Ada Dampak Negatif, Perpres Bebas Visa Kunjungan Perlu Dievaluasi
Berita

Ada Dampak Negatif, Perpres Bebas Visa Kunjungan Perlu Dievaluasi

Pemerintah harus merespon serius kekhawatiran dan keresahan masyarakat terkait kebijakan tersebut.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Warga Negara Asing. Foto: RES
Warga Negara Asing. Foto: RES
Kebijakan bebas visa yang diterapkan terhadap 169 negara yang tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 21 Tahun 2016 tak sepenuhnya berdampak positif. Dampak negatifnya, ditengarai adanya penyalahgunaan kebijakan bebas visa tersebut oleh warga negara asing. Terhadap hal itu, pemerintah terus diminta segera melakukan evaluasi terhadap kebijakan bebas visa.

Wakil Ketua Komisi IX Saleh Partaonan Daulay mengatakan kebijakan bebas visa perlu segera dievaluasi. Ia menyarankan gar pemerintah tidak menerapkan kebijakan tersebut hingga perangkat dan sistem pengawasan telah siap. Setidaknya, sistem pengawasan terpadu perlu disiapkan sebelum kebijakan bebas visa diberlakukan.

“Kebijakan bebas visa perlu dievaluasi,” ujarnya melalui pesan pendek kepada wartawan di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (20/12/2016)

Untuk diketahui, awal Maret 2016, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Perpres Nomor 21 Tahun 2016 tentang Bebas Visa Kunjungan. Dalam Perpres itu, setidaknya terdapat 169 negara yang masuk daftar bebas visa kunjungan dari Indonesia. Namun, Perpres itu mengecualikan bebas visa kunjungan dalam rangka tugas jurnalistik. (Baca Juga: Ini Daftar 169 Negara Bebas Visa Kunjungan)

Saleh mengatakan sistem pengawasan terpadu mestinya melibatkan banyak pihak. Mulai unsur imigrasi, dinas ketenagakerjaan, kepolisian, dan elemen masyarat. Tak hanya itu, basis pengawasan melalui pengembangan jaringan sistem informasi menjadi hal yang amat mendesak.

Politisi Partai Amanat Nasional itu menilai menjadi beralasan ketika disnaker di daerah kesulitan melakukan pengawasan terhadap tenaga kerja asing. Soalnya, jumlah pengawas yang dimiliki pemerintah kini masih berkisar diangka 1200. Hal itu tidak berbanding lurus dengan jumlah perusahaan dan luasnya daerah.

“Indonesia itu negara besar. Wilayahnya luas. Perkiraan kita, ada 200 ribu lebih perusahaan di Indonesia. Tentu sulit untuk mengawasi TKA yang dipekerjakan di banyak perusahaan itu,” ujarnya. (Baca Juga: Dirjen Imigrasi: Kebijakan Bebas Visa Dapat Melemahkan Pengawasan)

Lebih jauh, Saleh berpandangan dengan diberlakukannya bebas visa masuk terhadap 169 negara, kesulitan pengawasan kian terasa. Pasalnya lalu lintas keluar masuk orang dari berbagai negara sulit dilakukan pengawasan. Lagi pula, koordinasi antar pihak imigrasi dan berbagai instansi diduga masih lemah.

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) Jazuli Juwaini menambahkan, pemerintah mesti merespon serius terhadap banyaknya dugaan pelanggaran WNA di wilayah Indonsia. Menurutnya laporan itu sejalan dengan kebijakan melonggarkan arus keluar masuk orang dengan kebijakan bebas visa. (Baca Juga: Kemenkumham Tingkatkan Kewaspadaan Terkait Kebijakan Bebas Visa)

“Pemerintah harus merespon serius kekhawatiran dan keresahan masyarakat tersebut, dengan menimbang secara cermat antara target yang ingin dicapai dan ekses negatif dari kebijakan tersebut,” ujarnya.

Menurutnya, maraknya tenaga kerja asing bahkan ada yang berstatus ilegal tak lepas dari kebijakan bebas visa. Keresahan dan kekhawatiran masyarakat akibat dugaan pelanggaran yang dilakukan WNA dengan meanfaatkan kebijakan pemerintah terkait bebas visa. Ia menunjuk data Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.

Berdasarkan data, WNA asal Tiongkok menempati urutan pertama yang melakukan pelanggaran kebijakan bebas visa. Kemudian diikuti oleh WNA asal Banglades, Filipina, Irak, Malaysia, Vietnam, Myanmar, India, dan Korea Selatan.

“Kita tentu tindak anti asing karena pergaulan antarbangsa antarnegara adalah sebuah keniscayaan apalagi di era globalisasi sekarang,” ujar anggota Komisi I DPR itu

Atas persoalan itu, evaluasi komprehensif terhadap kebijakan bebas visa terhadap 169 negara mesti dilakukan serius agar dapat meminimalisir dampak negatif. Menurutnya, sejak kebijakan bebas visa tersebut diterapkan, arus lalu lintas masuknya WNA makin deras, sehingga perlu dievaluasi demi melindungi negara dari ancaman keamanan serta kedaulatan negara.

“Ini harus disikapi serius dengan mengevaluasi kebijakan bebas visa. Pemerintah jangan meremehkan masalah ini. Fraksi PKS akan meminta penjelasan kementerian terkait saat Raker di DPR,” ujarnya”.

Anggota Komisi I Syaifullah Tamliha punya pandangan serupa. Menurutnya, evaluasi terhadap kebijakan bebas visa. Ia menyarankan agar kebijakan bebas visa hanya diterapkan terhadap paspor diplomatic dan paspor dinas. Sementara terhadap orang yang tidak memiliki paspor diplomat dan service passport, mesti memiliki visa.

Ia menunjuk negara Kazakstan. Menurutnya, paspor diplomatik dan service passport atau paspor dinas tidak menggunakan visa. “Sementara warga negara biasa harus menggunakan visa agar memudahkan intelijen kita memantau keberadaan orang yang berada di Indonesia,” ujarnya.

Politisi Partai Persatuan Pembangunan itu menilai pihak Ditjen Keimigrasian tak boleh tutup mata. Selain itu, inteleijen mesti diperkuat. Sehingga terhadap WNA yang bertandang ke Indonesia, sudah dapat diketahui oleh intelijen perihal apakah TKA atau wisatawan. Setidaknya intelijen sudah dapat mendeteksi.

“Kita jangan sebatas cuap-cuap teroris itu dari ISIS saja, bisa saja negara lain membuat teror. Misalnya‎yang menanam cabe rusak tanaman, itu kan terorisme namanya, itu sudah masuk kategori terorisme, itu membahayakan pangan,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait