TPI Ajukan Kasasi atas Putusan Pailit
Berita

TPI Ajukan Kasasi atas Putusan Pailit

Putusan pailit terhadap TPI dinilai tidak adil karena hanya menimbang bukti yang menguatkan dalil penggugat.

Mon
Bacaan 2 Menit
TPI Ajukan Kasasi atas Putusan Pailit
Hukumonline

Tak ingin jatuh pailit, PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia—biasa disingkat TPI—  segera mengajukan upaya hukum. Langkah ini dilakukan untuk ‘melawan’ putusan pailit yang dijatuhkan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 14 Oktober lalu. Kuasa hukum TPI, Marthen Pongrekun, mendaftarkan permohonan kasasi melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (20/10) kemarin. Dalil kasasi yang diajukan tak jauh berbeda dengan dalil saat TPI menjawab permohonan pailit Crown Capital Global Limited.

Juru bicara kuasa hukum TPI, Marx Adryan menyatakan kasasi diajukan untuk membuktikan bahwa pembuktian pailit tidak sederhana. Sebab ada dugaan penggelapan uang perusahaan oleh Siti Hardiyanti Rukmana di balik penerbitan subordinated obligasi. Padahal obligasi itu menjadi dasar tagihan Crown Capital saat mengajukan permohonan pailit.

Secara hukum, kata Marx, subordinated bond itu merupakan tagihan yang bisa ditagih setelah tagihan kreditur lain dilunasi. "Jadi urutan paling buntut, tak bisa dilunasi duluan," ujar Marx usai mendaftarkan permohonan kasasi.

Marx mengatakan tagihan obligasi itu telah dilunasi. Hal itu dibuktikan dari pernyataan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) selaku paying agent TPI. Pertimbangan majelis bahwa utang belum dilunasi dinilai keliru. Majelis hakim dinilai hanya menggunakan bukti yang menguatkan dalil Crown Capital.

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan berdasarkan laporan keuangan TPI tahun 1999 – 2005, utang obligasi masih tercantum. Namun dalam laporan keuangan selanjutnya, utang obligasi tak tercantum lagi. Hanya, ketika persidangan para pihak dinilai tidak bisa membuktikan pelunasan itu. Bukti permohonan pada BNI untuk melunasi utang obligasi dinilai tak relevan. Sebab permohonan itu lahir sebelum obligasi terbit.

Marx menyatakan pertimbangan majelis hakim keliru. Dalam laporan keuangan TPI 2005 disebutkan bahwa seluruh utang TPI baik yang timbul dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), obligasi dan perusahaan lain, dikonversi menjadi pinjaman biasa. Pengkonversian itu diambil alih seluruhnya oleh perusahaan Santoro. "Tidak etis lagi kalau obligasinya ditagih lagi," kata Marx.

TPI berharap agar MA membatalkan putusan pailit atas TPI. Marx menyatakan putusan tidak adil karena tidak mempertimbangkan karyawan dan stakeholders TPI, seperti rumah produksi dan kontribitor. "Dampaknya luas. Kami berharap MA bisa menjernihkan masalah ini dan tidak menutup-nutupi fakta hukum yang ada," imbuh Marx.       

Dua kali Dimohon Pailit
Perkara kepailitan terhadap TPI cukup berliku. Dalam setahun operator televisi free to air bermoto “Makin Indonesia Makin Asyik Aja” ini dua kali dimohonkan pailit oleh Crown Capital. Pertama di bulan Juni 2009. Perusahaan asal British Island itu mengklaim bahwa TPI berutang sebesar AS$53 juta.  Utang itu timbul dari debt sale and purchase (perjanjian jual beli utang) yang ditandatangani Crown bersama dengan Fillago Limited. Fillago adalah pemilik dari subordinated bones (obligasi yang disubordinasi) yang diterbitkan oleh TPI. Pada 27 Desember 2004, Fillago mengalihkan kepemilikan obligasi itu pada Crown Capital yang diperjanjikan dalam debt sale and purchase.

TPI sedikit bernafas lega. Stasiun televisi bergenre dangdut itu lolos dari ancaman pailit. Sebulan setelah mendaftarkan permohonan, Crown Capital urung meneruskan permohonan pailitnya alias mencabut permohonan pailit. Rupanya ada tawaran perdamaian dari TPI. Belakangan rencana perdamaian itu gagal. TPI tak melunasi utang atas 53 lembar subordinated bones purchase agreement.

Di akhir bulan September 2009, Crown Capital kembali mengajukan permohonan pailit. Kali ini yang disasar adalah Siti Hardiyanti Rukmana yang bisa disapa Mbak Tutut. Kuasa hukum TPI, Marx Adryan menyatakan TPI tak berutang pada Crown Capital. Marx menyatakan obligasi Crown Capital tidak berlaku. Sebab obligasi dikeluarkan hanya untuk menutupi dugaan penggelapan uang TPI yang dilakukan oleh Mbak Tutut. Ceritanya, pada 16  April 1993 TPI meminjam uang pada Brunei Investment Agency sebesar AS$50 juta dan bunga sebesar AS$3 juta. Namun pinjaman itu masuk ke rekening pribadi anak tertua mantan Presiden RI Soeharto itu.

Upaya Crown Capital pun berhasil. TPI akhirnya dinyatakan pailit. Putusan pailit itu dijatuhkan majelis hakim yang diketuai Maryana, pada 14 Oktober di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Dalam putusan perkara No. 52/Pailit/2009/PN.NIAGA.JKT.PST itu majelis hakim menilai Crown Capital Global Limited terbukti sebagai kreditur dari TPI karena memiliki subordinated bones purchase agreement senilai AS$53 juta. Obligasi itu diterbitkan pada 24 Desember 1996 dan jatuh tempo pada 24 Desember 2006. Obligasi itu berbentuk obligasi atas unjuk sehingga siapapun yang membawa dan menunjukan surat utang itu dapat mengajukan tagihan. 

Tags: