Ada Kesamaan Isi RUU Cipta Kerja dengan Revisi UU Minerba Potensi Jadi Masalah
Berita

Ada Kesamaan Isi RUU Cipta Kerja dengan Revisi UU Minerba Potensi Jadi Masalah

Sejumlah ketentuan pertambangan RUU Cipta Kerja ada di draf Revisi UU Minerba. Saat ini, pemerintah dan DPR sedang membahas revisi UU Minerba.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kegiatan usaha pertambangan. Foto: RES
Ilustrasi kegiatan usaha pertambangan. Foto: RES

Pemerintah telah menyerahkan draf Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja ke Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR). Draf RUU ini merupakan salah satu dari paket kebijakan omnibus law yang didorong oleh pemerintah sejak akhir tahun lalu. Selain RUU Cipta Kerja, masih terdapat sejumlah RUU omnibus law lain seperti RUU Perpajakan, RUU UMKM, dan RUU Ibu Kota Negara.

 

Omnibus Law sendiri adalah program penyederhanaan, pemangkasan dan penyelarasan berbagai pengaturan ke dalam satu undang-undang. Pendekatan omnibus law ini menjadikan sejumlah ketentuan yang sebelumnya diatur dalam sejumlah undang-undang yang bersifat sektoral akan disatukan ke dalam sejumlah RUU Omnibus Law.

 

Omnibus Law menjadi program prioritas sesuai arahan yang kerap disampaikan oleh Presiden Joko Widodo. Omnibus Law khususnya RUU Cipta Kerja dimaksudkan untuk menjawab persoalan tumpang tindih pengaturan dan memberikan kemudahan investasi untuk menciptakan lapangan kerja, termasuk di sektor pertambangan mineral dan batubara. Terdapat sejumlah ketentuan kegiatan usaha pertambangan minerba yang diatur dalam omnibus law RUU Cipta Kerja, di antaranya tentang perizinan usaha pertambangan, insentif hilirisasi pertambangan dan keberlanjutan PKP2B dan KK.

 

Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), Bisman Bakhtiar, menilai materi Omnibus Law RUU Cipta Kerja tidak seideal dengan apa yang dicita-citakan. Selain itu, proses penyusunan RUU Cipta Kerja berjalan tidak transparan dan tertutup dari partisipasi publik. Karena itu pihaknya mendesak saat pembahasan di DPR dapat berjalan dengan transparan dan melibatkan partisipasi publik.

 

“Isi materi Omnibus Law Cipta Kerja tidak seideal dengan apa yang dicitakan, di sektor pertambangan hampir semua isi materi RUU Cipta Kerja merupakan isi RUU Minerba yang saat ini sedang dibahas oleh DPR dan Pemerintah” ujar Bisman dalam diskusi publik tentang Adu Cepat RUU Minerba dan Omnibus Law Sektor Pertambangan, Selasa (25/2), di Jakarta.

 

(Baca: PSHK: RUU Cipta Kerja Langkah Mundur Reformasi Regulasi)

 

Menurut Bisman, terdapat irisan dan kesamaan antara RUU Cipta Kerja dengan draf Revisi UU Minerba. Oleh karena itu, dia menilai hal ini akan menimbulkan problem tersendiri terutama bagi pasal-pasal yang secara bersamaan diatur dalam kedua RUU tersebut. “Terkesan pembahasan RUU ini hanya untuk kepentingan pihak tertentu,” ujar Bisman.

 

Ia mensinyalir hal ini dari fakta meskipun Pemerintah telah berulang kali menyatakan bahwa RUU Omnibus Law merupakan RUU prioritas sehingga seluruh pembahasan RUU yang terkait dengan Omnibus Law mestinya ditunda dan disesuaikan dengan Omnibus Law, namun kenyataannya pembahasan Revisi UU Minerba di DPR hingga saat ini terus berlanjut.

 

“Dalam konteks ini telah terjadi adu cepat dan potensi salip menyalip antara Revisi UU Minerba dengan Omnibus Law RUU Cipta Kerja, hal ini justru tidak baik bagi kegiatan usaha pertambangan dan jaminan kepastian hukum, pertanyaannya adu cepat ini untuk siapa?” ungkap Bisman.

 

Untuk itu, Bisman menekankan tentang perlunya publik dan masyarakat luas untuk mengawal dan menaruh perhatian terhadap jalannya pembahasan kedua RUU, baik Revisi UU Minerba maupun RUU Cipta Kerja. Publik harus melakukan pemantauan untuk memastikan secara formil semua proses pembahasan dilakukan dengan transparan, melibatkan partisipasi publik dan sesuai dengan tahapan proses pembahasan yang benar. 

 

Selain itu, Bisman berpesan secara materiil harus dipastikan bahwa substansi pengaturan RUU harus benar-benar untuk kepentingan nasional dan tidak bertentangan dengan konstitusi. Harapannya, dengan adanya atensi publik terhadap kedua RUU ini, DPR dan Pemerintah dapat menghasilkan undang-undang terbaik yang bisa menjawab kebutuhan kegiatan usaha pertambangan.

 

Sementara itu, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM), Irwandy Arif, mengatakan bahwa RUU Omnibus Law akan mengubah dan menambah ketentuan-ketentuan yang telah ada, sebab latarbelakang RUU ini untuk lebih mendorong investasi. “Bila ada investasi maka ada dinamika,” ujar Irwandy.

 

Ia juga mengatakan bahwa RUU Cipta Kerja yang mengatur sektor pertambangan akan menarik perizinan yang semula ada di daerah ke pemerintah pusat. Menurut Irwandi, saat ini ada 10.000 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang akan ditarik ke pusat.

 

Saat ditanyakan apakah Omnibus Law sektor pertambangan minerba ini akan menggerus manfaat yang diperoleh daerah, Irwandy menyatakan daerah tetap mendapat bagian, hanya kewenangannya yang ditarik ke pusat. “Namun RUU Omnibus Law saat ini masih draft yang bisa disempurnakan lagi,” ujarnya.

 

Selanjutnya untuk kebijakan hilirisasi. Akan dibagi menjadi kewenangan Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian. Untuk Smelter yang terintegrasi dengan IUP akan berada di bawah kewenangan Kementerian ESDM, sedang smelter stand alone akan berada di bawah Kementerian Perindustrian.

 

“Semua smelter akan berada di bawah KESDM. Sedang smelter independen di bawah perindustrian,” pungkas Irwandy.

 

Tags:

Berita Terkait