6 Tahapan Menuju Satu Data Statistik Kriminal
Terbaru

6 Tahapan Menuju Satu Data Statistik Kriminal

Satu data statistik kriminal Indonesia penting untuk dibentuk karena sebagai modal untuk menyusun kebijakan mencegah kejahatan dengan berbasis data dan bukti.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pemerintah mendorong terwujudnya kebijakan Satu Data Indonesia dengan menerbitkan Peraturan Presiden No.39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia. Ada berbagai bidang yang didorong untuk membentuk satu data statistik, antara lain terkait satu data statistik kriminal. 

Ketua Departemen Kriminologi Universitas Indonesia, Ni Made Martini Puteri mengatakan setidaknya ada 5 tahapan yang perlu dilakukan terkait kebijakan satu data statistik kriminal. Pertama, menemukenali instansi yang memiliki mandat mencatat peristiwa kejahatan/tindak pidana. Kedua, menyamakan konsep, persepsi, dan sistem pencatatan. Ketiga, melakukan pelatihan teknis.

Keempat, melakukan uji coba integrasi data. Kelima, penyusunan indeks kejahatan (index of crime) dengan mengurutkan indeks kejahatan mulai dari paling ringan sampai berat. Indeks ini menjadi pedoman untuk membandingkan wilayah kejahatan yang tinggi dan rendah. Keenam, mengingat ada juga korban kejahatan yang tidak melaporkan kasusnya, maka perlu dilakukan survei terhadap korban (victim survey).

Martini menyebut satu data statistik kriminal Indonesia penting untuk dibentuk karena sebagai modal untuk menyusun kebijakan mencegah kejahatan dengan berbasis data dan bukti. Peristiwa kejahatan terjadi dimana saja, gejalanya umum, dan luas, tapi biasanya selama ini kejahatan dijelaskan dengan menyebut kasus. Misalnya, ketika pergi ke suatu wilayah disebut daerah itu rawan kejahatan dengan mengacu pengalaman terjadinya berbagai kasus.

“Seharusnya ada yang menjadi dasar, kenapa daerah itu disebut rawan dan angka kejahatannya tinggi,” kata Martini dalam webinar berjudul Kolaborasi Bersama Menuju Satu Data Statistik Kriminal Indonesia”, Rabu (8/9/2021). (Baca Juga: Sejumlah Tantangan Menuju Satu Data Statistik Kriminal Indonesia)  

Menurut Martini, tidak semua peristiwa kejahatan bisa diketahui sebagai “angka gelap.” Hal ini bisa terjadi jika ada persitwa kejahatan yang tidak dilaporkan baik oleh korban, saksi, atau tidak diketahui sama sekali bahwa telah terjadi kejahatan. Misalnya, kasus korupsi yang tidak mudah untuk mengetahui siapa pelakunya, tapi kerugian akibat kejahatan itu dapat dirasakan.

Untuk itu, kata Martini, pencatatan kejahatan harus dilakukan secepat mungkin setelah peristiwanya terjadi. Jika pencatatan dilakukan terlalu lama, berpotensi terjadi distorsi cara berpikir. Kemudian penting juga untuk menentukan instansi yang diberi mandat melakukan pencatatan. Bagaimana agar pencatatan yang dilakukan lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan bisa memberi gambaran besar kejahatan yang terjadi di Indonesia.

“Pencatatan juga dipengaruhi oleh kebijakan lembaga yang diberi mandat untuk mencatat,” imbuhnya.

Dia menguraikan ada berbagai sebab masyarakat tidak mau melaporkan kejahatan. Hal itu bisa saja terjadi karena tidak ada yang mengetahui bahwa telah terjadi kejahatan, tidak ada korban atau korban tidak mau melapor. “Bisa juga karena faktor ketidakpercayaan kepada aparat atau memilih untuk menyelesaikan tanpa melapor ke pihak berwajib.”

Martini mengusulkan agar pencatatan dilakukan secara terintegrasi. Pencatatan yang dilakukan secara terpisah antar instansi bisa menimbulkan bias kepentingan organisasi. Misalnya, suatu organisasi mau dilihat lebih baik dengan mencatatkan banyak kasus yang diselesaikan. Atau kasus yang dicatat hanya yang memenuhi syarat organisasi tersebut. “Penting untuk menentukan sistem pencatatan mana yang dijadikan acuan,” lanjutnya.

Tantangan

Dalam acara yang sama, Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Ateng Hartono mengatakan data statistik kriminal sangat dibutuhkan sebagai bagian dari Satu Data Indonesia. Dia menyebut setidaknya 2 hal urgensi dibentuknya data statistik kriminal. 

Pertama, data statistik kriminal yang valid, reliable, dan sustainable akan bermanfaat bagi berbagai pihak. Data tersebut akan menjadi salah satu tolok ukur dan acuan dalam menilai tingkat keamanan suatu wilayah.

Kedua, aspek keamanan merupakan salah satu faktor penting bagi perkembangan ekonomi dan kesejahteraan. Melansir laporan Bappenas terkait kemanan investasi Indonesia tahun 2016 menyatakan kondisi keamanan yang baik akan menciptakan iklim investasi yang baik. “Mendorong agar investor tertarik untuk berinvestasi di Indonesia. Ini urgensi kenapa kita akan mewujudkan satu data statistik kriminal,” kata Ateng Hartono.

Ateng mengatakan ada banyak tantangan untuk mewujudkan satu data statistik kriminal, setidaknya ada 3 hal. Pertama, standar dan klasifikasi data yang berbeda antar instansi produsen data statistik kriminal. Tapi untungnya saat ini ada klasifikasi internasional terkait statistik kriminal yakni International Classification of Crime for Statistical Purpose (ICCS) yang digunakan oleh PBB (UNSC).

“Klasifikasi tersebut menjadi acuan untuk mewujudkan satu data statistik kriminal,” terangnya.  

Kedua, dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yaitu goal 16 terkait dengan perdamaian, keadilan, dan institusi yang kuat. Tapi masih ada indikator global SDGs terkait keamanan yang belum tersedia. Ketiga, United Nations Survey of Crime Trends and Operations of Criminal Justice Systems yang memerlukan 124 indikator, tapi Indonesia hanya sanggup mengisi lengkap 48 indikator.

Tags:

Berita Terkait