82 Tahun Pendidikan Tinggi Hukum Indonesia, Saatnya Go International
Berita

82 Tahun Pendidikan Tinggi Hukum Indonesia, Saatnya Go International

Sistem pendidikan hukum kita baru mampu mencetak sarjana-sarjana hukum yang piawai secara teknis hukum, sementara passionate untuk membenahi hukum kita yang compang-camping dan terpuruk masih sangat kritis.

Rzk
Bacaan 2 Menit

 

Belum maksimal

Namun, segala capaian yang diraih FHUI tidak menjadikannya kebal dari kritikan. Ketua Ikatan Alumni (ILUNI) FHUI Mas Achmad Santosa menilai secara umum institusi pendidikan hukum yang ada saat ini, tidak terkecuali FHUI, belum mampu menjalankan peran yang maksimal bagi pembaruan hukum. Sistem pendidikan hukum kita baru mampu mencetak sarjana-sarjana hukum yang piawai secara teknis hukum, sementara passionate untuk membenahi hukum kita yang compang-camping dan terpuruk masih sangat kritis, katanya.

 

Aktivis pembaruan hukum yang akrab disapa Ota ini mengatakan institusi pendidikan hukum seharusnya tidak hanya menjejali mahasiswanya dengan berbagai pengetahuan teknis seperti teori hukum serta peraturan perundang-undangan semata. Institusi pendidikan hukum perlu juga merangsang dan membangun kepekaan mahasiswanya terhadap pembenahan sistem hukum nasional sebagai salah satu agenda terpenting dari reformasi.

 

Kritik yang sedikit berbeda disampaikan oleh Bivitri Susanti, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia. Bivitri menilai sarjana-sarjana hukum yang ada saat ini cenderung formalistik dan kurang kritis. Menurut mereka, yang benar adalah apa yang tertera dalam undang-undang, kurang melihat pada kenyataan yang ada, tukasnya.

 

One-way communication

Baik Ota maupun Bivitri sependapat bahwa pangkal dari ketidakmampuan institusi pendidikan hukum mencetak sarjana-sarjana yang berkualitas adalah metode pengajaran yang diterapkan. Secara khusus, Ota menyoroti metode pengajaran one-way communication (komunikasi satu arah) yang hingga kini masih diterapkan. Metode ini, lanjutnya, tidak efektif karena cenderung membosankan.

 

Jangan textbook dan membosankan karena tidak akan memancing mahasiswa untuk mencintai mata kuliah tersebut, ujar Ota. Sementara itu, Bivitri mengatakan metode pengajaran yang ideal adalah metode yang mampu mengajak mahasiswa berpikir secara kritis, bisa menganalisis masalah, dan tidak hanya menghafal pasal dan teori untuk ujian.

 

Terkait hal ini, Dekan FHUI Hikmahanto Juwana mengatakan metode pengajaran one-way communication merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapinya dalam rangka menciptakan sistem pendidikan hukum yang berkualitas. Sebagai solusi, Hikmahanto menerapkan sistem perkuliahan dengan kelas paralel sehingga diharapkan kondisi belajar yang tercipta pun dapat lebih fokus dibandingkan perkuliahan dengan kelas besar.

 

Tags: