Ada Kekhawatiran SEMA 'Gerogoti' Independensi Hakim dalam Penanganan Perkara
Utama

Ada Kekhawatiran SEMA 'Gerogoti' Independensi Hakim dalam Penanganan Perkara

Karena berpotensi mematikan kreatifitas hakim dalam memberikan keadilan.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Prof Umbu khawatir SEMA berpotensi mengambil alih materi muatan UU dan peraturan perundang-undangan. Padahal jelas posisi SEMA bukan sebagai peraturan perundang-undangan. Sema diharapkan tidak menggerogoti independensi hakim dalam menangani perkara. Sebab dalam praktik peradilan sebagian hakim mengikuti arahan SEMA tersebut.

“Saya berharap SEMA tidak mengangkangi hakikat lembaga peradilan, di mana MA fungsinya untuk ajudikasi, bukan legislasi, dia menangani kasus bukan membentuk peraturan,” ujarnya.

Mantan hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta, Juanda Pangaribuan, punya kekhawatiran yang sama soal SEMA. Sebab berpotensi mematikan kreatifitas hakim dalam memberikan keadilan. Dalam hukum ketenagakerjaan misalnya Sema menyebut maksimal upah proses pemutusan hubungan kerja (PHK) hanya 6 bulan.

Padahal ketentuan itu tidak adil bagi buruh yang mengalami PHK secara melanggar hukum. Pada praktiknya hakim cenderung mengikuti SEMA.  “Sema berlaku untuk internal pengadilan (terutama hakim,-red) maka itu dijalankan,” imbuhnya.

Perlu diketahui, SEMA merupakan bentuk edaran pimpinan MA ke seluruh jajaran peradilan yang berisi bimbingan dalam penyelenggaraan peradilan yang lebih bersifat administratif. Mengutip dari klinik hukumonline, SEMA tergolong sebagai peraturan kebijakan (beleidsregel).

Mengutip Prof Bagir Manan, peraturan kebijakan adalah peraturan yang dibuat, baik kewenangan maupun materi muatannya tidak berdasar pada peraturan perundang-undangan, delegasi atau mandat. Tapi, berdasarkan wewenang yang timbul dari freies ermessenyang dilekatkan pada administrasi negara untuk mewujudkan suatu tujuan tertentu yang dibenarkan hukum. Misalnya surat edaran, juklak, juknis.

Dengan demikian, hakikatnya SEMA bersifat internal. Yakni ditujukan kepada badan peradilan yang berada di bawah MA untuk memberikan petunjuk dan arahan kepada semua unsur penyelenggara peradilan dalam melaksanakan tugasnya. Karena SEMA sebagai diskresi yang digolongkan sebagai peraturan kebijakan, maka substansinya harus sekedar bersifat membimbing, menuntun, memberi arahan kebijakan, dan mengatur pelaksanaan tugas yang lebih bersifat administrasi. Meskipun terlihat mirip, namun peraturan kebijakan seperti SEMA bukanlah peraturan perundang-undangan

Tags:

Berita Terkait