95 Persen Konsumen Adukan Transaksi di Sektor E-Commerce
Terbaru

95 Persen Konsumen Adukan Transaksi di Sektor E-Commerce

Banyaknya pengaduan di sektor ini karena konsumen semakin intensif menggunakan transaksi secara elektronik selama pandemi Covid-19.

M. Agus Yozami
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: Hol
Ilustrasi: Hol

Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan, Veri Anggrijono, mencatat pada semester I tahun 2021 sebanyak 95 persen atau 4.855 konsumen membuat pengaduan di sektor niaga elektronik (e-commerce). Banyaknya pengaduan di sektor ini karena konsumen semakin intensif menggunakan transaksi secara elektronik selama pandemi Covid-19.

“Pengaduan konsumen di sektor niaga-el berjumlah 4.855 atau 95 persen dari total jumlah pengaduan konsumen yang masuk yaitu 5.103 selama periode Januari-Juni 2021. Dari 4.855 pengaduan konsumen di sektor niaga-el, sejumlah 4.852 pengaduan telah berhasil diselesaikan,” jelas Dirjen PKTN Veri Anggrijono dalam keterangan tertulisnya, Jumat (23/7).

Menurut Veri, pengaduan di sektor niaga-el meliputi permasalahan pembatalan tiket transportasi udara, pengembalian dana (refund), pembelian barang yang tidak sesuai dengan perjanjian atau rusak, barang tidak diterima konsumen, pembatalan sepihak oleh pelaku usaha, waktu kedatangan barang tidak sesuai dengan yang dijanjikan, penipuan belanja daring, serta penggunaan aplikasi platform atau media sosial yang tidak berfungsi. (Baca Juga: Tiga Ciri Pinjol Ilegal yang Perlu Diwaspadai)

Ditegaskan Veri, secara keseluruhan pemerintah berhasil menyelesaikan 4.991 dari total 5.103 pengaduan konsumen di berbagai sektor yang masuk melalui berbagai kanal. Veri menjelaskan, penyelesaian pengaduan konsumen dapat dikategorikan telah selesai apabila konsumen menerima hasil klarifikasi dari pelaku usaha dan mengkonfirmasi bahwa pengaduan telah selesai.

Pengaduan juga dinyatakan selesai apabila terjadi kesepakatan antara pelaku usaha dan konsumen, pengaduan telah ditindaklanjuti melalui klarifikasi, mediasi, atau diselesaikan langsung oleh pelaku usaha. Pengaduan juga dianggap selesai apabila konsumen tidak melengkapi data pendukung paling lambat 10 hari kerja, sehingga pengaduan ditutup/dinyatakan selesai.

“Pengaduan konsumen yang dinyatakan dalam proses yaitu pengaduan yang masih menunggu kelengkapan data dari konsumen, dalam proses analisis dokumen, menunggu klarifikasi dari pelaku usaha atau konsumen, dan juga sedang dalam proses mediasi,” jelas Veri.

Pengaduan konsumen dinyatakan ditolak jika konsumen sudah menyampaikan pengaduan yang sama ke lembaga lain seperti Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), pengadilan negeri, atau ke kepolisian.

Veri mengungkapkan, selama periode Januari-Juni 2021, whatsapp menjadi saluran layanan pengaduan konsumen yang paling banyak digunakan yaitu sebanyak 4.456 pengaduan. Saluran terbanyak selanjutnya adalah pos-el 471 pengaduan, situs web 170 pengaduan, datang langsung 4 pengaduan, serta surat 2 pengaduan.

“Penyelesaian pengaduan konsumen akan terus ditingkatkan sebagai wujud upaya pemerintah dalam melindungi konsumen Indonesia dan menciptakan konsumen berdaya,” pungkas Veri.

Transaksi antara konsumen dengan penjual yang berlangsung tanpa tatap muka memang memiliki risiko bagi konsumen. Praktisi hukum konsumen sekaligus Ketua Komunitas Konsumen Indonesia (KKI), David Tobing, meminta kepada masyarakat agar berhati-hati saat berbelanja online.

Dia menjelaskan belanja online memiliki perbedaan dibandingkan secara konvensional. Hal ini karena saat berbelanja online konsumen tidak melihat secara langsung barang yang dipromosikan melalui internet, sehingga risiko barang tidak sesuai iklan dapat terjadi.

Untuk itu, David meyarankan agar konsumen berbelanja pada barang-barang kebutuhan utama bukan sekadar keinginan. Sebab, konsumen cenderung tergiur dengan promosi produk yang tidak masuk akal.

“Belanjalah sesuai kebutuhan bukan keinginan. Kalau sebenarnya belum butuh enggak usah kalau belanja karena ada promo maka akhirnya tergiur dan ingin beli sehingga promo tidak masuk akal akan percaya,” kata David dalam diskusi online, Selasa (20/4) lalu.

Dia juga menyarankan kepada konsumen untuk membaca syarat dan ketentuan sebelum belanja online. Sebab, dalam syarat dan ketentuan tersebut, konsumen mengetahui hak-hak konsumen seperti ganti-rugi, penukaran barang hingga pembatalan jual-beli.

“Syarat dan ketentuan ini banyak memuat secara sepihak (dari penjual), bahkan ada memuat ketentuan barang yang dibeli tidak bisa ditukar. Seharunya, hak konsumen bukan hanya bisa menukar, bahkan bisa mencoba barang,” jelas David.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memprediksi transaksi digital banking sepanjang 2021 akan mencapai Rp32.206 triliun atau lebih tinggi dibandingkan pada 2020 yang sebesar Rp27.036 triliun. Deputi Gubernur BI, Doni P. Joewono, menyampaikan perlunya dukungan dan kerja sama dari seluruh pihak terkait dalam menciptakan ekosistem perlindungan konsumen yang kuat di Indonesia.

“Perlindungan konsumen yang baik dan terpercaya pada gilirannya akan menopang stabilitas sistem keuangan dan mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Doni.

Tags:

Berita Terkait