8 Poin Ini Jadi Alasan Setya Novanto Dilaporkan Ke MKD
Berita

8 Poin Ini Jadi Alasan Setya Novanto Dilaporkan Ke MKD

MKD mesti menindaklanjuti laporan demi tegaknya kode etik anggota dewan di Parlemen.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ketua HMPI Andi Fajar Asti usai melaporkan Setya Novanto  di MKD, Kamis (23/11). Foto: RFQ
Ketua HMPI Andi Fajar Asti usai melaporkan Setya Novanto di MKD, Kamis (23/11). Foto: RFQ

Dewan Pengurus Pusat (DPP) Himpunan Mahasiswa Pasca Sarjana  Indonesia (HMPI)  resmi melaporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Berbagai tudingan dugaan pelanggaran etik menjadi bahan penting pelaporan. Ketua Umum HMPI Andi Fajar Asti mengatakan, penetapan Novanto menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi Proyek KTP elektronik (e-KTP) menjadi  tamparan serius bagi marwah kelembagaan DPR.

 

Menurutnya, korupsi merupakan kejahatan extraordinary crime sebagaimana tertuang dalam United Nation Convention Against Corruption yang telah diratifikasi dengan UU No.7 Tahun 2006. Karenanya, penanganan kasus korupsi harus dilakukan dengan langkah-langkah yang khusus. Nah melalui laporan tersebut, HMPI pun meminta agar MKD segera memproses dan mencopot dari kursi Ketua DPR.

 

“Hari ini kami melaporkan Setnov (Setya Novanto) ke MKD, segera teman-teman MKD melakukan rapat dan memberhentikan sesegera mungkin,” ujar Andi seusai membuat laporan di gedung DPR, Kamis (23/11).

 

Laporan tersebut, kata Fajar, sebagai gerakan moral dari kalangan pasca sarjana melalui pertimbangan matang. Sebab citra lembaga legislatif menjadi negatif ketika adanya angota dewan yang notabene pimpinan lembaga justru diduga melakukan korupsi. Padahal dari 560 anggota dewan, masih terdapat orang yang memiliki prinsip dan idealisme menjadikan parlemen yang bersih untuk kemudian menjadi pengganti Novanto.

 

“Saya kira masih banyak anggota DPR yang lain yang punya kredibilitas untuk bagaimana menjaga marwah lembaga tinggi negara,” ujarnya.

 

Berdasarkan kajian HMPI, kata Andi, setidaknya terdapat delapan pelanggaran yang diduga dilakukan Novanto. Pertama, Novanto diduga melanggar Pasal 87 ayat (2) huruf b UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) yang menyebutkan, “Pimpinan DPR diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c apabila: b. melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR berdasarkan keputusan rapat paripurna setelah dilakukan pemeriksaan oleh Mahkamah Kehormatan DPR”.

 

Kedua, Novanto ditengarai melanggar Pasal 235 UU MD3 yang menyebutkan, “DPR menyusun kode etik yang berisi norma yang wajib dipatuhi oleh setiap anggota selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPR”. Ketiga, diduga melanggar  Pasal 81 UU MD3 terkait aturan kewajiban anggota dewan.

 

Keempat, Novanto dituding melanggar Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan DPR No.1 Tahun 2015 tentang Kode Etik. Ayat (2) peraturan itu menyebutkan, “Anggota DPR, selanjutnya disebut Anggota adalah wakil rakyat yang telah bersumpah atau berjanji sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dalam melaksanakan tugasnya sungguh memperhatikan kepentingan rakyat”.

 

Ayat (3) menyebutkan, “Kode Etik DPR, selanjutnya disebut Kode Etik adalah norma yang wajib dipatuhi oleh setiap Anggota selama menjalankan tugasnya untuk menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPR”.

 

Baca Juga:

 

Kelima, Novanto diduga melanggar Pasal 2 ayat (1), (2), dan (4) Peraturan DPR tentang Kode Etik. Keenam, melanggar Pasal 3 ayat (1) dan (4) peraturan yang sama. Pasal 3 ayat (1) menyebutkan, “Anggota harus menghindari perilaku tidak pantas atau tidak patut yang dapat merendahkan citra dan kehormatan DPR baik di dalam gedung DPR maupun di luar gedung DPR menurut pandangan etika dan norma yang berlaku dalam masyarakat”. Ayat (4) menyebutkan, “Anggota harus menjaga nama baik dan kewibawaan DPR”.

 

Ketujuh, dinilai melanggar Pasal 8  ayat (1)  dan (4) Peraturan DPR tentang Kode Etik. Ayat (1) peraturan menyebutkan, “Anggota harus hadir dalam setiap Rapat yang menjadi kewajibannya”. Sedangkan ayat (4) menyebutkan, “Anggota harus aktif selama mengikuti Rapat terkait dengan pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya”.

 

Kedelapan, Novanto dianggap melanggar Pasal 20 ayat (4) poin b dan c Peraturan DPR tentang Kode Etik. Pasal 20 ayat (4) Poin a menyebutkan, “Pelanggaran berat adalah pelanggaran Kode Etik dengan kriteria sebagai berikut: b. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”.

 

Sedangkan Pasal 20 ayat (4) poin c menyebutkan, “Pelanggaran berat adalah pelanggaran Kode Etik dengan kriteria sebagai berikut: c. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai Anggota selama 3 (tiga) bulan berturutturut tanpa keterangan yang sah”.

 

Berdasarkan delapan poin tersebut, Fajar menilai, sudah semestinya MKD memproses laporan dan memberhentikan Novanto dari jabatan Ketua DPR, termasuk anggota dewan.  Alasannya karena Novanto telah melanggar sumpah dan janji jabatan sebagai anggota dewan.

 

“Serta merendahkan wibawa, martabat, kehormatan dan citra kredibilitas DPR. Bahkan juga tidak sanggup menjalankan tugas, fungsi dan kewajiban anggota DPR,” ujarnya.

 

Ia optimis MKD bakal menindaklanjuti laporan ini dengan menggelar rapat maupun siding etik. Menurutnya MKD mesti mengutamakan kepentingan masyarakat banyak, serta citra lembaga legislatif. Pelaporan ini sudah sesuai UU MD3 dan Peraturan DPR No.2 Tahun 2015 tentang Tata Beracara Mahkamah Kehormatan Dewan DPR.

 

“Itu wajib (ditindaklanjuti, red) untuk menjalankan kode etik. Jadi bila tidak ditindaklanjuti, saya kira publik yang akan menilai track record MKD,” katanya.

 

Sementara itu, Ketua MKD Sufmi Dasco Ahmad dihubungi hukumonline untuk dimintai komentarnya tidak merespon. Begitu pula Wakil Ketua MKD Sarifudin Suding enggan berkomentar banyak. “Saya lagi rapat,” pungkas Sudding.

Tags:

Berita Terkait