Ada Beragam Implikasi Jika Karantina Wilayah Ditetapkan
Berita

Ada Beragam Implikasi Jika Karantina Wilayah Ditetapkan

Karantina perlu dilakukan, tetapi harus ada aturan dan pemenuhan hak masyarakat..

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi penyemprotan disinfektan untuk mencegah penyebaran virus. Foto: RES
Ilustrasi penyemprotan disinfektan untuk mencegah penyebaran virus. Foto: RES

Pemerintah sedang mengkaji rencana untuk melakukan karantina di beberapa wilayah di Indonesia. Saat ini pijakan hukumnya sedang dipersiapkan. Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Moh. Mahfud MD menyebut pemerintah akan mengeluarkan aturan khusus mengenai karantina wilayah berupa Peraturan Pemerintah (PP).

PP ini merupakan amanat UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pasal 10 UU Kekarantinaan Kesehatan menyatakan tata cara penetapan dan pencabutan kedaruratan kesehatan masyarakat diatur lebih lanjut dengan PP. Inilah yang kini sedang dipersiapkan.

Jika pemerintah telah menetapkan status karantina suatu wilayah, ada implikasi terhadap masyarakat. Mahfud menjelaskan pembatasan melakukan kegiatan sosial seperti berkumpul, pembatasan bersentuhan secara fisik merupakan upaya karantina sebagai bagian dari kebijakan mencegah penyebaran Covid-19. Salah satu yang dapat dilakukan adalah karantina wilayah. Dalam karantina wilayah, ada pembatasan penduduk dalam suatu wilayah tertentu melalui pintu masuk. Mobilitas penduduk dicegah agar tidak terjadi penyebaran penyakit yang lebih luas.

“Saya sampaikan bahwa menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018, itu memang kita mengenal karantina kewilayahan. Artinya kira-kira membatasi perpindahan orang, membatasi kerumunan orang, membatasi gerakan orang demi keselamatan bersama," kata Mahfud, Jumat kemarin.

(Baca juga: Corona dan Rangkaian Hukum di Sekitarnya).

Pembatasan mobilitas orang, diakui atau tidak, akan berimplikasi pula pada aspek ekonomi, sosial dan budaya. Itu sebabnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengingatkan pentingnya Pemerintah memperhatikan hak-hak masyarakat sehubungan dengan pembatasan ruang gerak. Misalnya, memperhatikan apa yang diatur dalam Kovenan Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (Ekosob) yang diratifikasi melalui UU No. 11 Tahun 2005 (Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights).

Pasal 12 Kovenan Ekosob menegaskan antara lain negara-negara peserta perjanjian mengakui hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai untuk kesehatan jasmani dan rohani; langkah-langkah yang diambil negara peserta adalah untuk mencapai pelaksanaan sepenuhnya atas hak ini termasuk pencegahan, perawatan dan pengawasan terhadap penyakit epidemik, endemik, penyakit karena pekerjaan dan penyakit lainnya. Demikian pula apa yang diatur dalam Siracuse Principles. “Kesehatan masyarakat dapat dijadikan sebagai dasar untuk membatasi hak-hak tertentu agar negara mengambil langkah-langkah terkait adanya ancaman serius bagi kesehatan penduduk atau individu anggota masyarakat. Langkah-langkah ini harus secara khusus ditujukan untuk mencegah penyakit atau cedera atau memberikan perawatan bagi mereka yang sakit dan terluka,” demikian antara lain pernyataan Komnas HAM.

UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan mengatur langkah-langkah pencegahan penyebaran penyakit. Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.

Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi Pembatasan Sosial Berskala Besar meliputi: peliburan sekolah dan tempat kerja; pembatasan kegiatan keagamaan, atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.

Implikasi

Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Jentera, Bivitri Susanti, mengatakan aturan hukum untuk karantina wilayah atau lockdown lokal penting bagi masyarakat. Sebab dampak karantina wilayah nantinya cukup besar apalagi jika diterapkan di Jakarta yang menjadi pusat pemerintahan dan perekonomian.

“Nantinya aturan itu yang menjadi dasar untuk aturan selanjutnya. Karena ini kan dampaknya besar, mulai dari fiskal, belum lagi aturan lain seperti kontrak,” ujar wanita yang kerap disapa Bibip ini.

Selain itu pemerintah juga harus bisa menyediakan bahan pokok kepada masyarakat dan bantuan dana tunai. Jika nanti penutupan wilayah dilakukan, maka masyarakat yang mendapat penghasilan harian tentunya akan terdampak langsung, belum lagi pekerja di sektor UMKM maupun pekerja lepas lainnya.

(Baca juga: Dukungan untuk Pemerintah Terbitkan PP Karantina Wilayah).

Pemerintah juga harus memberi perhatian kepada para perusahaan dengan memberikan berbagai keringanan. “Kalau tidak diberi dana oleh pemerintah, akan terjadi PHK besar-besaran dan jutaan orang akan kehilangan pekerjaan. Bayangkan juga misalnya, kelas menengah yang tadinya punya ART (asisten rumah tangga), karena pendapatan berkurang, ART nya dipecat. Bertambah lagi lah jumlah pengangguran di negara ini,” jelasnya kepada hukumonline.

Lockdown atau karantian juga akan menyebabkan beberapa bahan pokok yang tadinya kita impor, tidak bisa masuk. Juga, distribusi berbagai bahan pokok ke seluruh pelosok negeri akan terganggu (distribusi perlu supir, perlu perusahaan distribusi yang bekerja, dst). Hal Ini juga mesti dipikirkan oleh pemerintah. Belum lagi kesiapan berbagai layanan yang tetap harus ada, seperti perbankan dan asuransi, dan kebutuhan dasar (utilities) seperti listrik dan air.

Tags:

Berita Terkait