7 Catatan Jaksa Agung Terhadap RPP KUHP
Terbaru

7 Catatan Jaksa Agung Terhadap RPP KUHP

Penerapan KUHP Nasional terkait peran jaksa perlu perhatian, khususnya sebagai pemegang asas dominus litis.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Keempat, Pasal 76 UU 1/2023 soal tata cara dan batas pengurangan dan perpanjangan masa pengawasan. Ketentuan itu intinya, jaksa dapat mengusulkan pengurangan masa pengawasan kepada hakim jika selama dalam pengawasan terpidana menunjukkan kelakuan yang baik, berdasarkan pertimbangan pembimbing kemasyarakatan.

Kelima, kewenangan jaksa menghentikan tindakan perawatan di rumah sakit jiwa kepada terdakwa sebagaimana diatur Pasal 110 UU 1/2023. Penghentian tindakan itu dilakukan berdasarkan penetapan hakim yang memeriksa perkara pada tingkat pertama yang diusulkan oleh jaksa.

Keenam, mandat Pasal 111 UU 1/2023 untuk mengatur lebih lanjut tata cara pelaksanaan pidana dan tindakan. Misalnya tindakan seperti konseling, rehabilitasi, pelatihan kerja, perbaikan akibat tindak pidana dan lainnya. Ketujuh, menguraikan mandat Pasal 124 UU 1/2023 untuk mengatur lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pidana dan tindakan bagi Korporasi sebagaimana dimaksud Pasal 118 sampai Pasal 123.

“Peran kejaksaan mendorong agar pemidanaan korporasi sesuai dengan tujuan pemidanaan,” ujar Burhanuddin.

Mantan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) periode 2011-2014 itu  berharap semua pihak saling bersinergi dan bekerjasama antara lain menyamakan persepsi hukum. Terutama posisi jaksa dalam RPP yang dimandatkan UU 1/2023. “Peran penuntutan sangat strategis, bisa mengubah arah penegakan hukum nasional,” imbuhnya.

Di tempat yang sama, Menteri Hukum dan hak asasi manusia (Menkumham), Yasonna Laoly mengatakan adaptasi bagi aparat penegak hukum untuk memahami KUHP baru menjadi keharusan. Terbitnya UU 1/2023 merupakan era baru hukum pidana di Indonesia. Kebaruan KUHP Nasional sebagai bentuk demokratisasi, dan modernisasi hukum.

Arah pemidanaan dalam KUHP lama tujuannya sebagai bentuk pembalasan, kini prinsip usang itu sudah tak sejalan perkembangan zaman, bertentangan dengan HAM. Penerapan pidana penjara bukan lagi utama, harus ada solusi dengan memberikan alternatif pidana penjara guna mengatasi masalah overcrowding lembaga pemasyarakatan (Lapas).

Tags:

Berita Terkait