AAI Berharap Pemerintah Lebih Sering Gunakan Lawyer Lokal
Berita

AAI Berharap Pemerintah Lebih Sering Gunakan Lawyer Lokal

Agar advokat Indonesia punya pengalaman di mancanegara.

Ali
Bacaan 2 Menit
Prosesi pengambilan sumpah advokat. Foto: RES (Ilustrasi)
Prosesi pengambilan sumpah advokat. Foto: RES (Ilustrasi)

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Advokat Indonesia (DPP AAI) Humphrey Djemat berharap pemerintah lebih sering menggunakan jasa advokat Indonesia untuk kasus-kasus di manca negara agar advokat lokal mempunyai pengalaman internasional.

“Kita kurang pengalaman secara internasional karena kurang diikutsertakan dalam perjanjian internasional. Pemerintah lebih sering pakai Baker & Mackenzie atau White & Case (firma hukum luar negeri,-red),” keluhnya dalam seminar ‘Mempersiapkan Advokat Indonesia dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015’ di Rapimnas AAI di Bandung, Kamis (29/1).

Humphrey mengibaratkan advokat Indonesia seperti Tim Nasional Sepakbola Indonesia. “Dulu jarang ada pertandingan internasional. Jaringan nggak ada. Di Kandang terus. Dengan adanya MEA ini, mau nggak mau harus siap,” ujar pria yang sempat berkecimpung di Tim Hukum Satgas Tenaga Kerja Indonesia ini.

Lebih lanjut, Humphrey meyakini bahwa potensi manusia Indonesia cukup kuat. Hanya saja kesempatan yang jarang didapat. “Makanya, Pemerintah harus didorong menarik lawyer Indonesia untuk ikut dalam berbagai kegiatan. Contohnya, kalau ada proyek-proyek besar atau case-case besar, lawyer Indonesia ini harus dilibatkan,” jelasnya. 

“Jangan pakai lawyer asing terus. Kalau pakai lawyer asing terus, kapan lawyer Indonesia bisa ambil pengalaman. Ini harus dibuka. Pemerintah harus punya tanggung jawab untuk ini sebenarnya,” tambah Humphrey.

Sekretaris Direktorat Hukum dan Perjanjian Internasional Kementerian Luar Negeri (Sesditjen HPI Kemlu) Damos Dumoli menjelaskan legal services memang belum termasuk jasa yang akan dibuka secara bebas di AEC 2015. Namun, ia meminta para advokat untuk bersiap diri karena tantangan globalisasi atau pasar bebas tidak bisa dihindarkan.

“Kita juga harus melihat ini sebagai peluang pasar baru, bukan hanya sebagai tantangan,” tambahnya.

Lemah di Perjanjian

Advokat Senior OC Kaligis menilai advokat Indonesia memang masih lemah di perjanjian bisnis internasional. “Kenapa? Rata-rata perkara di luar negeri, kita kalah,” ujarnya.

Oleh karena itu, Kaligis mengaku sedang “mengkader” advokat muda di kantornya untuk mempelajari perjanjian internasional ini ke salah satu kampus hukum terbaik di dunia. “Saya setiap tahun kirim lima orang ke Harvard University di Amerika Serikat,” ungkapnya.

“Itu lah kenapa Saya tidak punya Lamborghini, karena duit Saya untuk beasiswa orang,” tambahnya.

Kaligis menilai “kekalahan” Indonesia dalam perjanjian bisnis internasional memang sudah masuk ke dalam tahap mengkhawatirkan. Ia mencontohkan kasus Pabrik Ammonia milik Jepang yang berada di Indonesia. “Kita kan butuh pupuk, Jepang datang ke mari. Dia bikin Pabrik Ammonia,” lanjutnya.  

Pabrik milik Jepang itu, lanjut Kaligis, kapitalnya berasal dari Mitsubhisi Finance, yang artinya jaminannya ke luar negeri. Begitu pula juga asuransinya. Lalu, karena setiap tahun pabriknya mengalami kerusakan, deviden tidak diberikan kepada Indonesia.

“Hampir 80 persen joint venture agreement, kita kalah di addendum agreement. Semua pakai bank-bank asing,” ujar pria yang mengaku sudah malang melintang menangani perkara bisnis di luar negeri, seperti Guernsey dan Swiss ini.

Tags:

Berita Terkait