7 Instansi Kerjasama Pengembangan Sistem Database Penanganan Perkara
Berita

7 Instansi Kerjasama Pengembangan Sistem Database Penanganan Perkara

Tujuannya untuk mendorong komunikasi dan koordinasi antar instansi penegak hukum.

RED
Bacaan 2 Menit
Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan. Foto: RES
Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan. Foto: RES
Tujuh instansi, Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Kepolisian, Mahkamah Agung, Kemenkominfo, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg), dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menandatangani Memorandum of Understansing (MoU) tentang Pengembangan Sistem Database, Penanganan Perkara Tindak Pidana Secara Terpadu berbasis Teknologi Informasi.

Penandatangan kerja sama ini bertujuan untuk mendorong komunikasi dan koordinasi yang baik antara instansi penegak hukum, yang sebelumnya dilakukan dalam forum komunikasi Mahkumjapol (Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan Ham, Kejaksaan Agung serta Kepolisian Republik Indonesia) baik di tingkat nasional maupun  daerah. Dalam acara ini juga dilakukan peresmian pembukaan Penyuluhan Hukum Serentak (Luhkumtak) tahun 2016.

Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan dalam sambutannya mengakui bahwa komunikasi dan koordinasi yang telah dilakukan selama ini masih belum berjalan optimal. Atas dasar itu, kerja sama melalui sistem databse ini diharapkan dapat meminimalisir tersendatnya koordinasi.

“Permasalahan itu perlu dihilangkan, minimal diminimalisir. Dengan sistem database terpadu melalui bantuan teknologi informasi yang berbasis pada pendekatan business process, diharapkan mampu meminimalisir adanya permasalahan yang terkait komunikasi dan koordinasi antar instansi penegak hukum, sekaligus akan mempercepat dan mempermudah proses penanganan perkara,” kata Luhut sebagaimana dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet, Kamis (28/1).

Ia mengatakan, penandatanganan MoU tersebut merupakan cara untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja aparat penegak hukum melalui sistem penanganan perkara secara terpadu (SPPT) yang berbasis teknologi informasi. SPPT berbasis teknologi informasi itu akan mewujudkan terjadinya proses peradilan dari awal sampai akhir, penyidikan hingga eksekusi, sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Untuk itu, Luhut mengingatkan koordinasi aktif di antara penegak hukum merupakan satu keharusan.  Sehingga, ke depan dapat menimbulkan kepastian hukum bagi masyarakat Indonesia secara luas. “Untuk mempercepat penyelesaian perkara sehingga pada gilirannya asas kepastian hukum dapat tercapai dengan baik,” ujarnya.

Dasar hukum MoU ini adalah Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 dan Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
Sebagai langkah awal pelaksanaan sistem ini, ungkap Luhut, akan didorong pelaksanaan integrasi database penanganan perkara melalui  tukar-menukar data antar instansi  penegak hukum.

Apresiasi Wapres
Sementara itu Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) memberikan apresiasi atas penandatanganan nota Kesepahaman itu, yang dinilai merupakan MoU pertama kali di antara lembaga penegak hukum negara ini. Meski begitu, ia mengingatkan, agar seluruh instansi dapat menjalankan kerja sama ini dengan baik.

“Saya mengapresiasi peresmian dan penyuluhan ini. Menyambut baik, melaksanakannya yang harus karena membuat MoU tidak sulit, hanya butuh waktu beberapa hari dalam menyusunnya namun melaksanakannya itu yang menjadi berat,” kata JK.

Selain itu, JK berharap, sistem informasi yang ada dapat digunakan untuk hal yang positif, terutama membantu masyarakat. Menurutnya, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk melindungi masyarakat dalam praktik pelaksanaan hukum dan HAM. “Ini untuk memperjelas sebagaimana yang dijelaskan dalam undang-undang dasar bahwa negara kita adalah negara hukum dan semua yang dilakukan berdasarkan hukum,” ujarnya.

Bukan hanya itu, JK juga berharap agar penandatangan MoU ini dapat menghasilkan proses dan administrasi hukum yang baik dan terbuka bagi semua pihak. Menurutnya, keterbukaan merupakan hal penting agar hukum tidak dipermainkan. “Sehingga dengan kesepakatan ini diharapkan suatu proses diketahui dengan baik oleh semua pihak dan terhindar dari praktik negatif seperti pencaloan dan pemalsuan dalam pelaksanaan proses hukum,” tegasnya.

Sebelumnya, masing-masing komponen penegak hukum telah memiliki sitem informasi manajemen yang sedang dikembangkan oleh masing-masing lembaga penegak hukum. Seperti NCIC Polri (Pusat Informasi kriminal), SIMKARI (Sistem Informasi Manajemen Kejaksaan RI), SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara Mahkamah Agung), dan SDP (Sistem Database Pemasyarakatan).

Diharapkan dengan melalui inovasi pendekatan sistem ini akan tercipta komunikasi yang lebih baik sehingga pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana yang terpadu dapat segera terwujud, mulai dari penyidikan hingga fungsi pembinaan narapidana dapat berjalan dengan baik.

Penandatanganan pertama MoU antara Kementerian Hukum dan HAM dengan Polri dan Kejaksaan Agung mengenai pemberian akses bantuan hukum terhadap orang miskin atau kelompok orang miskin. Kedua, nota kesepahaman antara Kemenkumham dengan Kemendagri dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mengenai pelayanan dan pembinaan masyarakat sadar hukum dalam rangka mendukung tata kelola pemerintahan daerah yang baik dan bersih serta mewujudkan desa sadar hukum dan akses bantuan hukum kepada orang miskin atau kelompok orang miskin.
Tags:

Berita Terkait