.

“Kehadiran negara perlu diperkuat tetapi yang berbasis kepada hukum. Oleh karena itu diperlukan sebuah Undang-Undang. Salah satunya Undang-Undang keormasan,” kata Firdaus.

Sebaliknya, Koordinator Koalisi Kebebasan Berserikat Fransisca Fitri menilai penundaan RUU Ormas mengindikasikan  berbagai argumentasi yang dikemukakan oleh pemerintah dan DPR sudah diruntuhkan.  Tak ada urgensi pengesahan RUU Ormas untuk menjawab kekerasan ataupun untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas keuangan.

Menurut perempuan yang akrab disapa Eko itu, saat ini argumentasi yang tersisa adalah kebutuhan untuk database. “Pendataan itu kan artinya administratif dan bukan isu legal,” katanya.

Pihaknya mengancam akan melakukan judicial review jika DPR tetap mengesahkan RUU Ormas sebagaimana dijadwalkan tanggal 2 Juli mendatang. Namun dalam masa penundaan ini Eko tetap berharap ada perubahan sikap DPR dan pemerintah. Ia mengatakan penundaan yang kedua kalinya ini merupakan peluang yang baik bagi DPR maupun pemerintah untuk memperbaiki kerangka hukum sektor masyarakat yang benar, yaitu yayasan atau perkumpulan.

“Kalau menjadi RUU Perkumpulan tentu substansinya akan berbeda, karena lebih jelas. Begitu masuk RUU Perkumpulan, definisinya akan jelas lebih spesifik mengatur organisasi yang kumpulan orang, sementara ormas mengatur organisasi yang mengatur kumpulan orang dan aset,” paparnya.

Ketua Majelis Hukum dan Ham PP Muhammadiyah Syaiful Bahri memiliki pandangan sama. Ia berpendapat RUU Ormas telah jelas tumpang tindih dengan undang-undang lain sehingga akan sia-sia. Menurutnya yang harus dibuat adalah RUU Perkumpulan karena nomenklatur yang diatur konstitusi adalah berkumpul.

Penegakan hukum yang dijadikan alasan pemerintah maupun DPR memaksa pengesahan RUU Ormas menurut Syaiful tidak relevan. Paling penting, katanya, adalah pembahasan RUU KUHP dan KUHAP. Sekiranya UU kolonial tersebut kemudian bisa menjadi UU rasional maka Syaiful memandang dewan yang sekarang akan menjadi reformis sejati. “Sebab yang lemah bukan UU nya tetapi penegakan hukum,” tandasnya.

Tags:

Berita Terkait