6 Tahun Bertarung di Arbitrase Internasional, Akhirnya Pemerintah Indonesia Menang
Berita

6 Tahun Bertarung di Arbitrase Internasional, Akhirnya Pemerintah Indonesia Menang

Berangkat dari dugaan pelanggaran perjanjian investasi.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

(Baca juga: Menang di ICSID Angkat Martabat Indonesia di Dunia Internasional).

Kasus ini bermula saat para Penggugat menuduh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Bupati Kutai Timur, melanggar perjanjian bilateral investasi (bilateral investment treaty) antara Republik Indonesia-United Kingdom (Inggris)  dan Republik Indonesia-Australia. Pelanggaran dimaksud adalah melakukan ekspropriasi tidak langsung dan prinsip prinsip perlakuan yang adil dan seimbang melalui pencabutan Kuasa Pertambangan/Izin Usaha Pertambangan Eksploitasi (KP/IUP Eksploitasi) anak perusahaan Para Penggugat (empat perusahaan Grup Ridlatama) seluas kurang lebih 350 kilometer per segi di Kecamatan Busang oleh Bupati Kutai Timur pada 4 Mei 2010.

Para Penggugat mengklaim pelanggaran itu telah menimbulkan kerugian terhadap investasi perusahaan di Indonesia. Karena itu perusahaan mengajukan gugatan sebesar AS$1,3 miliar (lebih kurang Rp18 triliyun). Dalam prosesnyam Tribunal ICSID menerima argumen dan bukti-bukti. Termasuk keterangan ahli forensik yang diajukan Pemerntah Indonesia dapat membuktikan adanya pemalsuan. “Kemungkinan terbesar menggunakan mesin autopen,” ujar Cahyo.

Menurut Cahyo dalam persidangan di ICSID terungkap dugaan 34 dokumen palsu -termasuk izin pertambangan untuk tahapan general survey dan eksplorasi, seolah-olah merupakan dokumen resmi atau asli yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga pemerintahan di Indonesia, di pusat atau daerah.

Dijelaskan Cahyo, Tribunal ICSID sepakat dengan argumentasi Pemerintah Indonesia bahwa investasi yang bertentangan dengan hukum tidak pantas mendapatkan perlindungan dalam hukum internasional. Tribunal ICSID juga menemukan bahwa para penggugat tidak melakukan kewajibannya untuk memeriksa mitra kerja lokalnya serta mengwasi dengan baik proses perizinan (lack of diligence). Alhasil klaim Penggugat ditolak.

Menteri Yasonna menganggap kemenangan Indonesia sebagai prestasi yang luar biasa. Hal ini juga membuat Indoensia terhindar dari klaim sebesar AS$1,3 miliar. Nilai ini setara dengan 1,5 kali anggaran Kemenkumham atau 25 kali anggaran Dirjen AHU. Selain itu, dengan penggantian biaya perkara sebesar AS$9,4 juta relatif besar yang pernah diputusan Tribunal ICSID. Yasonna juga menyebut kemenangan ini sebagai kemenangan pertama Pemerintah Indonesia di forum ICSID.

Selama enam tahun terkahir, kasus ini telah menjadi kampanye negatif berinvestasi di Indonesia. Tetapi, kata Yasonna, Pemerintah Indonesia sangat yakin atas posisinya dan dengan tegas menolak segala pendekatan dan tawaran dari penggugat. Berdasarkan putusan Tribunal ICSID ini, urai Yasonna, tidak ada satu pun opini dari ketiga arbiter yang menyatakan secara tegas adanya kesalah atau penyimpangan yang dilakukan Pemerintah Indoensia.

Tags:

Berita Terkait