Untuk Taiwan, Wahyu menilai mekanisme penanganan perkara buruh migran mirip di Hongkong tapi pemerintah Indonesia tidak punya hubungan diplomatik dengan Taiwan. Akibatnya, penanganan perkara itu tidak bisa disinergikan dengan proses diplomasi. Misi diplomatik pemerintah Indonesia di Hongkong hanya kantor KDEI.
(Baca juga: Pemerintah Klaim Peningkatan Kompetensi Kerja Buruh Migran Berdampak Positif)
Ada sejumlah hambatan dalam penanganan kasus buruh migran di negara penempatan seperti keterlambatan pelaporan, lambannya monitoring perwakilan pemerintah Indonesia dalam mendalami kasus. Regulasi yang berlaku di negara penempatan juga sangat mempengaruhi penanganan perkara. Misalnya, di Hongkong dan Singapura proses penanganan perkara baik karena penegakan hukumnya juga bagus. Penanganan kasus buruh migran di Malaysia kurang karena peradilannya buruk dan Arab Saudi tertutup dan menggunakan hukum syariah.
Terbitnya UU PPMI membawa harapan baru bagi penanganan kasus buruh migran Indonesia di negara penempatan. Wahyu berpendapat UU itu harusnya membawa arah yang lebih baik karena mengatur perlindungan di negara tujuan. Tak kalah penting UU PPMI mewajibkan pemerintah untuk menempatkan atase ketenagakerjaan.