6 Urgensi Keberadaan UU Perampasan Aset
Terbaru

6 Urgensi Keberadaan UU Perampasan Aset

Salah satunya merampas hasil aktivitas ilegal dari para pelaku kejahatan dan mencegah mereka menggunakan hasil kejahatannya.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Model Civil Forfeiture menggunakan prosedur pembalikan beban pembuktian (reversal of burden of proof). Kemudian penyitaan aset dapat dilakukan lebih cepat begitu munculnya dugaan bahwa ada hubungan antara aset dengan tindak pidaana (immediate confiscation). Gugatan bukan ditujukan pada individu tapi pada aset, sekalipun pelaku meninggal atau belum dapat diproses melalui peradilan pidana tapi aset tindak pidana bisa tetap dirampas. Model ini dikenal juga dengan istilah perampasan aset tanpa pemidanaan (non-conviction based asset forfeiture).

Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) itu mengusulkan ada aturan hukum yang jelas tentang pelacakan dan identifikasi aset. Misalnya, unit pemulihan aset dan otoritas nasional yang kompeten untuk melacak dan mengidentifikasi aset dalam proses penyidikan.

Unit tersebut harus punya kekuatan dan kewenangan serta informasi yang diperlukan untuk melacak dan mengidentifikasi aset, serta memfasilitasi kerja sama lintas batas. Harus dipastikan investigasi finansial untuk melacak dan mengidentifikasi aset menjadi tahap otomatis dalam penyelidikan.

Mengingat kelompok organized crime menggunakan teknologi modern, Prof Tuti mengusulkan penyidik harus dimungkinkan untuk mengikuti, membekukan, dan menyita uang yang ditransfer ke rekening bank di berbagai negara. Selain itu harus dipastikan akses informasi yang lebih cepat, dengan memberikan otoritas penegak hukum dan Unit Pemulihan Aset akses langsung ke informasi rekening bank untuk tujuan memerangi kejahatan serius.

“Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan kerja sama antara otoritas penegak hukum dan Unit Intelijen Keuangan,” ujarnya.

Ketua Umum Mahupiki Yenti Garnasih, mengingatkan dalam praktik perampasan aset ada istilah asset sharing sehingga aset tindak pidana tidak bisa dirampas 100 persen. Terutama aset tindak pidana yang berada di negara lain. Dia mencatat paling banyak setidaknya 15 persen dari aset itu untuk otoritas penegak hukum di negara setempat.

Hal itu juga pernah dilakukan Indonesia dimana Amerika Serikat ingin merampas aset tindak pidana dari negaranya yang berada di Indonesia. Kemudian, Indonesia melakukan negosiasi untuk mendapat bagian dari perampasan aset tindak pidana itu. Adanya asset sharing itu menurut Yenti sebagai bentuk insentif bagi aparat penegak hukum.

“Mereka perlu diberi dorongan semangat untuk tetap berintegritas melalui asset sharing,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait