Abdullah Hehamahua: Ini Capim Terburuk Sepanjang KPK Berdiri
Utama

Abdullah Hehamahua: Ini Capim Terburuk Sepanjang KPK Berdiri

Hanya Busyro Muqoddas yang dianggap Hehamahua memiliki kualitas dan kompetensi untuk memimpin KPK.

CR19
Bacaan 2 Menit
Mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua dalam Studium General ”Menatap Masa Depan KPK Pemberantasan Korupsi” di Jakarta, Selasa (22/9). Foto: CR19
Mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua dalam Studium General ”Menatap Masa Depan KPK Pemberantasan Korupsi” di Jakarta, Selasa (22/9). Foto: CR19

Mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua khawatir dengan masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia, khususnya terkait dengan 10 nama calon pimpinan KPK yang nantinya akan dilakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR. Menurutnya, 10 capim KPK itu merupakan calon dengan kualitas dan kualifikasi terburuk sepanjang 12 tahun KPK berdiri.

“10 capim KPK ini yang paling jelek selama KPK ada,” katanya saat ditemui dalam Studium General ”Menatap Masa Depan KPK Pemberantasan Korupsi” di FH Universitas Al Azhar Indonesia, di Jakarta, Selasa (22/9).

Lebih lanjut, Abdullah menyebut, kalau dari 10 Capim KPK itu, hanya Busyro Muqqodas yang menurutnya memiliki kualitas dan kompetensi untuk memimpin KPK. Tapi sayangnya, ia menduga usai fit and proper test nanti di DPR, Busyro kemungkinan besar tidak akan dipilih oleh anggota DPR. Bukan hanya Busyro, capim KPK yang berasal dari internal KPK, Johan Budi juga memiliki kesempatan kecil untuk dipilih oleh anggota DPR. “Kalau orang KPK itu dibenci sama orang Senayan (DPR),” katanya.

Ia sadar, proses fit and proper test di DPR nanti sarat dengan kepentingan politik. Alasannya karena DPR merupakan lembaga politik sehingga yang dikedepankan adalah kepentingan politik terlebih dahulu. Meski begitu, Abdullah menyalahkan hal itu seluruhnya pada DPR.

Dia justru menyayangkan kalau 10 capim KPK yang dipilih oleh pansel capim KPK memiliki latar belakang dan rekam jejak yang kurang baik. Misalnya, saat proses 48 capim KPK yang dikerucutkan menjadi 19 capim. Dari 19 capim KPK itu, pansel KPK malah meloloskan satu capim yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian.

Padahal, lanjut Abdullah, ke depan KPK membutuhkan pimpinan yang bisa menjadi penggerak dalam institusi. Menurutnya, pimpinan KPK tidak harus ahli pada bidang-bidang tertentu, seperti ahli dalam sumber daya alam atau yang lain. Ia menegaskan, pimpinan KPK ke depan wajib handal dalam me-manage institusi KPK serta cerdas dalam menentukan kebijakan, terutama kebijakan dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi.

“Pimpinan KPK itu harus menguasai the whole method karena mereka manager yang melakukan kebijakan. Operasional itu di bawah, sehingga tidak perlu pakar SDM atau pakar-pakar lain, itu tidak perlu,” paparnya.

Bukan hanya itu, KPK juga berperan dalam mewujudkan masyarakat yang madani. Hal ini bisa terwujud jika tujuan kemerdekaan Indonesia yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 bisa terimplementasi dengan baik. Namun yang terjadi sekarang malah sebaliknya, korupsi masih terjadi di Indonesia.

Senada dengan Abdullah, Akademisi FH Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji mengatakan, kalau 10 capim KPK tersebut tidak sebaik dan bahkan lebih buruk dari pimpinan KPK pada masa-masa sebelumnya. Bahkan, ia menyebut, 10 capim KPK itu tak memiliki integritas, kedisiplinan, serta moralitas yang baik sebagaimana pimpinan KPK pada masa sebelumnya.

Dia juga khawatir kalau ke depan KPK akan semakin suram dan tidak gencar dalam rangka melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. “Masa depan KPK tidak terlalu cerah bahkan mungkin suram. 10 orang yang dikirimkan ke DPR tidak ada yang se-kaliber kedisiplinan, moralitas, integritas yang luar biasa. Tidak memiliki kualifikasi seperti pada Pimpinan KPK sebelumnya,” tandasnya.

Tags:

Berita Terkait