8 Bentuk Pelangggaran Ini Berpotensi Dilakukan PJTKI
Berita

8 Bentuk Pelangggaran Ini Berpotensi Dilakukan PJTKI

Masih ada buruh migran yang tidak memegang kontrak kerja.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Mengacu temuan itu Nisrina mengatakan penempatan pekerja migran sekalipun melalui jalur prosedural tidak sepenuhnya menjamin buruh migran terhindar dari pelanggaran hak dan perdagangan orang. Pencegahan itu bisa dilakukan pemerintah dengan melakukan penindakan tegas terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan PPTKIS/PJTKI.

 

Sayangnya, sanksi yang diberikan pemerintah terhadap pelanggaran itu kebanyakan administratif, jarang menggunakan delik pidana. Selain itu Nisrina mengusulkan pemerintah untuk membuat mekanisme partisipatif yang melibatkan buruh migran dalam melakukan evaluasi terhadap PPTKIS/PJTKI.

 

Direktur Eksekutif IBC, Roy Salam, mengatakan UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia telah mencabut UU PPTKILN. Tetapi beleid yang diundangkan 22 November 2017 itu belum dapat dilaksanakan karena sampai sekarang belum ada peraturan turunannya. Kementerian Ketenagakerjaan dan BNP2TKI harus melakukan pengawasan yang baik agar PPTKIS/PJTKI patuh terhadap aturan.

 

Absennya peraturan pelaksana UU PPMI itu menurut Roy memicu munculnya perilaku koruptif aparat karena terjadi kekosongan hukum sehingga tidak adil bagi masyarakat khususnya buruh migran yang membutuhkan pelayanan. Roy melihat sejumlah lembaga pengawasan eksternal seperti Ombudsman dan Badan Pemeriksa Keuangan telah mendapatkan temuan dalam mekanisme pengelolaan migrasi tenaga kerja. Tapi hasil pengawasan itu dirasa belum memberi dampak yang signifikan terhadap perbaikan mekanisme perekrutan dan penempatan buruh migran.

 

(Baca juga: Pentingnya Pekerja Migran Indonesia Memahami dan Memiliki Dokumen)

 

Roy menyoroti soal akuntabilitas dan transparansi berbagai lembaga terkait perekrutan dan penempatan buruh migran antara lain Kementerian Ketenagakerjaan, BNP2TKI, pemerintah daerah dan PPTKIS/PJTKI. Transparansi dan akuntabilitas itu perlu dilakukan terhadap anggaran yang dialokasikan dari APBN dan APBD untuk pengelolaan proses migrasi tenaga kerja. Misalnya, pelatihan untuk buruh migran pada masa pra-penempatan yang sebelumnya dilakukan PPTKIS/PJTKI sekarang dialihkan kepada pemerintah. “Harus bisa dipastikan apakah anggarannya memadai atau tidak untuk melakukan pelatihan itu,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait